Langit Senja [SEGERA TERBIT]

By raaniifz

443K 26.9K 57.4K

[WAJIB FOLLOW DULU SEBELUM BACA!] [MASIH DALAM PROSES REVISI] Akibat mengalami kecelakaan yang menyebabkan ke... More

1. LANGIT
2. SENJA
3.SENJA BAGI REYNALD
4. ALASAN KITA BERTEMU (LAGI)
CAST
5. ALASAN KITA BERTEMU (LAGI) 2
6. MENCINTAI TANPA DICINTAI
7. SAPU TANGAN
8. SI CUEK YANG SOMBONG
9.PELAMPIASAN
10. SOSOK PENOLONG
11. GENGSI BERLEBIH
12. TERIMAKASIH, SINAR!
13. SEPATU DARI LANGIT
14. SENJA DAN PUTRI TIDURNYA
15. SEBUAH ALASAN
16. SELALU DIA
17. WELCOME HOME PAPA ARSYAD!
18. RENCANA
19. TERKUNCI BERDUA
20. KENAPA AYAH BERBEDA
21. PERASAAN
22. MENCOBA BERJUANG (1)
23. MENCOBA BERJUANG 2
24. LANGIT ITU LELAKI BAIK!
25. SALAH PAHAM
26. KEDEKATAN
27. PENGGANGGU
28. HARI BAIK
29. KECURIGAAN LANGIT
30. JEBAKAN UNTUK REYNALD
31. MURKANYA LANGIT
32. MOOD BOOSTER
33. PERMINTAAN MAAF ARKAN
34. HARGA DIRI
36. SAINGAN
37. DIA SAKIT
38. CEPAT MEMBAIK LANGIT
39. MOMEN BERHARGA
40. KEMAH BERUJUNG RESAH
41. MALAM DAN KAMU
42. TITIK TEMU
43. SEBATAS SENJA DAN DARATAN
44. SAYAP PELINDUNG
45. TITIK TERENDAH
46. PENANGKAL MIMPI
47. KEJUTAN UNTUK OLA
48. TENTANG RASA
50. PILIHAN REYNALD
51. PENGAKUAN
52. TERASA BERBEDA
53. HADIAH KECIL UNTUK GADIS MUNGIL
54. CINTA PERTAMA?
55. PULANG TERBAIK
56. SINAR BAGI LANGIT
57. KEPASTIAN
58. SURAT, MIMPI, DAN CERITA KITA YANG BELUM USAI
59. SERUPA HUJAN
60. SELAMAT BERLAYAR, KAPTEN!
61. SELAMAT ULANG TAHUN, SENJA!
62. DIA KEMBALI?
63. JATUH DAN CINTA
64. DIHADAPKAN PILIHAN
65. SEKEDAR BERTANDANG
66. UNTUK PELANGI YANG MEMBAWAMU PERGI
67. MENJAUH UNTUK MENJAGA
68. TANPA TEGUR SAPA
69. SEDIKIT MENEPI
70. PATAH DAN KALAH
71. BERITA BESAR
73. PENYESALAN
74. SELAMAT JALAN, PAPA KAPTEN!
75. SAPU TANGAN DAN ARAH JALAN PULANG
76. PERAHU KERTAS
77. PROM NIGHT
79. KEPUTUSAN SENJA
80. HUJAN DAN KEHILANGAN
81. LEMBARAN BARU
82. KUKIRA KAU RUMAH, TERNYATA HANYA SINGGAH
85. PENGHUJUNG CERITA (SELESAI)
NEW STORY
SEGERA TERBIT?

49. MELANGKAH MAJU

2.4K 217 1.9K
By raaniifz

Yok vote dulu yok sebelum baca! Jadilah pembaca yang bijak dengan menghargai karya orang lain❤

🎶Sondia - First Love

Dan sepahit-pahitnya kehidupan mulai melebur saat ku terbiasa dengan keberadaanmu yang manis.
_Langit Angkasa Perwira

****

"Lantas mengapa kamu begitu peduli?"

Skak

Pernyataan itu berhasil membuat Langit membungkam. Ia kehilangan kata-kata. Bahunya berangsur turun, digantikan dengan tatapan putus asa pada Senja. "Ka-ka-karna.... gue...."

Senja semakin mengerutkan kening. Menatap dalam manik mata cowok itu menunggu kelanjutan.

Langit berdeham sesaat. Memikirkan jawaban. Sedang Senja semakin dibuat penasaran. "Ya karena gue cemas, kenapa emangnya kalau cemas?" hardik Langit terkesan tak terima.

