After that [Selesai]

By nurNongPit

51.7K 4.2K 332

Series # 7 Abila Nafisa Putri *** Setelah kembali dari Belanda, Abila memulai hidup barunya dengan melanjutk... More

After : Satu
After : Dua
After : Tiga
After : Empat
After : Lima
After : Enam
After : Tujuh
After : Delapan
After : Sembilan
After : Sepuluh
After : Sebelas
After : Dua Belas
After : Tiga Belas
After : Empat Belas
After : Lima Belas
After : Enam Belas
After : Tujuh Belas
After : Delapan Belas
After : Sembilan Belas
After : Dua Puluh
After : Dua Puluh Satu
After : Dua Puluh Dua
After : Dua Puluh Tiga
After : Dua Puluh Empat
After : Dua Puluh Lima
After : Dua Puluh Enam
After : Dua Puluh Tujuh
After : Dua Puluh Delapan
After : Dua Puluh Sembilan
After : Tiga Puluh
After : Tiga Puluh Satu
After : Tiga Puluh Dua
After : Tiga Puluh Tiga
After : Tiga Puluh Empat
After : Tiga Puluh Lima
After : Tiga Puluh Enam
After : Tiga Puluh Tujuh
After : Tiga Puluh Sembilan
After : Empat Puluh
After : Empat Puluh Satu
After : Empat Puluh Dua
After : Empat Puluh Tiga
After : Empat Puluh Empat
After : Empat Puluh Lima
After : Empat Puluh Enam
After : Empat Puluh Tujuh
After : Empat Puluh Delapan
After : Empat Puluh sembilan
After : Lima Puluh
After : End
Keira's
After Married
Gue kambek!
Cus!
Tasya Open PO

After : Tiga Puluh Delapan

690 72 4
By nurNongPit

Dua gadis yang tengah berdiri di depan pintu ruang BK itu terlihat gelisah. Sejak pelajaran kedua sampai bel pulang berbunyi Dava dan Raka belum juga kembali ke dalam kelas.

Keira dan Abila sampai membawakan tas keduanya. Abila melirik jam di ponselnya, sudah pukul satu lewat sepuluh. Pak Kardi sudah dapat di pastikan tengah menunggu.

Keira memeluk tas milik Raka dengan erat. Sedangkan Abila yang membawa tas milik Dava hanya menentengnya.

"Tasnya berat? Mau tukeran ga, Kei?" tawar Abila. Keira terlihat kesulitan membawa tas Raka. Padahal hanya satu tas saja.

Keira menoleh pada Abila, "Ga usah. Tas Dava gue jamin lebih berat. Dia lagi, buku tebal-tebal di bawain semua!" tolaknya tegas.

Benar. Tas Dava memang berat. Jika di bandingkan dengan tasnya, mungkin tiga kali lipat perbandingannya. Keduanya diam lagi.

Mata Abila menjelajahi lapangan yang ada persis di depan ruang BK. Ada dua pengurus sekolah yang sedang membersihkan lapangan dan sekitarnya. Pak Dawid lewat dengan tas kerjanya, Abila tersenyum singkat sebagai bentuk hormat.

Pak Dawid memanggil Abila menyuruhnya untuk mendekat padanya.

"Saya?" ucapnya tanpa suara sambil menunjuk dirinya sendiri.

Pak Dawid mengangguk.

Abila mencolek lengan Keira yang tengah melamun. Keira menoleh, "Kenapa?" tanyanya.

"Bila di panggil Pak Dawid. Titip tas Dava, ya." Abila menyerahkan tas hitam milik Dava, di terima oleh Keira lalu ikut di peluk dengan tas milik Raka.

Sehabis itu Abila langsung mendekat pada pak Dawid yang masih berdiri di tempat tadi. Abila menyalimi tangan pria itu.

"Ada apa, ya, Pak?"

"Oh, engga. Saya cuma mau kasih tau sama kamu. Kamu yang tenang ya, jangan takut apalagi down. Kami akan segera melakukan penyelidikan. Kamu tenang, ya?"

Abila membalas ucapan itu dengan senyum, "Iya. Terima kasih sudah mau bantu, Pak."

"Saya akan lakukan yang terbaik untuk kamu. Jika pelakunya sudah tertangkap, saya akan serahkan langsung pada kamu, ya?"

Abila mengangguk, "Terserah, Bapak saja."

