Kumpulan Cerpen

By MarentinNiagara

102K 6.8K 1.9K

šŸ‘‹šŸ‘‹ Hi haii šŸ‘‹šŸ‘‹ berjumpah lagi kita šŸ’‹šŸ’‹ Bosen sama cerita panjang kek sinetron??? šŸ¤”šŸ¤” Lebih suka nonton f... More

šŸ’ Menantu Idaman Ummi ??
šŸ’ Aku Tikung Kau diSepertiga Malam
šŸ’ Perempuan disarang Penyamun
šŸ’ Cucu untuk Ibu
šŸ’ Semburat Bianglala di Puncak Rembangan
šŸ’ Cinta dan Setir Bundar
šŸ’ The Apple Of My Eyes
šŸ’ Istri Untuk Suamiku
šŸ’ Senja di Atas Kereta
šŸ’ Cintaku dan Duri Ikan
šŸ’ Boneka Cinta dari Arosbaya
šŸ’ Rona Lima Warna
šŸ’ Pembantu Baru Ibu
šŸ’ Keluarga Dokter
šŸ’ Bully
šŸ’ Jodoh Pasti Bertemu
šŸ’ Pasangan Sejiwa
šŸ’ Heal Your Heart
šŸ’ Surgaku, Dunia Akhirat
šŸ’ Pelabuhan Terakhir
šŸ’ Aku Cinta Ibu
šŸ’ Tiba-tiba, Kita?
šŸ’ I Long For You, Frian Ardiera
šŸ’ Bidadari Terakhir
šŸ’ Sein Kiri Belok Kanan
šŸ’ RESTU
šŸ’ Selamat Datang Cinta
šŸ’ Memantaskan Diri?
šŸ’ Balada Cinta Bangsawan Andi
šŸ’ Mantan TKW (1)
šŸ’ Bianglala Senja
šŸ’ Radio Amatir
šŸ’ Why never be Honest?
šŸ’ Mantan TKW (2)
šŸ’ UTANG
Berdamai dengan Masa lalu (1)
Berdamai dengan Masa Lalu (2)
šŸ’ Ndanda, Aku kangen!

šŸ’ Maaf, Aku tak Memilihmu

996 101 6
By MarentinNiagara

Selamat membaca
Thanks for someone in somewhere yang telah meramaikan lapakku dengan tulisan ini

😍😍

Siapa yang gak mau punya pacar seorang Abdi Negara, bukan Cuma perut yang kotak-kotak kayak roti sobek, seragam pun menjadi kebanggaan tersendiri, tapi itu tidak berlaku buat seorang Nara yang tomboy dan cuek, eeh jangan salah ya om Nara juga seorang perwira menengah di TNI AL tepatnya bertugas di seonografi Ancol.

Tidak hanya baju loreng yang tidak ia suka, seragam cokelat pun ia juga paling benci. banyak sahabatnya yang memiliki kekasih seorang abdi negara, bahkan ia sering dikenalkan dengan pacar teman-temannya. Mereka sangat mendukung Nara untuk mencoba menjalin hubungan baik dengan korps kacang ijo maupun pabrik cokelat.

Siapa yang menyangka jika hati sejatinya hanya milik Allah.Dan siapa yang bisa menduga ketika takdir mempertemukan Nara yang tomboy dengan cowok jutek dan kaku?

Nyatanya si cowok kaku itu justru membawa hubungan mereka bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang lain yang hanya bertahan dalam hitungan jam atau pun minggu.

❤❤❤❤

PoV NARA__ check

Pertemuan pertama kali denganmu di sebuah mall ternama di Jakarta. Saat itu aku sedang berdiri menyapa setiap pengunjung yang datang. Banyak, bahkan terlalu banyak untuk ukuran week end. Hingga sepasang mataku menangkap bayangan sekelompok laki-laki berseragam cokelat dengan langkah kerennya berjalan di depanku.

