The WIP

By zzztare

2.6K 608 653

[First draft; completed] [TOP 1 MWM NPC 2021] [R15+] [Other Side Series#1] Leana hanya ingin menemukan Fuma... More

Sebelum Bulan Mei
Prolog
1. Fuma
2. Anyelir
3. Sekretaris
4. Mimpi
5. Ujian
6. Hilang
7. Petunjuk
8. Curiga
9. Obrolan
10. Rencana
11. Kesepakatan
12. Zleth
13. Keberangkatan
14. Perjalanan
15. Hari Pertama
17. Suram
18. Hari Kedua
19. Diri yang Lain
20. Teka-Teki
21. Hutan
22. Rapat
23. Mata-Mata
24. Keributan
25. Dua Jam
26. Kisah Anyelir
27. Komunikasi
28. Emosi
29. Kabut
30. Mewujud
31. Melanjutkan
32. Kembali
Epilog
Kilas#1: Sudut Pandang Anyelir
Kilas#2: Sudut Pandang Gerald
Ekstra: Wisuda
Ekstra II: Episode Selanjutnya
Ini Bukan Update Bab Baru
Ekstra III: Karyawisata

16. Malam

55 16 15
By zzztare

"Siapa yang tadi bilang mati lampu pas acara?!" Seruan jengkel terdengar. "Kejadian, kan!"

"Ih, ini kan udah selesai acara!"

"Jangan ribut!" seru Gerald.

"Jangan cengkeram pundakku," desis Anya.

Gerald buru-buru melepas tangannya. Ia sempat tak sadar siapa yang ada di sebelahnya tadi.

"Keluar, ah!" seru satu suara, diiringi langkah kaki seseorang, disusul langkah-langkah yang lain.

Tepat saat itu, lampu kembali menyala. Orang-orang saling berpandangan dan mengerjap.

"Ini beneran, kan?" tanya seseorang.

"Ya ... lampunya udah nyala lagi, tuh?"

"Tadi kenapa?"

"Korslet?"

Gerald menengadah. Lampu di ruangan besar itu tampak baik-baik saja. Semuanya aman terkendali, mestinya. Namun, ia merasakan sesuatu. Ia menoleh, mendapati Anya melihat ke arah yang sama dengannya.

Mereka melihat Leana yang tampak linglung dan bersandar ke tembok, dengan sebagian bajunya basah.

"Len?" tanya Anya.

"Uh ... ya?" Leana menggeleng, kaget. "Aku bengong, ya?"

Raut wajah Anya perlahan berubah khawatir. "Kok kamu bisa basah begini?"

"Oh, tadi ... aku ambil air buat nyiram dia." Leana menunjuk Gerald. "Terus mati lampu, kaget, gayungnya jatuh ... di mana tadi ya?"

Mereka mendapati gayung dan air yang berceceran tak jauh dari kamar mandi terdekat. Leana mengomel panjang-pendek saat mengambil gayungnya. "Gerry sih, lama banget disuruh bangun. Mana pake acara mati lampu segala. Kan jadinya aku yang harus beresin."

Gerald melirik Anya. "Nya, dia normal, kan?"

".... Apa itu normal?" balas Anya.

Gerald menggaruk kepalanya. "Eh, tapi ada satu hal yang mau kutanyakan. Sejak kapan kalian berdua manggil aku 'Gerry'?"

"Sejak kamu sering nongol tiba-tiba pas kita lagi ngobrol," jawab Anya. Ia tiba-tiba menunjuk sesuatu. "Lihat, Ger?"

"Apa ... tembok?" Gerald keheranan.

Anya menggeleng. Menghela napas, entah lega atau tambah keberatan. "Kalau begitu, apa kamu merasakan hal lain?"

"Apa, sih?" Gerald mendadak tegang.

"Ya sudah, kalau begitu." Anya menurunkan tangannya. "Terus, tadi kamu nanya soal Leana normal ... normalnya dia gimana? Dia emang sering ngomel, wajar aja bagiku."

"Soalnya, tadi dia bengong." Gerald menggaruk tengkuknya.

Anya melonjak. "Oh iya!" Ia berjalan menyusul Leana, meski sempat-sempatnya berbalik dan menatap Gerald tajam. "Kamu urus anak-anak yang lain! Pada parno gara-gara mati lampu."

Gerald mengangguk patuh. Bukan hanya ia, melainkan juga semua orang takluk jika Anya memberi perintah.

Anya mendapati Leana di kamar mandi, sedang mencuci wajah dengan rusuh.

"Nya, aku ngantuk-enggak ngantuk, deh. Bingung," ucap Leana sambil mengusap wajahnya dengan lengan jaket, lalu bercermin.

"Len, kamu tadi sempet bengong, ya?" tanya Anya. Nadanya prihatin.