Kenyataan jika degupan yang terasa begitu nyata saat mereka berpelukan, keringat yang menghiasi keningnya bersamaan dengan napas yang tidak beraturan, ditambah dengan satu kata yang menggambarkan tindakan Langit yaitu 'Kecemasan' semakin membuat Senja cepat menarik senyuman. Menatap Langit berniat menggoda. "Cemas dengan aku? Wahh..."

Mungkin Langit berpikir gadis di hadapannya saat ini merasa istimewa karena perlakuannya, untuk itu ia mencoba kembali menghardik dengan berkata, "Jangan percaya diri dulu. Siapa yang bilang gue di sini buat lo?"

"Terus buat siapa? kenapa cuma nama aku yang kamu teriakin tadi? kalau kamu mau bantu yang lain, kenapa nggak sekalian masuk nerebos supermarket itu? kamu mau nolong aku tapi takut terbakar?" tanya Senja beruntun, sekaligus menahan tawa. Mendekap mulutnya dengan satu tangan.

Sialnya, itu justru terlihat menggemaskan di mata Langit. Beralih, tangan cowok itu terangkat menunjuk-nunjuk supermarket yang tak jauh darinya berdiri masih berusaha dipadami dari api.

"Gue nggak masuk karena melihat orang-orang yang udah dibawa keluar sama damkar. Saat itu gue memang bingung harus apa saking kalutnya." Langit menunduk sebelum kembali melanjutkan. "Maka dari itu gue teriakin nama lo dan syukurlah lo aman. Bukannya bersyukur malah nanya yang enggak-enggak. Emang lo mau ikut terbakar di sana dan rambut cokelat lo itu jadi gosong? apa sih yang lo pikirkan?"

Siapa lagi yang akan berhasil membuat Langit bicara sebanyak itu jika bukan Senja?. Urat-urat dilehernya bahkan sampai kelihatan selagi menepis segala kekhawatiran. "Tapi-"

Langit gelagapan."Lo masih mikir gue kesini buat lo?" potong Langit cepat. Berdecak sebal sambil membuang pandangan ke sembarang arah. "Lo liat ini baik-baik."

Padahal bukan itu yang Senja ingin tanyakan, namun belum sempat mengatakan, Langit justru sudah lebih dulu membalikkan badan lalu berjalan.
Membuat Senja mengerutkan kening bingung. Mau apa dia? pikirnya.

Langit sendiri berlari tak tentu arah. Saat seorang ibu berjalan tepat di hadapannya, langsung saja ia menahan dan bertanya, "Ibu nggak papa? ibu baik-baik aja?" Wanita itu menatap heran sebelum menggeleng sebagai jawaban.

Senja tercengang. Jadi Langit berlari hanya itu memastikan semua orang baik-baik saja, alih-alih mengatakan ia hanya mengkhawatirkan Senja.

"Bapak, bagaimana keadaannya? nggak ada yang terluka kan?" Lagi-lagi yang ditanya hanya menatap heran.

"Ibu, bagaimana keadaannya?"

"Bapak, apa masih ada yang di salam sana?"

"Nenek, baik-baik saja?"

Hingga suara Langit sudah tidak lagi terdengar, yang Senja lihat cowok itu kini memeluk seorang anak laki-laki yang baru berhasil diselamatkan. Merangkum wajahnya lalu mendekap penuh kehangatan.

Bahkan seorang damkar yang baru keluar pun ikut menerima hamburan pelukan.

Semua. Semua orang dipeluknya, hanya karena Langit tidak ingin mengaku pada Senja.

Jika semua orang menatap bingung dan heran kepadanya, Senja yang mulanya tercengang justru tertawa. Melipat kedua tangannya di dada lalu menggeleng-gelengkan kepala.

Satu yang tidak Langit sadari kali ini, bahwa ia bisa menjadi gila hanya karena Senja tidak ada dalam jangkauannya.

****

"Kemarin, salah satu teman Langit tiba-tiba cegat gue pas lagi jalan di koridor lantai satu," ungkap Binar bercerita sambil sesekali memakan cemilan di tangannya. "Siapa ya namanya...." Ia berpikir sejenak. "Lupa gue."

Lain halnya dengan Binar, Senja justru terdiam membeku di tempat. Duduk berdua di tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua. Menatap kosong ke depan tanpa memedulikan ocehan di sampingnya. Binar mengerutkan kening, kemudian mengibaskan tangannya tepat di depan wajah Senja.