Takdir baik sepertinya sedang singgah di hadapanku ketika satu diantara banyak mereka ada kamu yang terus memandangku, kamu hanya diam tanpa mengucap kata apalagi berbicara. Ketika itu aku menyapa teman-temanmu dan bertanya apa yang mereka cari dan mereka butuhkan, ternyata mereka semua mencari kamus untuk adiknya kecuali kamu yang terus menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

Jantungku berdetak semakin hebat ketika tanpa kusangka kamu justru memilih mendekatiku. Aku memang tidak pernah jatuh cinta walaupun beberapa kali menjalin hubungan pacaran, hanya mereka yang mengutarakan cinta sedangkan aku? Jangan pernah tanyakan itu karena sesungguhnya aku memang tidak ingin dan tidak mau. Hanya merasa buang-buang waktu saja untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya.

Semua berawal dari mamah yang melarangku berpacaran saat mulai baligh, dari SMP sampai SMA memilih tetap menjadi jomblo akut bahkan sering dibilang lumutan dan udik oleh teman-temanku.

Perkenalan itu akhirnya terjadi, kamu menyebutkan namamu dan aku juga menyebutkan namaku. Saling berjabat tangan setelah salah seorang temanmu memberikan kode kepadamu supaya berinisiatif melakukan itu. Ibarat mendapatkan oase di gurun pasir yang tandus, sentuhan tangan kita menjadi cerita baru dalam kehidupanku.

Teman-temanmu justru yang paling berinisiatif untuk langsung menyodorkan gawainya. Memintaku menuliskan deretan nomor gawai milikku yang bisa dihubunginya. Dengan dalih ingin menanyakan buku-buku yang dibutuhkan adiknya namun saat ini masih belum bisa dihubungi. Siapa tahu mungkin buku yang dibutuhkan itu tidak ada dalam pameran yang sedang berlangsung.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, tidak ada yang pernah menyangka hubungan kami mengalir dengan sendirinya. Benar, basa basi tentang informasi buku saat pameran itu justru membawa sebuah nomor yang tidak kukenal menjadi sangat akrab. Bahkan bisa dikatakan begitu dekat dengan intimacy menjalin suatu hubungan. Kamu memang tidak pernah mengatakan cinta terlebih ungkapan-ungkapan klise lainnya. Semua kamu lakukan dengan tindakan dan seperti itulah yang aku suka.

Di tahun pertama hubungan kita sepertinya semua telah berubah. Kamu lebih posesive dan berusaha menghalangiku berkumpul dengan sahabatku, waktuku hanya buat kamu dan selalu harus ada di setiap waktu kamu libur. Menemanimu dari yang biasa-biasa saja menjadi cowok yang luar biasa, mulai dari mengatur pola makan sampai cara berpakaian dengan stylish tidak biasa hingga terlihat 'keceh abis'. Aku memang melakukannya, karena kamu berusaha memberikan gajimu kepadaku, padahal kita belum memiliki hubungan yang lebih. Dan sebagian dari gaji itu kamu kirimkan kepada ibumu, meski beliau tidak pernah memintanya aku tahu bahwa itu merupakan wujud baktimu sebagai seorang anak kepada orang tuamu. Itu sebabnya mengapa kamu lebih senang menitipkan gajimu kepadamu, mungkin kamu telah percaya bahwa aku siap dan mampu mengatur semua keperluanmu.

Mungkin karena didikan seorang pasukan pabrik cokelat atau memang sudah ada dari dalam dirimu sejak lama. Perubahan semua kegiatanku sangat terasa hingga membuatku begitu lelah. Waktuku berkumpul dengan teman-temanku menjadi sangat terbatas dengan alasan yang tak rasional. Di tahun pertama ini aku hampir saja putus asa dan menyerah dengan semua aturan yang kamu buat. Kamu yang otoriter, kamu yang hanya bisa mendengar kata siap ketika memerlukan sesuatu, bahkan sepertinya aku ini sudah seperti seorang target operasi yang harus dikuntit 24 jam sehari, 7 hari seminggu, meski dengan jarak yang yah lumayan, 50 meter. Hei, aku ini wanitamu bukan anggotamu yang bisa berkata siap ndan dengan segera melakukan tugasnya. Bukan, aku wanita yang butuh dimengerti dan juga butuh disayangi.