Leana mengangguk. "Mati lampu bikin kaget. Lalu ... aku kayak mendengar suara." Leana menunduk tiba-tiba. "Suara yang familier ... yang biasa kudengar di mimpi. Terus aku takut, kayak sempet blackout ... tahu-tahu udah basah begini."

Anya bersandar di kusen pintu kamar mandi. Tangannya terlipat, alisnya bertaut. Ia berpikir keras. Rasanya, sesuatu yang ia hindari bisa muncul tiba-tiba. "Len, maaf kalau ini terdengar agak aneh."

"Ya?"

"Kamu jangan pergi-pergi sendirian, oke?" ujar Anya. "Tengah malem mau ke kamar mandi, misalnya. Panggil aku."

"Ha? Aku enggak takut, kok," sahut Leana. Meski kalau di rumah aku menghindari ke kamar mandi tengah malem ....

"Bukan masalah takut enggaknya." Tatapan Anya menajam. Namun, ekspresi khawatir jelas terlihat di sana.

"Kenapa, Nya?" tanya Leana.

"Aku ... bingung jelasinnya." Anya menegak, lalu memberi isyarat pada Leana agar cepat keluar. Paling tidak, berkumpul dengan yang lainnya.

Di teras dan ruang tamu, anak-anak masih berkumpul. Gerald terlihat tak berkuasa menyuruh mereka, juga PJ acara yang malas-malasan bekerja. Anya dan Leana mendengkus melihatnya. Mereka menerobos kerumunan, menuju ke arah Gerald.

"Nya, Len." Gerald malah memanggil mereka begitu keduanya di luar bangunan. "Sini, deh. Tinggalin dulu mereka sebentar."

"Kenapa?" sahut Anya.

Leana malah memperhatikan sekitar. Vila itu masih normal. Dua vila menyala, satu mati total. Langit malam yang mendung dengan sedikit bintang terlihat tampak suram. Ia merasa aneh. Sesuatu membuatnya merinding tiba-tiba, lebih daripada hawa dingin menggigit. Hujan sudah reda sejak tadi. Mengapa danau itu masih tertutup kabut tipis?

Gerald, Anya, dan Leana berjalan agak jauh sampai ke depan gerbang. Di sana, ketiganya mematung.

"Jadi ini bukan ilusi penglihatanku." Gerald mengusap matanya. "Dari jauh aku lihat, kok gerbangnya hilang ...."

"Ini jadi hutan ...." Leana gemetar tiba-tiba. "Dan, i-itu ... danaunya meluas ...."

"Kabut yang enggak kunjung turun." Anya menengadah, mendapati hutan di hadapannya dipenuhi kabut. "Gerbang hilang, jadi pepohonan. Danau meluas ditambah rawa. Hm ... Leana?"

"Y-ya?" Leana kini gemetar ketakutan.

"Apa ini yang kamu lihat di mimpimu?"

"Mimpi?" sahut Gerald kebingungan.

"Y-ya ... mimpi ... sama, kecuali vilanya ...." Leana merasa amat lemas sekarang. "Apa yang terjadi? Ke mana akses ke jalan raya ... ke kampung ...."

"Aku benci ini," ungkap Anya. Suaranya amat dingin. "Aku enggak akan menolak kalau kalian menyalahkanku. Karena memang salahku."

"Nya?" Leana dan Gerald menatap Anya keheranan.

"A-aku sudah menduga bakal jadi begini. Tapi enggak adanya firasat buruk, dan semua yang berjalan sesuai jadwal ... aku menepis dugaan itu." Suara Anya bergetar, padahal ia biasanya begitu yakin.

"Tunggu, ini kan malam. Gimana kalau kita tunggu besok pagi? Jangan-jangan ini sungguhan ilusi karena kecapekan," usul Gerald.

"Boleh ...," gumam Leana. Ia lemas sejak tadi. Melihat pemandangan yang biasa ia lihat di mimpinya mewujud ke kenyataan ... sepertinya memang dari awal ia tidak ke sini.

"Suruh anak laki pergi ya, Ger," gumam Anya. "Aku dan Leana duluan ke kamar. Ada yang harus kami bicarakan."

"Yah, aku enggak dengar, dong?" keluh Gerald.

"Besok saja. Aku yakin kami bakal butuh bantuanmu." Anya menatap Gerald tajam sebelum berlalu sambil menarik Leana.

"Ke-kenapa tiba-tiba butuh bantuan Gerry?" tanya Leana.

"Pertama, dia ketuplak. Kedua, dia laki-laki. Ketiga, dia enggak menjauhimu. Kalau mau nanya bantuan apa yang bakal kita perlukan, aku juga belum tahu. Tapi aku yakin, kita bakal butuh." Anya menarik napas panjang, mengisi paru-parunya dengan udara dingin. "Tapi, sekarang ... kita harus ngobrol dulu."

