My Chiko

By bintang_disana

121K 13.4K 1K

Naksir cewek ✓ Langsung tunangan ✓ Cinta tak bertepuk sebelah tangan ✓ Sesimpel itu kisah cinta seorang Chiko... More

1. Sarung
2. Tendangan maut
3. Tanggung jawab
4. Penantian
5. Berkunjung
6. Chatting
7. Bubur ayam
8. Hero
9. Beruntung
10. Syukuran
11. Jemputan
12. Rumah kosong
13. Perjodohan
14. Bubur ayam 2
15. Calon makmum
16. Terkunci
17. Calon Menantu
18. Buronan
19. Malam minggu
20. Berdering
21. Lupa daratan
22. Tugas
23. Polisi
24. Berdering 2
25. Teraniaya
27. Tantangan untuk Chiko 2
28. Cerita di UKS
29. Rumah kosong 2
30. Riwayat panggilan
31. Hilang
32. Apa kabar, Kak Chiko?
33. Bu Marni
34. Akhir penantian
35. Tembok laknat
36. Buronan 2
37. Chiko vs Bella
38. Ziarah
39. Calon agen rahasia
40. B'day Sesil
41. Buntut
42. Tiga Elang
43. Vano
44. Pyar!
45. Isi hati dua sejoli
46. Rencana yang gagal
47. Rumah sakit
48. Lima tahun yang lalu
49. Boneka
Dari Author

26. Tantangan untuk Chiko

1.3K 235 23
By bintang_disana

 
*****

Sesil menghela napas kasar menatap ponselnya yang diputus sepihak oleh Chiko.

Cowok itu tak memberinya waktu untuk bicara.

Padahal dia hanya mau bilang kalau berdera marching bandnya tidak ketemu tidak perlu dicari, soalnya sekolahan masih memiliki cadangan bendera seperti itu.

“Gimana Sil?” tanya Anya.

Gadis itu mendapatkan peran menjadi Princess, sebagai salah satu perwakilan di ekstra kurikuler tata busana. Sangat cantik, belum lagi perawakan Anya yang bak super model membuat kesan sempurna melekat di sana.

Sedangkan Sesil kini sudah siap dengan menggunakan seragam marching band, menenteng topi dengan satu bulu berwarna biru dan berdera cadangan yang diambilnya dari ruangan penyimpanan alat-alat marching band.

“Kak Chiko ngeyel tetep mau ke sini kembaliin berderanya,” tukas Sesil.

“Ya udah deh biarin aja. Lagian bukannya tuh cowok juga harus ikut serta dalam pawai. Mau bolos jadinya gak jadi kan gara-gara harus kembaliin bendera lo,” kata Anya yang membuat Sesil terkekeh lalu mengangguk setuju.

Mereka berdua berjalan menuju pinggiran taman lalu duduk di sana. Manik mata kedua gadis itu menelusuri ke sepenjuru lapangan, menatap kesibukan yang terjadi di sana.

Bahkan Bella sampai sekarang belum kelihatan. Gadis itu bertugas sebagai panitia yang mengatur segalanya, jadi dia nanti tidak akan ada pada barisan pawai.

“Eh ngomong-ngomong kemarin lo ditanyai Pak Polisi apa aja?” tanya Anya mengalihkan topik.

Sesil mengangkat sebelah alisnya, “Gak ditanyai apa-apa tuh. Dia anter gue sampai depan Apartemen terus gue bilang terima kasih dan dia cuman mengangguk aja.”

“Gue sama Bella ditanyai banyak hal dong.”

Sesil mengubah posisi duduknya menjadi miring menghadap Anya, “Ditanyai apa aja?”

Anya menatap ke langit, mengingat pertanyaan apa saja yang dilontarkan polisi pada waktu itu, “Dia tanya aku sama Bella tinggal di mana, nama orang tua kami siapa, terus ... Dia juga tanya tentang lo.”

“Oleh sebab itu gue tanya sama lo, ditanyai apa sama Pak Polisi? Kok dia malah tanya sama gue dan Bella.”

Sesil menghela napas, “Seperti yang gue bilang tadi gue gak ditanyai apa-apa sama Pak Polisi.” Gadis itu memegang lutut Anya, “Emang Pak Polisi tanya apa tentang gue?”

“Tanya nama orang tua lo siapa,” jawab Anya.

“Terus lo jawab apa?”

“Gue jawab aja kalau orang tua kita itu sama karena kita saudaraan.” Anya mengangkat kedua bahunya santai.

“Lo bilang kalau orang tua gue itu Tante Maricha dan Om Adi Wijaya?” tanya Sesil yang langsung mendapatkan anggukan dari Anya.