"Oy! Senja, kenapa?" tanyanya bingung. Aneh sekali rasanya mendapati Senja melamun seperti seseorang yang tengah dilanda banyak pikiran.

Senja tergelak. Gadis itu menoleh lantas tersenyum kikuk. "Enggak papa. Tadi cerita apa, Binar?"

Binar menyipitkan matanya penuh selidik. "Lo ada masalah? atau ada yang ganggu lo? cerita aja. Gue siap hujat sekalipun itu Langit atau si cewek singa itu." Leona maksudnya. Binar tahu betul gadis itu senang sekali mengganggu Senja.

Baru saja Senja membuka mulutnya, namun seseorang bersurai pendek tiba-tiba datang membuatnya mengurungkan niat, beralih menatap ke depan. "Senja, bisa kita bicara?"

Binar menatap Mawar tak suka. Sedangkan Senja mengerjap beberapa saat. "Mau ngomong apalagi? mau minta maaf? telat," semprot Binar mengambil alih.

Mendapat ucapan ketus dari Binar, tak lantas membuat Mawar gentar mengajak Senja berbicara. Ia memilih mengabaikan. Masih dalam posisi yang sama, menatap dalam manik mata Senja. "Ayo kita bicara, sekali ini aja. Empat mata."

Tawaran Mawar barusan sukses membuat Senja mengangguk dua kali. Padahal sebelumnya ia berpikir jika Mawar mempunyai maksud lain tak jauh berbeda dengan Leona. Namun entah mengapa gadis itu kali ini terasa berbeda.

Usai meyakinkan Binar bahwa ia akan baik-baik saja, Senja pun beranjak melangkah sejajar dengan Mawar mengikuti gadis itu yang ternyata membawanya ke taman belakang sekolah.

Duduk di kursi panjang dengan suasana sepi yang menyelimuti. Senja menarik napas sejenak sebelum menoleh menatap Mawar. "Ada apa?"tanyanya.

Mawar menoleh hingga tatapan keduanya bertemu. Ada hal lain yang Senja temukan di mata kecil miliknya itu. Berupa tatapan teduh. Namun bukan itu yang menjadi alasannya Senja kebingungan, melainkan Mawar yang tiba-tiba menghamburkan pelukan.

Senja terkesiap.

"Maafin aku Senja... aku memang bukan gadis baik. Aku hanya selalu menghalalkan berbagai cara agar Rey mau menatap aku sebagai orang yang istimewa baginya," lirih Mawar menopang dagunya pada bahu Senja.

Sedangkan Senja sendiri bingung ingin mengatakan apa. Gadis itu hanya bisa mengangkat tangannya, menepuk-nepuk punggung Mawar seraya menunggu ucapan selanjutnya.

"Aku hanya terpengaruh ucapan Leona saat itu. Aku nggak bisa berpikir jernih karena aku selalu cemburu." Kali ini bukan hanya lirihan saja, melainkan isakan yang terdengar begitu pilu dari mulutnya.

Mawar menarik diri, beralih menatap Senja dengan tatapan sendu. "Aku menyesal Senja. Maafin aku.... Tapi satu hal yang harus kamu tau, aku hanya sedang jatuh cinta. Tapi caraku memang selalu salah. Itulah alasan mengapa Reynald nggak pernah bisa mencintai aku."

Melihat Mawar kini menunduk dalam, membuat Senja menarik senyum kecil. Terdengar begitu tulus memang sampai di telinganya, padahal mendengar Mawar merubah panggilan dengan 'Aku, kamu' saja sudah membuat Senja begitu terhenyak.

"Aku maafkan. Walaupun aku tetap merasa kecewa. Aku selalu menganggap kamu gadis yang baik Mawar, itulah sebabnya aku ingin kamu yang menjadi pacar Reynald, bukan yang lain."

"Sepertinya dia tidak menyukai aku, sebanyak rasa sukaku padanya. aku merasa hanya aku yang mencintainya sedangkan ia tidak. aku juga merasa selama ini hanya aku sendirian yang berusaha mempertahankannya. Dan bodohnya aku baru menyadari hal itu ketika aku sudah mulai lelah."

"Ada pepatah mengatakan, berhenti berusaha terlalu keras untuk seseorang yang benar-benar bisa menjalani harinya tanpa kehadiranmu. secara mental ini sangat tidak sehat, secara fisik ini juga melelahkan." lanjut Mawar seraya mengulas senyum getir.