"Yaudah kalo gitu saya pamit izin pulang, ya. Istri saya sudah menunggu di rumah." pamitnya.

Abila terkekeh pelan, "Silahkan, Pak."

Melihat pak Dawid sudah pergi dari hadapannya, Abila kembali lagi ke tempat di mana tadi dirinya berdiri. Ternyata Dava dan Raka sudah keluar.

"Udah keluar? Ayo pulang." ajak Abila penuh semangat.

"Pak Dawud ngapain, Bil?" tanya Keira penasaran.

"Oh, cuma tanya, kenapa kita belum pulang. Terus Bila jawab lagi nunggu teman. Kenapa, Kei?"

Keira menggeleng, "Ga. Gapapa."

"Ayo pulang!" lanjut Keira menarik tangan Dava dan Raka meninggalkan Abila.

Abila terdiam. Lho, di tinggal.

"Ayo, Bil!" dari kejauhan Raka berteriak.

Abila mengangguk dengan senyum ia menyusul dengan langkah pelan tidak berlari seperti tiga temannya.

Sampai di depan Abila memisahkan diri karena dirinya sudah di tunggu oleh pak Kardi.

Abila membuka pintu mobil dan ternyata bukan hanya ada pak Kardi di dalam, ada juga pak Yanto dan Dodi. Abila mengerjit.

"Ngapain ngumpul? Mau arisan?"

"Kita harus bergegas, Nona!"

"Ada apaan sih, Pak? Suka gitu, lah. Ga suka Bila!" kesalnya pada Yanto yang duduk di kursi depan bersama Kardi.

Yanto itu kadang nyebelin. Suka dadakan kalau ada apapun. Bertindak semaunya tanpa tau gimana respon Abila. Seperti saat ini.

"Kita harus segera ke kantor. Gibran akan datang ke kantor dengan dua temannya,"

"Dua temannya?" bingung Abila. Memang dirinya pernah berhubungan dengan teman-teman ayah Lio? Sepertinya tidak.

"Valentino dan Restu yang menangani pembangunan hotel di Tanggerang adalah teman Gibran, Nona." jelas Dodi.

"Tapi-

"Nona bisa naik dulu? Biar kami jelaskan secara rinci di mobil." potong Yanto. Geregetan banget ngelihat Abila bicara sambil berdiri.

Abila mengangguk. Lantas ia naik dan duduk di samping Dodi yang tengah berkutat dengan ipadnya.

Mobil berjalan.

"Terus kita harus ngapain ke kantor? Bukannya pulang. Kan udah tau ada Gibran, gimana sih!" lanjut Abila. Kemarahan terlihat jelas di wajahnya. Bingung juga kanapa menghampiri bukan menghindar.

"Masalahnya Bapak Valentino dan Restu menunjuk Gibran sebagai rekan mereka. Maksudnya, mereka menunjuk Gibran karena proses pembangunan terhalang oleh kontraktornya yang sedang sakit dan terpaksa berhenti."

"Dan kemarin Restu menghadap saya, dia mengusulkan temannya menggantikan-

"Dan bapak kembali teledor. Kenapa ga di periksa siapa temannya? Kenapa main terima-terima aja?" potong Abila marah.

Abila melirik Dodi dan Yanto secara bergantian, "Kalian berdua sudah lelah? Lelah bekerja dengan saya atau lelah menutupi jati diri saya? Katakan. Biar saya lakukan apa yang seharusnya saya lakukan!"

"Nona. Bukan seperti itu. Kami mengaku kurang teliti, tapi satu sisi kami yakin jika Gibran akan cukup membantu untuk proyek kita. Saya sudah lihat semua hasil garapannya dan rata-rata bagus bahkan sangat bagus." Yanto berusaha sabar. Ia maklum karena Abila masih kecil dan emosinya masih sangat labil.

Abila menghela, "Lalu saya harus apa? Bertemu dengannya? Dan beberapa jam kemudian dua anaknya menghampiri saya, gitu?"

Formal. Bahasa Abila formal.

Dodi sempat melirik nonanya sebentar sebelum kembali pada ipadnya. Ia tidak mau banyak berkomentar karena ini masalah Yanto. Yanto yang teledor dan kurang hati-hati.

"Nona, mohon tenang. Saya tidak akan sebodoh itu untuk masalah ini. Saya sudah pikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya dan saya sudah punya solusi," jedanya.