Di tahun kedua, sikap possesive mu itu semakin menggila. Kini bolehlah aku berkata bahwa kamu mulai melakukan kekerasan verbal. Dulu hatiku terpenjara kini ragaku teraniaya. Tapi sekali lagi cinta berbicara, aku yang telah lelah menjalani hubungan ini merasa buta dan tuli dengan semua hal yang kamu lakukan. Hatiku menganggapnya tetap dengan rasa yang bernama cinta.

“Mi, jangan buat aku marah.”

“Apalagi yang membuat kamu marah sama aku, sikap apalagi yang kamu gak suka dari aku?” air mataku terus saja mengalir setelah kekerasan verbal yang kudapatkan.

“Aku gak suka kamu dekat dengan cowok lain hatiku panas dan mendidih. Bisa nggak kamu ngerti aku?!” Asap rokok terus mengepul. Selalu seperti itu, setelah mengerasiku, melakukan kekerasan kepadaku, kamu selalu melampiaskan dengan rokok.

“Itu cuma konsumen dari TNI karena kerjasama kami dengan mereka, Mas. Sama halnya jika aku ke mabes Polri dan kamu nggak masalah akan hal itu.”

“Itu beda Mi, dia nungguin kamu pulang kerja aku tau itu. Kamu jangan bohongi aku,” suaranya mulai meninggi dan aku langsung memeluknya itu salah satu cara agar emosinya mereda.

“Okey, kamu mau nya apa? Aku akan turuti maunya kamu. Saat ini aku tim TST jika kamu mau aku hanya jadi SPG nggak apa-apa, besok aku akan ngomong ke KASIE supaya aku turun jabatan.”

Kamu, Prastyo, hanya diam tanpa mengucapkan kata lalu pergi keluar kost-an mengendarai motor ninja dengan kencang. Helaan nafas lelah justru membuatku ingin mengakhiri hidup. Rasanya seperti, ah entahlah, terlalu banyak aku mengalah hingga membuatmu seolah mendapatkan kebebasan untuk selalu melakukan kekerasan verbal lebih sering dari biasanya.

Atas nama cinta aku memilih untuk bertahan, atas nama cinta pula aku merelakan waktu untuk keluargaku hanya untuk seorang Tyo. Aku semakin jauh dari keluarga bahkan aku tidak pernah lagi berkunjung ke tempat dinas om di Ancol. Aku tidak pernah lagi berkunjung ke rumah kakak ku di Bekasi. Waktuku hanya untuk Tyo, Tyo dan Tyo, tidak ada yang lain.

Cinta yang ku punya nyatanya tidak membuat Tyo berubah. Dia justru semakin sering membuatku meneteskan air mata. Teman-temanku sudah banyak yang menasehatiku, bahkan atasanku sendiri di toko sampai harus turun tangan memanggilku khusus ke ruangannya untuk memberikan nasehat tentang hubunganku dengan Tyo yang sudah bisa dikatakan tidak sehat. Salah satu alasan terkuatnya karena dengan adanya masalah dengan Tyo, kinerjaku mulai menurun. Menurutnya Nara yang sekarang tidaklah seperti Nara yang mereka kenal dulu. Omset toko berpengaruh karena aku sering mangkir tugas. Padahal dulu justru ketika mendapat kenalan baru akan lebih memberikan peluangku untuk bisa 'menjamah'nya dengan mengajak ke toko lalu bercerita ini itu dan deal toko tempatku bekerja bisa bekerja sama dengan tempat dia bekerja dan naiklah omset tokoku. Tapi mengapa sekarang justru sebaliknya?