Senja semakin melebarkan senyuman. Menepuk pelan bahu Mawar lalu berkata, "Kamu cantik Mawar, kamu baik, kamu juga setia ketika sudah cinta. Jadi Reynald bukan satu-satunya laki-laki yang bisa membuat kamu jatuh cinta. Ada banyak laki-laki yang menunggu kamu di luaran sana. Jangan menggantungkan harapan terus-menerus pada seseorang yang nyatanya nggak bisa bikin kamu bahagia."

Perlahan Mawar mengangkat pandangan. Menatap Senja, kemudian mengulas senyum penuh kekaguman. "Kenapa kamu bisa sebaik ini Senja? padahal aku udah jahat bekerjasama dengan Leona untuk menjebak kamu." Mawar menunduk penuh penyesalan.

Senja menghela napas sejenak. "Kalau kamu jahat memangnya aku juga harus jahat? buat apa aku harus susah-susah membalas perbuatan seseorang kalau ternyata kamu pun bisa semenyesal ini."

Setelah mendengar penuturan Senja, Mawar baru menyadari satu hal yang selama ini selalu menutupi sikap baiknya. Yang mampu membuatnya berkata seperti ini, "Sekarang aku tau kenapa semua orang senang sekali dekat dengan kamu, Senja. Kamu baik dan tulus. Jauh berbeda dengan sikapku. Mungkin itu yang membuat Reynald akhirnya menjauh dari aku dan memilih berada terus di samping kamu."

"Jangan berpikir begitu Mawar. Jangan juga memandang Rey sebagai seseorang yang selalu membenci kamu." Senja menggeleng pelan. "Dia nggak begitu, mungkin dia hanya belum yakin sama perasaannya. Ditambah kedua orangtuanya yang menjodohkan kamu sama dia secara tiba-tiba. Dia mencoba menerima ko, cuma semuanya butuh proses aja."

Namun Mawar menggelengkan kepala. Meyakinkan Senja bahwa bukan hanya itu yang menjadi alasan utamanya. "Dia suka kamu Senja. Sekeras apapun aku berusaha, jika hatinya memang buat sahabat kecilnya aku bisa apa?" tanya Mawar lagi-lagi tersenyum hambar.

Ucapan Mawar sukses membuat Senja
tak berkutik. Ia kehilangan kata-kata. Entah mengapa perkataan Mawar tadi begitu sulit dicerna. Rey? Reynald sahabat kecilnya menyukai Senja? astaga sulit dipercaya.

"Seharusnya aku menyadari dari awal. Tapi sayangnya aku terlalu buta dan takut akan hal itu." Ucapan Mawar kembali memecah lamunan Senja. Sedangkan gadis itu membasahi bibirnya sendiri. "Tapi nggak papa. Aku nggak akan lagi nyiksa Reynald dengan perasaanku sendiri. Aku akan menyerah, Senja."

Terdengar lemah namun Senja tahu Mawar gadis yang kuat. Jadi yang hanya bisa Senja lakukan saat ini hanyalah mengangguk seraya menyunggingkan senyum untuknya.

"Jika bukan Reynald, mungkin akan ada seseorang yang lebih bisa mengerti kamu. Yang paham apa maumu. Jika dia terlalu menyakitkan buat kamu dan meninggalkan kamu lebih dulu, jangan menangisinya, Mawar. Kamu hanya kehilangan seseorang yang nggak benar-benar mencintai kamu. Tapi, dia kehilangan seseorang yang tulus mencintainya."

Penuturan dari Senja rasanya cukup membuat Mawar semakin mengerti, bahwa ia harus belajar lebih lagi dalam hal mencintai. Perlahan ia menganggukan kepala. Memandang Senja begitu yakin. "Aku nggak akan lagi memaksa dia mengikuti perjodohan orang tua kami. Aku akan meminta papa untuk terus bekerjasama dengan papi Reynald tanpa melibatkan perasaan kami juga."

"Iya, Mawar. Semoga setelah ini, kamu bahagia selalu ya."

"Iya, Senja," jawabnya mengangguk antusias. Sementara badannya tiba-tiba mendekat ke arah Senja. Berujar tepat di telinganya. "Tapi kita masih bisa berteman kan?"

Senja menoleh. Senyumannya melebar sempurna. "Iya dong."

Mawar lega. Pada akhirnya ternyata gadis yang selalu ingin ia buat celaka bisa memaafkannya dengan begitu mudah. Ia terkekeh diikuti Senja. Keduanya menatap ke depan. Memandang halaman taman, untuk pertama kalinya disertai dengan senyuman.