Anak-anak yang berjubelan di teras agak menyingkir ketika mereka lewat. Tanpa buang tempo, Anya menarik Leana ke kamar mereka. Masih kosong. Tampaknya, para penghuni kamar lebih senang berkumpul dengan teman-teman yang lain.

"Nya ... apa yang terjadi?" Leana gemetar. "Ini mimpi, kan? Cuma mimpi? Ya kali gerbangnya hilang? Masa tadi pemandangannya bagus, tahu-tahu penuh kabut begini? Terus, hutan sama danaunya tambah besar?"

Anya diam saja. Sebenarnya, ia ingin bicara. Lebih tepatnya, ingin menenangkan Leana. Namun, apa yang bisa ditenangkan? Ia sendiri merasa hatinya sedang dipenuhi gemuruh.

"Nya ...?"

Anya tersentak. Ia melihat mata Leana berkaca-kaca.

"Masa ya mimpiku itu jadi nyata? Aku takut. Tadi aku merasa mendengar suara Zleth pas mati lampu. Terus, ini ... ini masih di dunia nyata, kan? Eh, enggak. Ini mimpi. Mimpi, kan? Aku bertemu kamu di dalam mimpi ini ...?"

Lidah Anya kelu. Leana mendadak kacau. Niat ingin mencari Fuma kandas. Anya tahu, Leana hanya ingin pergi sejauh mungkin dari urusan apa pun yang melibatkan anak itu. Namun, ia tak bisa. Ia harus menemukan Fuma sebelum lega dari permintaan Rara dan teror Zleth di mimpinya.

"Len, apa kamu merasa aman?" tanya Anya pelan.

"Aman?"

"Kamu bilang, kamu dihantui mimpi buruk kalau tidur di kamarmu, makanya lebih memilih tidur di sekolah, kan?"

Leana mengangguk.

"Kalau kamu capek, tidur saja."

"Ng ... katanya mau bicara?"

Pluk.

Suara benda jatuh itu menginterupsi keduanya. Anya yang lebih dulu sadar langsung mencengkeram lengan Leana.

"Kenapa?" tanya Leana.

"Apa kamu bawa buku gambar?"

"Enggak ...?"

Wajah Leana berangsur pucat melihat sesuatu yang ditunjuk Anya. Benda yang amat ia kenali. Sampai beberapa pekan lalu, ia masih selalu membawa-bawa benda itu di dalam tasnya. Namun, teror mimpinya membuat Leana sengaja meninggalkan benda itu di rumah.

Lantas, mengapa buku gambarnya ada di sini? Tiba-tiba terjatuh entah dari mana, membuka begitu saja di sebuah halaman penuh sketsa.

Leana tanpa sadar merapatkan dirinya ke Anya. Belum pernah ia merasa setakut ini. Teror apa pun sebelumnya, itu hanya mimpi, ia bisa bangun. Sekarang? Leana ingin percaya kalau ini mimpi, tetapi semuanya terlalu nyata.

"Ambil, Len. Simpan ke tasmu," ujar Anya pelan.

"Temenin," rengek Leana, meski jaraknya tak sampai dua meter dari tempatnya.

Anya menurut. Leana takut-takut meraih bukunya dan langsung menutupnya. Ia buka koper, lantas mengaduk-aduk isinya dan membiarkan bukunya terpendam di lapisan dasar.

"Semoga lima hari di sini aku enggak dihantui hal buruk," gumam Leana.

Anya menatapnya sangsi, meski tak berkata-kata lagi. Ia memperhatikan Leana merapikan kembali isi kopernya dan menutupnya rapat-rapat, dilanjut menimpanya dengan tas tenteng.

"Nya, aku mau tidur. Ayo baca doa bareng. Aku tahu kamu lebih pro."

Wajah Anya memucat. "Pro apa?"

"Katanya, kamu baca doa biar enggak diganggu, kan? Aku baca doa, tapi masih terganggu sama mimpi."

"A-aku enggak jamin apa-apa," kilah Anya.

Leana menarik napas. "Ya sudah, kalau begitu, biar aku lebih tenang aja, ya?"

Anya mengiakan, meski keraguan terpancar dari matanya. Ia pun ingin lepas dari sini. Sejak awal ia memang tak mau ikut. Namun, pikiran untuk menjaga Leana membuatnya nekat. Dan hari ini, ia melakukan kebodohan.

Leana cepat tertidur setelah itu. Ia masih berpakaian lengkap. Jaket hoodie, kaus panjang, rok selutut, sampai kaos kaki. Rambutnya pun masih terkucir dua.

Anya menghela napas, sedikit bertanya-tanya mengapa yang lain belum kunjung masuk kamar. Saat ia membuka pintu, suara ribut terdengar. Rupanya, mereka baru naik. Kamar yang Anya tempati memang di lantai dua.