Pada akhirnya bukan hanya hati yang terluka tapi tubuhku sudah lelah untuk bertahan. Siapa yang bisa disalahkan? Aku merasa semua memang murni dari kesalahanku sendiri. Padahal kenyataannya bukan hanya Tyo yang menyatakan cinta. Dari segerombolan pabrik coklat yang kutemui di pameran dulu ada tiga orang yang mengutarakan inginnya kepadaku. Namun sepertinya mataku hanya tertuju kepada Tyo seorang dan aku telah mengambil keputusan yang salah dengan tanpa pertimbangan menolak mereka, mungkin.

Meski demikian aku memilih untuk tetap bertahan walau banyak nasehat yang datang menghampiriku sebagai masukan yang bisa kupertimbangkan baik dan buruknya. Mereka rata-tata memintaku untuk segera meninggalkan mas Tyo.

“Nduk tetap bertahan Mas, maaf kalau aku nggak bisa menerima Mas. Maaf untuk waktu yang selalu Mas luangkan buat aku,” mas Jo dengan tatapan terluka saat mengetahui cintanya aku tolak hanya karena aku ingin menjaga hati lelakiku.

Helaan nafas mas Jo masih dapat ku dengar, “Nduk, mas sedih liat kamu seperti ini. Ayo kita mulai semua dari awal mas akan selalu ada di samping kamu saat kamu terluka, mas akan selalu ada buat kamu disaat kamu tidak lagi bisa berdiri,” mas Jo memegang pundakku, dia sangat tahu bahwa kini sesungguhnya aku sedang rapuh.

“Jangan berlagak sok kuat, jangan nutupi kesedihan kamu. Jangan mencoba untuk menahan tangis, Ra.” Ini adalah suara Gesa, sahabatku yang suka sekali pinjam uang kepadaku, namun dia sangat baik dan perhatian kepadaku.

Bagiku, biarlah waktu yang berbicara dan semesta menunjukkan caranya untuk bisa memberikan jalan terbaik bagi kami. Aku tidak ingin menyakiti hati siapa pun juga karena sesungguhnya aku sendiri juga tidak ingin tersakiti.

❤❤️❤❤

Akhirnya aku menyerah dengan keadaan, ketidakpastian sebuah hubungan yang tidak memiliki muara. Tepat tanggal 20 januari  2007 semua selesai aku memilih menyerah dan tak ingin melanjutkan hubungan. Kulihat mas Tyo menangis dan aku pun menangis berat karena meski apa yang telah dia lakukan selama ini kepadaku rasanya masih terlalu berat untuk mengakhiri cerita cinta kami.

Beruntunglah masih banyak orang baik di sekelilingku. Seperti sahabat kostku yang mampu membuka mataku,
“Ra, kamu itu berharga, kamu cantik, kamu pinter banyak laki-laki yang datang ke kostan ini buat nemuin kamu. Masih banyak laki-laki yang menginginkan kamu. Banyak laki-laki yang sampai saat ini masih mengharapkan kamu walau kamu gak pernah melihat kepada mereka.”

“Mereka kesini bukan mau ketemu aku mbak, tapi mau lihat mbah yang sakit.”

Gawaiku berdering nomor mas Tyo yang tertera dilayar, “assalamulaikum Mi.”

“Wa’alaykumussalam," jawabku

“Bisa kita ketemu, Mi.”

“Dimana?”

“Nanti mas jemput di depan peron ya. Jangan lupa pakai jaket biar gak dingin.” Jawabnya dengan nada lembut, biasanya aku selalu luluh ketika ia menguapkan itu termasuk kali ini.

“Jam berapa?”

“Sebentar lagi mas sampai.” Selalu saja mas Tyo begitu biasanya jika sudah begini berarti udah sampai di gerbang, benar saja motornya memang sudah bertengger di depan peron.

Tatapan matanya sendu aku tahu dia habis menangis, “naik Mi, kita jalan ya?”

“Tunggu ya mimi pamit sama mbak Ida dulu, karena sudah malam gak enak kalau gak izin.” Ia menjawab dengan anggukan.