Bukan salah keadaan, tapi harapan. Harapan yang pada akhirnya membuatmu seolah memaksakan. Mau jutaan tahun mencoba memantaskan, jika hatinya bukan untukmu maka dia akan terus menghilang.

Karena kenyataannya dia tidak cinta, dan kesalahanmu adalah terus mendiami luka. Jika terus seperti itu, yang harus kamu lakukan hanya dua. Hilang dan lupakan rasa padanya.

****

Ada sesuatu yang membuat hati Senja menghangat siang ini. Entah apa itu, yang jelas setelah berbaikan dengan Mawar ia benar-benar merasa lega. Mungkin itu yang menjadi alasan mengapa bibirnya tak henti menyunggingkan senyum sepanjang perjalanannya di koridor sekolah.

"Jangan kebanyakan senyum, nanti disangka orang gila." Sindiran bernada datar itu menghentikan langkahnya. Menoleh ke belakang mendapati seorang cowok berdiri menjulang dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.

Senja semakin melebarkan senyum saat netra keduanya bertemu. Memundurkan langkahnya perlahan mencoba mengimbangi. Namun bukan berjalan bersisian yang ia dapatkan, melainkan cowok itu justru berjalan lebih dulu di depan.

Senja cemberut, untuk selanjutnya bergegas menyusul. "Tapi kan senyum itu ibadah."

"Apa nggak akan kering tuh bibir?"

"Daripada datar terus kayak kamu."

Sontak Langit mengentikan langkah. Melirik sinis Senja yang kini hanya terkekeh sambil mengacungkan dua jarinya membentuk tanda 'Peace'
"Udah bisa ngebalikkin ya sekarang?"

Gadis itu cengengesan membuat Langit kembali meluruskan pandangan bersamaan dengan langkahnya yang kembali berjalan. "Kamu habis darimana, Langit?"

"Perpus. Lo darimana?" Pertanyaan itu membuat Senja menoleh cepat. Untuk pertama kalinya Langit bertanya perihal dirinya. Membuat Senja mengerjapkan mata beberapa saat. Terkesan berlebihan namun begitulah yang ia rasakan.

"Taman belakang, ketemu Mawar," jawabnya enteng. "Lo seneng banget berurusan sama tuh orang. Kalau dibentak-bentak lagi emangnya tahan buat nggak nangis?"

"Kamu pikir dia apa yang kalau aku temuin bakal bikin aku nangis? malaikat maut?"

Langit berdecak. Beruntunglah saat ini mereka tengah berada diantara orang yang berlalu lalang. Jika tidak sudah dipastikan tangan Langit akan terangkat menyentil mulut gadis itu.

"Lo kan selalu begitu kalau ketemu cewek rambut pendek itu. Entah udah keberapa kalinya sapu tangan gue jadi korban air mata lo karena dia."

Langit mungkin mengatakan dengan nada biasa. Namun entah mengapa itu justru membuat Senja membulatkan kedua bola matanya. Tidak terima. "Udah beberapa kali kamu bilang? padahal baru sekal-"

"For your information, gue nggak suka sama cewek menye-menye, nanti kalau diapa-apain lagi aduin aja."

Senja sudah membuka mulutnya hendak bicara sebelum perkataan Langit barusan membuatnya mengatupkan mulut. Menahan senyuman.

"Gue kan udah bilang dari awal, kalau ada yang ganggu lo itu lawan. Kalau lo salah diam tapi jika lo nggak salah maka jangan mengalah," lanjut Langit. Terdengar seperti seorang ibu yang menasehati anaknya.

Namun sayang, perkataannya itu tak diserap baik oleh otak Senja. Gadis itu justru meletakkan dua jari telunjuknya di samping pelipis, nampak berpikir keras.
"Aku nggak begitu paham sama yang kamu maksudkan. Kedengaran sesat tapi kalau yang seperti Marvel mana bisa aku lawan?"

Helaan napas terdengar menyiratkan betapa tahannya Langit menahan kesabaran. "Bukan seperti itu maksud gue, Sinar."

Jika sudah disebut begitu, tiada alasan untuk Senja mengangguk seraya mengulas senyuman. "Iya, Langit. Tapi kali ini bukan masalah Reynald yang membuat aku sama Mawar kembali bicara." Langit sedikit menunduk menatap gadis mungil yang kini berjalan tepat di sampingnya. "Terus apa?"

"Aku dan dia berbaikan. Dia minta maaf untuk sikapnya selama ini sama aku. Apalagi tentang kejadian kemarin-kemarin waktu dia sama Leona bekerjasama, dia menyesalinya."

"Terus?," tanya Langit semakin tertarik.