"Kalian bertemu saja, tapi sebelum itu kami akan membuat kesepakatan pada Gibran. Kami akan melarangnya berbicara pada dua anaknya mengenai Nona-"

"Jika menolak? Tamatlah cerita saya!" potongnya.

Yanto memejamkan mata dengan helaan napas panjang. Sulit sekali memberitau Abila.

"Yasudah, kita pulang dulu lalu di bicarakan lagi nanti di rumah." putus Dodi.

Abila diam tidak merespon sedangkan pak Yanto menyandarkan pungungnya lelah.

Beginilah jika bekerja dengan anak usia dua puluhan tahun.

AT

Kepulangan Jayden sudah di tunggu sejak tadi oleh Rahmi dan juga Raka. Mereka ingin tau tentang Abila tapi sampai saat ini Jayden selalu menolak memberitau dengan berbagai alasan.

"Nanti, Idan ada PR."

"Besok aja ya, Bu."

"Nanti dulu, Idan namatin game dulu."

Dan masih banyak lagi. Dan kini, keduanya sudah tidak bisa lagi menahannya. Jaydan duduk di ampit oleh Raka dan juga Rahmi. Alasannya mudah, takut kabur.

"Sekarang ceritain siapa Abila, Jayden!" tegas Raka.

Jayden menghela. Ia melirik kakinya yang di timpa oleh kaki Raka. Sialan, kalau begini ceritanya bagaimana bisa dirinya kabur.

"Iya gue ceritain, tapi gue ke toilet dulu, ya, mau pipis."

"Ga ada! Alasan kamu aja itu!" tolak Rahmi.

Raka tersenyum menang. Ibunya ada di pihaknya.

Jayden lagi-lagi mengeluarkan napas berat. Ia memejamkan mata lalu tidak lama membukanya lagi.

"Ga tau mau mulai dari mana, Bu!" frustasinya saking banyaknya hal yang menyangkut Abila.

"Dari mana aja. Yang penting kami tau siapa Abila!" balas Rahmi dengan suara kerasnya juga.

"Abila pemilik Ilairah! Anaknya Om Asraf dan Tante Humairah. Perusahaan yang hampir menduduki posisi pertama."

"Abila adalah CEOnya. Dia yang mengembangkan dan karena itu juga Abila menyembunyikan jati dirinya. Banyak yang tidak suka dengannya dan ingin membunuhnya."

"Satu lagi, Abila mantannya Adelio yang di tinggalin hanya kerena Aruna-adik tirinya yang begitu mengiginkan Lio." Jayden menatap Raka, "Lo, kalo suka tembak. Sembuhin hati Abila yang hampir hancur. Dia butuh obat buat rasa sakitnya dan dia juga ga sekuat yang lo lihat. Gue saksinya. Saksi dia nangis, saksi dia ketawa sampai saksi dia tersenyum di depan Lio yang saat itu nikah sama Aruna." jelas Jayden panjang lebar.

"Buat Ibu ga usah khawatir. Jayden yakin mereka akan lakukan yang terbaik untuk Bapak. Jadi stop salahkan diri Ibu sendiri."

Jayden menyingkirkan kaki Raka dengan kasar, "Rawat hatinya sampai lukanya hilang. Gue tau lo suka sama Abila, kan? Dan sialnya kayanya teman lo juga suka sama Abila. Keputusan ada di lo, lo siap, lo maju. Ga siap, mundur. Jangan jadi banci yang berdiri di tengah-tengah antara laki atau perempuan."

Jayden berdiri, menghadap ibu dan abangnya, "Udah tau, kan. Jadi tenang aja. Jayden yakin masalah Bapak akan selesai dan kalian harus tepatin janji untuk ga bongkar siapa Abila."

"Jayden ke kamar dulu." pamitnya meninggalkan dua orang di ruang keluarga yang terdiam.

After

Aku tunggu yaa...

Continue Reading

You'll Also Like

Alwafa [END] By RAIN

Teen Fiction

25.7K 2.2K 54
Start : 14 Desember 2021 Finish : 5 November 2022 "WAFA KALO LO GAK MAU BUKA PINTUNYA GUE BAKALAN TERIAK BUNTING ANAK LO." Bagaimana Jadinya jika gad...
1.9K 983 38
[Biasakan follow sebelum membaca] Luka? Cukup di masa lalu kau datang! Berhenti mengusik, biarkan masa itu berlalu tanpa membebani masa depan yang me...
721K 56.1K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.5M 262K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...