Jangan mengharapkannya lagi, jika untuk setia saja dia tidak bisa, lalu apa yang perlu kamu harapkan lagi darinya? Kekecewaan?
- asya
Anya sibuk mencari teman-temannya. Ia sudah mencarinya diberbagai tempat, namun sampai saat ini ia belum menemukannya. Anya ingin berjalan maju menuju lorong yang tampak sepi, tetapi bukan sahabatnya nya ia jumpai melaikan Fino. Pria itu berdiri dihadapan Anya dengan mata memelas dan pipi yang sudah dilumuri bekas darah.
Anya menatapnya kaget. Mengapa menampilan Fino seperti kacau sekali? Dan mengapa pipi pria itu terdapat bekas goresan benda tajam?
Anya ingin menghampirinya namun rasa kecewanya semakin besar ketika ia menatap wajah pria itu. Anya memalingkan tubuhnya hingga gadis itu berhasil membelakangi Fino.
Anya mulai berjalan maju meninggalkan Fino, namun panggilan pria itu berhasil menghentikan nya, "Anya..."
Anya terhenti tetap dengan posisi membelakangi Fino.
"Anya, maafkan aku. Maaf karena aku sudah menyakiti wanita sebaik kamu. Aku beruntung bisa kenal kamu, aku beruntung pernah memiliki wanita secantik kamu. Tapi kenyataannya kita memang beda, aku gak akan ambil kamu dari Tuhan mu. Kedepannya kamu harus cari pasangan yang bisa berdoa sama-sama ya?"
"Aku pria yang sangat brengsek. Kamu juga boleh katakan aku sebagai lelaki bajingan, aku akan menerima itu. Tapi yang perlu kamu ingat, kamu pernah menjadi alasan aku bertahan"
Anya sedikit terharu. Ucapan Fino sangat membuatnya sedih. Rasanya Anya seperti sedang memutar kembali kenangan manis yang kini sudah tidak bisa lagi ia lakukan.
"Anya, apa kamu masih menyukaiku?"
"Tidak" ucap Anya spontan.
"Aku tahu kamu bohong, jelas-jelas kamu masih sering memikirkan ku. Katakan saja yang sejujurnya, kamu masih menyukaiku kan?"
"Brengsek, gue bilang gak ya gak!"
"Gue udah punya cowo yang lebih baik dari lo!"
"Yang gak brengsek kayak lo!"
Fino terdiam. Gadis itu menjawab pertanyaannya dengan nada suara marah. Namun itu semua memang balasan atas apa yang Fino perbuat. Fino menerimanya.
"Siapa cowo itu?"
Anya berbalik menatap lekat mata Fino, "Antaris"
Jawaban Anya mampu membuat hati Fino sakit. Mungkin perasaan ini yang pernah Anya rasakan disaat dirinya sudah berselingkuh dengan wanita lain.
"Oh gitu...selamat ya, dia pasti sangat beruntung memiliki kamu. Tapi, aku mohon aku hanya ingin perbuatanku bisa kamu maafkan"
"Sudah aku maafkan" balas Anya cuek.
"Kamu serius?"
"Iya"
Raut wajah Fino berubah sumringah. Pria itu melangkah maju dan bertekad ingin memeluk Anya, namun gadis itu langsung mundur beberapa langkah dari hadapan Fino.
"Maaf, aku hanya terlalu senang. Anya, aku katakan sekali lagi bahwa kamu wanita yang baik. Kamu cantik. Bahagia terus ya? Karena besok aku sudah tidak bisa lagi melihat wajah cantikmu itu. Maaf selama bersamaku kamu tidak bahagia. Sekali lagi terimakasih dan sampai jumpa..."
"Anya, aku menyesal karena sudah melepasmu...Tapi mau bagaimana pun, kita memang tidak bisa bersama" gumam Fino sangat pelan.
Fino langsung pergi begitu saja dengan memberi senyuman terakhirnya. Fino diberi waktu untuk berpamitan dengan Anya, Asya yang mengijinkannya. Saat Asya melepas ikatannya, pria itu menatap Asya tidak percaya. Ia kira ia akan habis ditangan Asya, tetapi ternyata tidak. Asya juga mengatakan kepada Fino jika perusahaan milik Ibu nya tidak akan bangkrut. Karena Asya dan Aretta yang akan mengurusnya. Tetapi dengan satu syarat, ia dan semua keluarganya harus pindah dari tempat ini, sebisa mungkin mereka harus pindah ke tempat yang sangat jauh. Karena Asya mau membantu Anya untuk melupakan Fino.
Lantaran merasa senang, Fino segera berterimakasih kepada Asya. Pria itu langsung pergi dari gudang berniat menemui Anya, untuk yang terakhir kalinya.
"Aneh" ucap Anya bingung. Tumben sekali mantan kekasihnya terus memujanya. Gadis itu langsung menghapus bercak air matanya yang tadi sempat keluar.