"Aku terima maafnya lah. Dia juga nggak akan memaksa perasaan Reynald lagi sekarang. Intinya, kita kembali menjadi teman."

Lain halnya dengan Senja yang terlihat begitu senang, Langit justru termenung. Menautkan kedua alisnya seraya terus berpikir di sepanjang jalan. Jujur saja, penuturan Senja barusan justru membuat hatinya tak tenang.

"Pulang sekolah gue ke panti. Lo mau ikut?" ajak Langit tanpa melihat lawan bicaranya.

Mendengar hal itu, Senja lantas mengangguk penuh antusias. Mendongak memandangi Langit dari samping yang sibuk berkelana dengan pikirannya sendiri.

****

Tiada hal yang lebih berarti kecuali menikmati canda dan tawa. Pun dengan setiap orang yang punya cara tersendiri untuk bahagia. Tapi oleh Senja, Langit mengartikannya lewat pandangan yang berbeda, bahwa bahagia justru datang dari hal-hal sederhana.

Sesederhana kemauannya mengajak beberapa anak panti bermain dengan saling menggenggam tangan satu sama lain, melingkari seorang anak laki-laki yang telah ditutup matanya oleh sehelai kain.

"Lingkaran besar, lingkaran besar, ling...karan besar...." nyanyi mereka bersama. Membentuk lingkaran sebelum akhirnya berpencar, kemudian anak laki-laki itu ditugaskan mencari.

Semuanya nampak hening. Ada yang diam-diam melangkah melewati Atta _si anak yang tengah berjaga_ dengan sengaja, berlari sejauh mungkin untuk menghindar, atau hanya berjongkok lalu terkikik sambil menutup kedua matanya seperti Allura. Macam-macam memang.

Langit kali ini tidak ikut andil, setelah mengabadikan momen mereka lewat kamera yang ia bawa, cowok itu sekarang tengah memperbaiki pagar panti yang sedikit rusak ulah Vian yang kala itu tak sengaja menabraknya dengan sepeda besar.

Meski begitu, matanya senantiasa melirik para anak-anak termasuk Senja yang sedang asyik bermain. Sampai pada saat kepalanya kembali menatap lurus pada pagar, seorang gadis mungil yang tengah berjongkok berhasil membuatnya terkesiap.

Senja dengan tingkah polosnya, menempelkan satu jari di bibir. "Shuuut...." Sedangkan Langit terkekeh. "Lo ngapain di situ?" tanyanya tak habis pikir.

"Nyumput lah, apalagi?" ujar Senja berbisik dengan mata yang terus menilik ke depan.

"Emang nggak bisa di sana aja? itu bocah udah ditutup matanya yakali nyampe kesini. Dasar nggak jelas."

"Itu Atta kak Senja di dekat pagar Atta! ayo lurus aja ke depan, Atta!" seru salah satu anak dengan kekehanya.

Senja berdecak pelan. Mengacungkan jempolnya yang sengaja diterbalikkan sambil berkata tanpa suara. "Curang, payah ah."

Langit yang sejak tadi memperhatikannya menggeleng tidak percaya. Namun sudut bibirnya tetap berkedut. Ia rasa gadis itu memang anak TK yang terjerat di dalam tubuh anak SMA.

Atta, yang telah mendapat petunjuk tentu saja tidak menyia-nyiakannya. Anak itu terus melangkah dengan senyuman lebarnya. Ketika langkah kecilnya membawa lurus pada Senja, entah mendapat pikiran darimana Langit tiba-tiba saja berjongkok di hadapannya. Melindungi Senja.

Atta meremas baju hingga kepala Langit yang ia pikir adalah Senja. Memanyunkan bibirnya saat ia menyadari ada yang berbeda. "Ini mah bukan kak Senja..."

Langit menerima segala perlakuan menyebalkan Atta termasuk menjambak rambutnya tadi. Salahnya memang ada pada Senja karena gadis itu bukannya berlari namun justru terdiam berjongkok sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dan entah bagaimana ceritanya justru amat menggemaskan di mata Langit.

Setelah mendengar desahan kecewa Atta, perlahan tangan Senja turun dari wajahnya. Napasnya tertahan saat mendapati Langit dengan jarak sedekat ini. Ia terkesiap. Refleks menumpukkan menumpukkan kedua tangannya di dada bidang Langit.

"Ups!-" ceplos salah satu anak menutup mulutnya

Melihat hal itu sontak membuat para anak-anak membelalak sempurna sambil menutup mulutnya yang terbuka. Termasuk Atta yang segera membuka kain di matanya. "ETCIEEEE.... CIEEE....!!"