Kulangkahkan kaki menuju kost-an, mbak Ida melotot tajam, sedari awal ia memang tidak menyetujui hubunganku dengan mas Tyo. Mbak Ida menarik tanganku ke dalam kost. "Kamu mau kemana?” cecarnya.

“Cuma sebentar Mbak tenang aja aku pulang tepat waktu gak lebih dari jam sembilan sesuai aturan.” Ucapku meyakinkan mbak Ida.

Akhirnya dengan berat hati aku naik motor dan berlalu pergi dari peron, jalanan Jakarta yang ramai dan aku tau yang ia tuju pantai ancol, tidak biasanya ia mengajak aku kesini, sampai diparkiran kami berjalan. Mas Tyo menggenggam tanganku begitu erat, seolah takut kehilangan ucapan putusku tidak berlaku untuknya. Akhirnya kami duduk di bebatuan, angin pantai dan bau laut membuat aku selalu terpesona menikmati keindahan dunia. Diantara kami tidak ada yang mengeluarkan kata, ia terus menggenggam tanganku dan menarikku dalam pelukan.

Mas tyo menangis lagi, dan aku merasakan ada benda yang tersembunyi di pinggangnya. “Mas, ini apa?”

“Bolehkah mas bunuh kamu saat ini mi?” aku mulai was-was, panik sekaligus takut.

“Jika itu membuat kamu bahagia kenapa gak! Lakukan jika itu membuat kamu puas.” Ucapku dengan nada menantang, aku hanya berpikir hanya laki-laki munafik yang bersedia membunuh dirinya hanya karena masalah seperti ini. Masalah itu diselesaikan, dirubah bukan malah ingin menghilangkan nyawa seperti ini.

“Tapi, aku gak sanggup Mi. Aku gak bisa liat kamu jauh, aku gak bisa liat kamu dengan yang lain, aku gak bisa melepaskan kamu Mi. hatiku sakit, jangan tinggalin aku Mi.” Inilah kelemahanku tapi aku mengingat kembali pesan mbak Ida yang selalu mengingatkanku untuk bersikap tega.

“Kita pulang yuk, udah malam tadi izinnya hanya sampai jam sembilan.” Mas Tyo memelukku dan mencium keningku begitu dalam seolah tahu aku tidak bisa lagi bersamanya.

Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar dengan seragam cokelatnya yang kumel saat bertemu denganku dan kini terlihat rapi. Kemeja dan celana jeans pemberianku terlihat sangat match walau tetap dari gajinya membuat ia semakin cool dan tampan. Sayangnya ketampanan itu tak lagi menggoyahkan hatiku untuk memilih tetap bersamanya. Cukup dan semua telah berakhir.

Maaf aku tak memilihmu, hiduplah dengan bahagia seperti aku yang mencoba selalu bahagia. Berikanlah anak-anakmu perhatian yang terbaik walau dari hasil perjodohan, jangan lagi mengucapkan kata maaf ketika kita bertemu. Aku menepi karena tak ingin melihatmu bersedih lagi, ini bukan lagi masalah waktu kisah kita sudah usai puluhan tahun lalu. Maka, lupakan semua kita arungi kehidupan kita dengan bahagia walau tidak bersama-sama.

✏ -- the end -- ✏

Yogyakarta, 01 Juli 2021

Continue Reading

You'll Also Like

469K 16.7K 27
GANTI COVER. "lo udah merk*sa gue dan lo bilang lo gatau apa apa?!" -arsyila, gadis itu bertanya, entah apa yang ada dipikiran cowok brengsek tersebu...
25.5K 4.8K 22
Edisi BeckFreen...
33.6K 132 25
Cerita dewasa, 21+ Evezyn Nielson sangat frustrasi dalam menghadapi rencana pernikahan dengan tunangan berengseknya. Ia tak ingin mengikat janji suci...
1.5M 78.4K 35
Ketika mafia yang dingin dan kejam bertemu dengan seorang pria yang memiliki sifat bodoh, apa yang terjadi? "I'm not afraid to die even if I have to...