"Aku sayang kamu No, tapi kamu sudah sangat mengecewakan aku"
"Tapi it's oke, akhirnya gue bisa lepas dari cowo sialan itu. Agak sedih sih, tapi lebih sedih lagi kalau gue masih ngarepin orang kaya dia. Antaris...I'm coming..."
Anya berlari menuju kelasnya. Ia memang belum bisa berpaling dari Fino, namun baginya ia tidak menyesal karena telah meninggalkan orang yang memang tidak mencintainya. Jika pria itu mencintainya mengapa ia harus berselingkuh darinya? Tidak masuk akal.
Kali ini Anya ingin memperjuangkan kembali pria yang sempat ia idam-idamkan. Siapa lagi kalau bukan Antaris. Jujur Anya gagal move on dengan pria itu. Karena perlakuannya lebih manis dari pada Fino.
"Selamat tinggal Fino, selamat datang Antaris"
"Gak gamon gak kece"
"Ngapain move on kalau bisa balikan yahaha" monolog Anya.
*****
Asya memilih menjumpai Anya yang sudah menunggunya didalam kelas. Gadis itu menemukan sahabatnya yang sedang duduk seorang diri, "Kiw, cewe..."
"Ih kalian dari mana aja sih? Gue cariin juga!" Omel Anya.
"Abis ngusir hama"
"Hama apaan?"
"Kepo lu"
Ivana dan Key mulai duduk di atas meja Anya. Sedangkan Moza memilih duduk dihadapan Asya.
"Heh, ayo lanjut bersih-bersih. Ditungguin Adit noh" serkas Anya. Keempat inti Bradiz malah menatapnya dengan tatapan datar.
"Yaelah...baru juga duduk" timpal Ivana.
"Udah buruan"
"Iyeiye"
Mereka kembali keluar kelas. Asya beserta keempat temannya kembali menghampiri Adit dan mulai membersihkan halaman sekolah yang masih terlihat kotor.
"Sya, gue tadi ketemu Fino. Tapi dia kek aneh gitu. Ucapannya kek orang pamitan. Dia kenapa ya Sya?"
"Oh, tadi Fino nemuin lu? Kenapa emang? Lu masih mau ngarepin dia?"
"Gak juga sih. Gue lagi berusaha buat lupain dia, gue tau dari awal cara kita salah. Tapi gue masih suka kangen sama dia"
"Entar lama kelamaan juga terbiasa" kata Asya dengan senyum tipisnya.
"Eh ada Ivana, babang Alex bawain minuman nih" Alex, Aland dan Kelvin tiba-tiba saja datang menghampiri mereka dengan membawa sebotol minuman dingin. Tenang saja, mereka juga membawa minuman untuk yang lainnya. Semua minuman ini Kelvin yang membayarnya, karena ia sengaja membelinya.
"Nih Key, minum lu"
"Hm, makasih" Key mengambil botol itu tetap dengan tatapan dinginnya.
"Bilang makasihnya yang niat kek"
Key awalnya menatap Aland jengah, tapi kemudian raut wajahnya berubah menjadi tersenyum tipis, bahkan ada kesan imut di dalam nya, "Makasih ya Kak Aland, udah bawain Key minuman"
"Buset damage nya...gak kuat jantung gue. Gak bisa gue gak bisa, mau pingsan aja dah gue"
"Lebay"
Kelvin juga menghampiri Asya dengan menyengir kuda, "Masih ngambek, hm?"
Tidak ada jawaban dari gadis itu. Asya masih mengacuhkan Kelvin dan menganggap keberadaan Kelvin tidak ada.
"Asya..."
"Maafin gue dong, jangan ngambek lagi ya?"
"Cantik"
"Bocil nya Kelvin"
"Nenek gayung"
"Kuyang"
"Mbul..."
Kelvin terus memanggil Asya dengan sebutan anehnya. Asya yang merasa kesal langsung menatap Kelvin dengan mata elang nya, "Apasih?! Berisik!"
"Jangan ngambek lagi"
"Iya"
"Tuhkan masih ngambek"
"Gak" jawab Asya masih cuek.
Asya masih tidak mau menerima pemberian dari Kelvin. Karena ia sengaja membiarkan lelaki itu untuk terus membujuknya. Bagi Asya Kelvin sangat menggemaskan sekali jika sudah seperti ini. Biarlah Asya berpura-pura marah dihadapannya.
"Asya, jangan marah lagi dong"
"Jangan cuekin Kelvin"
"Asya..."
"Zatasya Louvina"
"Sayang.."
"E-eh?" Asya menatap Kelvin kaget. Apakah pendengarannya tidak salah? Apakah ia harus pergi ke THT untuk membuktikan bahwa pendengarannya tidak salah?
Sial, hati nya seperti sedang diterbangi bermacam kupu-kupu.
"Mereka kenapa makin deket sih?! Gue harus nemuin cewe itu! Caranya tidak ada yang berhasil, dasar cewe sialan!" Andra pergi dari halaman sekolah dengan tatapan kesal. Nanti malam Andra akan menemui wanita yang dulu ia jumpai didepan ruang UKS. Wanita yang sudah mengajaknya bekerjasama untuk memisahkan Asya dan Kelvin.