Langit masih menatapnya tanpa ekspresi. Menikmati wajah Senja yang merah merona. Hingga hembusan napas hangat Langit menerpa kulitnya, yang bisa Senja lakukan hanya mengigit bibir bawahnya.

"Ekhem-ekhem! kalau mau pacaran jangan di sini ya kakak-kakak. Banyak anak-anak soalnya."

Hingga seruan itu tiba-tiba menyapa, membuat keduanya spontan terlonjak kaget. Langit segera menarik diri, sedangkan Senja mengatur deru napasnya yang memburu.

Bu Anna berdecak sambil berkacak pinggang persis seorang ibu yang memergoki anak dengan kekasihnya. Namun jika tidak salah melihat, masih ada senyuman geli di sudut bibirnya.

Tersenyum kikuk, Langit sesaat membungkukkan badan meminta maaf diikuti Senja.

Beberapa menit berlalu, setelah puas bermain keduanya duduk di kursi tepi taman sambil meneguk botol air mineral.

"Bagaimana hubungan lo sama Rey?" lontar Langit tiba-tiba. Membuat Senja mengerutkan kening lalu menatapnya.
"Seperti biasanya. Nggak ada yang aneh."

"Apa lo nggak merasa dengan kandasnya hubungan dia dengan Mawar membuat Rey juga bisa dengan mudah mendekati lo?"

Senja tau ke arah mana pembicaraan ini akan berlanjut. "Kita hanya berteman, Langit. Nggak lebih. Kenapa semua orang beranggapan kalau aku dengan Rey mempunyai kedekatan khusus? aku capek jawabnya."

Langit menggeleng tegas. "Nggak ada laki-laki yang hanya ingin sebatas teman dengan perempuan yang mempesona. Teman lo itu, suka sama lo. Dia sangat suka. Mengganggap gadis seperti lo hanya sebagai teman, adalah hal yang sangat sulit dilakukan untuk seorang laki-laki. Teman lo itu berbohong, karena nyatanya dia begitu peduli. Atau dia berpikir begitu, supaya gak kehilangan lo."

Sepanjang itu Langit menjelaskan, sesulit itu juga untuk Senja mengerti. Hingga Langit mencoba mendekat, memangkas jarak diantara keduanya. Barulah Senja mencoba memahami.

"Gue butuh kejelasan, Sinar Senja. Jika memang Reynald nggak memiliki rasa, maka biarkan gue maju selangkah darinya," ujar Langit rendah. Tangannya terangkat menyelipkan anak rambut Senja ke belakang telinga.

Gadis itu meneguk salivanya. Lagi-lagi Langit membuatnya segugup ini dengan terus mendekati wajahnya. Bak terhipnotis dengan kata-katanya, Senja hanya bisa mengangguk pelan. Memandang wajah tampan itu yang membuatnya terus bergeming.

"Ikut gue habis ini, kita buktikan langsung."

****

Maksud Langit meminta mengikutinya itu ternyata membawa Senja ke depan gerbang rumahnya. Menghela napas pelan, Senja kembali memandang Langit yang kini masih terduduk di motor.
"Langit, kita ngapain sih?" tanya Senja yang mulai lelah berdiri.

"Tunggu aja," pintanya sekali lagi. Langit tentu tidak lupa mengingat betapa bodohnya ia kemarin karena tak mau mengakui. Untuk itu ia mencoba memahami kondisi, sebelum akhirnya melangkah ke depan membawa perasaannya sendiri.

"Senja!" seru seseorang menyapanya dari arah belakang. "Mawar?" panggil Senja tidak percaya lalu mengulas senyum.

Netra Mawar tak sengaja menatap seorang cowok yang masih berada di motornya. Ia tersenyum simpul, menyapa Langit dengan berkata, "Hai." Cowok itu mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Kamu mau ngapain, Mawar?"

"Aku bawakan sesuatu untuk maminya, Rey. Mama bilang nggak papa hubunganku dan Rey akan kemana nantinya, asal hubungan keluarga kami masih terjaga," ujar Mawar menunjukkan beberapa jinjingan di tangannya.

Senja mengangguk-anggukan kepala. "Kalau gitu aku pamit dulu ya, Langit, Senja." pamitnya begitu ramah. Keduanya mengangguk penuh senyuman.

Tak berselang lama, motor Reynald tiba di pekarangan rumahnya. Membuat Mawar tersenyum hangat. Sehangat perasaannya yang terbilang masih sama untuk Reynaldnya.