Anya berusaha keras menghilangkan image seram yang sudah bersarang padanya bertahun-tahun, maka ia berusaha tersenyum. "Di bawah udah bubar?"

"Uh, eh, udah," jawab Eva. Tak hanya dia, semuanya pun kaget ketika Anya menyapa lebih dulu.

"Oke ... sebaiknya cepat tidur saja, ya." Anya berbalik, membiarkan pintu di belakangnya terbuka. Ia melihat Leana yang meringkuk nyaris tak berubah.

"Um ... Leana udah tidur?" bisik Eva.

Kali ini malah Anya yang kaget. "Iya? Kamu nanyain Leana?"

"Dia kelihatan enggak baik-baik aja. Aku minta tolong kamu ya, Nya, sebagai orang yang paling deket sama dia sekarang." Eva tampak memohon. "Kalau ada apa-apa, kamu yang minta obat ke anak P3K. Aku ... aku enggak bisa."

"Eva ... kamu enggak benci Leana, kan?" Anya memastikan.

Eva menggeleng. "Cuma sedikit yang kesal sama dia. Tapi, ya itu, dijulidin enggak enak. Aku ... aku enggak bisa tahan."

Anya merasa amat lega mendengarnya. Paling tidak, ia tak salah memilih kamar. Ia merasa lebih bisa berekspresi normal sekarang. Senyumnya terukir sungguhan. "Mungkin, sebaiknya, kalau Leana bangun, kamu bisa ngomong langsung? Dia sengaja menghindari orang gara-gara merasa dia enggak bakal lagi diterima."

"Aku ... aku usahakan." Eva tampak tegang. Ia melirik teman-temannya yang sejak tadi memperhatikan. Yang lain mengangguk. Tatapan tajam yang tadi terasa kini menghilang sama sekali.

Anya mengempaskan dirinya ke kasur. Ia hanya melepas jaketnya, sisanya ia memakai pakaian lengkap. Ia berharap bisa tidur tenang dan bangun normal keesokan hari. Ah, ia sudah membaca doa tadi. Anya masih mendengar sedikit percakapan sebelum kantuk menguasainya.

****

Pukul tiga.

Anya tak mau kecolongan lagi. Ia bangun dan bertekad penuh untuk salat malam. Lewat sedikit saja salat sunah rutinnya, kacau sudah seharian.

Seperti kemarin.

Kali ini, Anya berharap kekacauan yang ia anggap berasal dari dirinya kemarin bisa diselesaikan. Ia mengusap wajahnya sambil membaca doa bangun tidur.

Rutinitas yang terdengar saat religius, bukan?

Anya tak masalah ke kamar mandi sendirian. Ia hanya melarang Leana keluyuran tanpa dirinya. Anak itu aneh sejak semalam. Sedikit-sedikit linglung atau bengong. Meski begitu, ia tetap menoleh, memastikan Leana masih di sampingnya.

Anya membeku.

Leana tak ada di sana.

(Bersambung)

****
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
1833 words

Kayaknya jumlah kata per bab mulai kupanjangin, kira-kira di atas 1500 semua.

Dan ... apakah mulai kerasa horor? 🥺

Saya cuma berkiblat ke gim horor puzzle, saya jarang baca novel horor, dan saya ga sreg sama kebanyakan cerita film horor.

Btw saya bingung genrenya, maunya tetep horor tapi dari awal aku merasa dominan paranormal -- di luar fantasi.

Saya bakal tetep masukin ke genre horor, tapi aku kasih tag yang lain, dan aku tambahin di blurb kalau ini genrenya horor-paranormal-fantasi dan tentu saja seperti ciri khas cerita saya, plus religi. :)

Itu dulu aja, saya kan mau dobel update.

JKT, 10/5/21
AL. TARE

Continue Reading

You'll Also Like

48.9K 2.6K 73
Jata benar-benar kehilangan kesabaran. Setelah enam bulan menikah, Puput tetap perawan. Tentu saja, harga dirinya sebagai lelaki jatuh bagai keset ka...
1M 56.5K 106
SEDANG TAHAP REVISI seorang namja cantik dan manis yg kehidupannya sangat menyedihkan karna di jual oleh ayah nya sendiri semata mata hanya demi mend...
42.9K 5.2K 26
Ayuna adalah seorang anak pemilik salah satu brand kosmetik yang terkenal. Ayuna memanfaatkan itu dengan cara menggeluti hobinya yaitu menulis. Menul...
2M 123K 53
APA LIAT-LIAT? SINI MAMPIR! [π…πŽπ‹π‹πŽπ– 𝐃𝐔𝐋𝐔 π’π„ππ„π‹π”πŒ 𝐁𝐀𝐂𝐀!] [ NOTE. SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT] GENRE : BUCIN...