Bertepatan dengan itu, Langit segera menjalankan aksi. Cowok itu beranjak dari motornya lantas menghampiri Senja yang masih berdiri. "Aku pulang dulu ya, sayang." Tiba-tiba saja Langit berbicara begitu membuat Senja cukup tercengang.

Melangkah maju lebih dekat, merapatkan tubuhnya pada Senja lalu merangkum kedua sisi wajah Senja. Langit lalu memiringkan wajahnya dengan pandangan yang terpaku pada bibir gadis itu.

Reynald tidak mungkin salah lihat jika cowok brengsek itu hendak mencium Senjanya. Apalagi setelah membuka helm full face nya, Reynald tak henti membulatkan bola mata.

"LANGIIIIIIIITT!!"

Mawar ikut terlonjak mendengarnya. Belum sampai pada Reynald, langkahnya terhenti bersamaan dengan kepalanya yang menoleh ke belakang pada Langit dan Senja yang hendak bercumbu, lalu beralih menatap Reynald yang mengepalkan tangan sambil melangkah maju.

Senja seketika terlonjak kaget akan pekikan Reynald. Kedua tangannya mendorong bahu Langit menjauh, namun nyatanya sia-sia saat cowok itu mulai menempelkan bibir keduanya.

Bugh

Rasanya belum ada dua detik Langit mencium Senja, namun bogeman mentah sudah lebih dulu dilayangkan padanya. Cowok itu tersungkur di aspal, kemudian menyeka darah di sudut bibirnya.

"BRENGSEK LO BANGSAT! LO MAU APAIN SENJA HAH?!" dengan emosi yang meluap-luap Reynald kembali berteriak kasar. Menendang kaki Langit tanpa belas kasihan.

Alih-alih membalas karena tidak terima, Langit justru mengulas senyum miring. "Memangnya Senja siapa bagi lo?"

Mawar berlari menghampiri ketiganya. Memandang Reynald penuh harap. Meneguk salivanya seolah belum siap.

"Gue dan Senja baru aja jadian, lantas kenapa lo segitu nggak terimanya?" tanya Langit berat. Meringis menyentuh luka sobeknya di sudut bibir.

Reynald diam mematung. Kepalan tangannya mengendur, bersamaaan dengan kepalanya yang tertunduk juga langkahnya yang kian memundur.
"Gu-gue...."

"Jawab Rey! kenapa kamu? cemburu?" desak Mawar mengguncang lengan Reynald.

"Jangan mengelak, Rey. Kita udah kenal lama, bahkan belasan tahun. Rasa-rasanya perlakuan kamu sama Senja selama ini seperti mendeskripsikan perasaan kamu untukku. Hanya saja aku baru menyadarinya," ujar Senja.

Ternyata penuturan lembut dari Senja membuat Reynald melemah. Meruntuhkan pendiriannya detik itu juga. Menarik napas panjang-panjang sebelum berkata, "Ya. Aku suka kamu Senja."

Langit menjatuhkan kepalanya ke belakang, mengusap wajahnya kasar. Sudah ia duga. Sedangkan Mawar, jangan ditanya seberapa hancurnya ia. Setelah mendengar itu, ia berlari sekencang-kencangnya membawa segala rasa kecewa.

"Aku cinta, dan aku sayang kamu, Senja."

****

Lah ini gimana malah Rey dulu yang mengaku:v mohon maaf ya tim Langit Senja malah keduluan jhaha

Alhamdulillah Mawar (kang boraks) udah tobat, tapi entahlah setelah ini gimana.

Jangan lupa vote ya, enak aja mau baca doang mwehehe

See you❤

raaniifz

Continue Reading

You'll Also Like

14K 1.2K 16
Singkat saja, ini kisah Sekara Lavanesa, gadis cerewet yang membenci kucing dan Alvano Anjaskara, ketua geng motor Bruiser yang mempunyai banyak luka...
1.6K 186 11
Kamuflase = Menyamar Seperti yang dilakukan Ares Ganendra, dia dengan mudahnya menyamar sebagai remaja SMA disaat umurnya sudah menginjak 25 tahun. J...
526 117 13
Tentang gadis yang menjadi benalu di keluarganya. Tentang luka, tentang rindu, kasih sayang dan perjuaangan. Tujuh belas tahun telah dilewati dengan...
802 585 12
hanya tentang aku, kamu, dan sekolah. Ditempat pertama menemukanmu, ditempat pertama mengenalmu, ditempat itu jugalah diri ini langsung menaruh hati...