Sesil terdiam. Dia tersenyum namun senyumannya kali ini terlihat getir. Entah sampai kapan identitas orang tuanya dirahasiakan. Sesil sangat ingin memperkenalkan diri sebagai anak dari orang tua kandungnya, tapi sayang Om dan Tantenya tidak pernah memperbolehkannya.

Jangankan memperkenalkan diri sebagai anak dari orang tua kandungnya, menengok makam Mamanya saja Sesil tidak pernah diizinkan. Padahal itu adalah cara mengabdi seorang anak pada orang tua yang sudah meninggal.

“Lo tau kan Sil kalau ini yang terbaik,” kata Anya saat mengetahui perubahan raut wajah gadis di sampingnya.

Sesil menghela napas lalu mengangguk mengiyakan.

Kondisi menjadi hening. Anya yang suka nyerocos berubah jadi pendiam. Dia sadar diri telah menyentil perasaan Sesil tadi, membuat gadis yang biasanya ceria itu jadi murung akibat ucapannya.

“Yuhu! Calon makmum.”

Sepasang kaki berdiri tepat di depan Sesil dan Anya. Napas Chiko tersengal seperti habis di kejar anjing, lebih anehnya lagi cowok itu menggunakan kostum yang cukup unik. Dia memakai daster emak-emak.

*****

Chiko berjalan melewati gang sempit sambil membawa bendera marching band milik Sesil.

Sepanjang perjalanan hanya gerutuan yang terdengar. Dia cukup kesal dengan keapesan yang terjadi berturut-turut di hari ini.

Dari Tito yang tidak mau meminjamkannya motor untuk mengantar Sesil sekolah, jatuh tersandung papan catur, dilempari Bagas pakai anak catur, ditendang Tito cukup keras, dan yang baru saja terjadi dia masuk rumah sendiri layaknya maling.

Baru satu hari Chiko tidak pulang karena tertidur di Apartemen Sesil, orang tuanya sudah pergi saja meninggalkannya. Rumah sepi dan terkunci, belum lagi Dev abangnya pergi ke luar kota bersama teman-temannya sejak tiga hari yang lalu.

Tidak ada konfirmasi apa pun yang Chiko dapat dari kedua orang tuanya, bahkan mereka juga tidak meninggalkan kunci cadangan untuk dia. Apakah mereka lupa kalau memiliki seorang anak?

Dia sampai harus memanjat pagar rumahnya sendiri, menyongkel pintu balkon kamarnya dan berkeliling rumah mencari bendera Sesil yang disimpan Bundanya.

Setelah ketemu Chiko langsung keluar dari rumah, mengingat Sesil pasti sudah menunggunya di sekolahan.

Namun sesampainya di gerbang depan rumah cowok itu baru sadar kalau dompetnya tertinggal di dalam kamar. Mau kembali masuk rumah rasanya malas, mengingat betapa susahnya masuk ke dalam tadi.

Akhirnya cowok itu memutuskan untuk jalan kaki saja. Tidak lucu juga kalau dia ngutang pada ojek online.

Minta bantuan teman-temannya? Jangan harap, Tito sudah mengompori mereka semua agar tidak mengasihani Chiko, karena cowok itu dikasih hati malah minta jantung.

“Habis ini ke arah mana ya?” Chiko menggaruk kepalanya yang tidak gatal menatap jalanan bercabang di depannya.

Chiko memang mengambil jalan pintas agar cepat sampai di sekolah. Ini adalah pemukiman padat penduduk, di mana jalannya berlenggak-lenggok dan penuh cabang.

Dulu sewaktu kecil Chiko sering main ke daerah itu karena dia punya teman SD di sana.

Tapi untuk sekarang jangan di tanya. Otaknya sudah penuh dengan rumus-rumus jadi wajar hal sepele seperti jalan setapak tidak bisa dirinya tampung.

“Pakai google maps bisa kali ya.” Cowok itu mengambil ponsel dari saku celananya lalu masuk ke dalam aplikasi maps.

Perjalanan aman terkendali, maps yang dipakainya menunjukkan jalan dengan benar. Bahkan liku-liku jalan dalam gambar sama persis dengan jalan sempit yang dilaluinya.

‘Belok kiri.’

Chiko menoleh ke kiri, “Mana jalannya woi!” Cowok itu meraba tembok di sampingnya.

Sepertinya Chiko salah menganggap maps sebagai petunjuk arah yang benar. Nyatanya ketika pengisi suara itu berucap belok kiri tidak ada jalan di sebelah kirinya. Atau jalannya memang sengaja di tembok oleh salah satu warga di sana?

Google maps sialan!” Chiko mengeluarkan diri dari aplikasi tersebut.

Cowok itu kembali berjalan, untuk kali ini dia menggunakan kata hati. Walaupun perkampungan tersebut sudah mirip seperti labirin tapi masih ada banyak manusia yang bisa ditanyainya untuk menemukan jalan keluar.

“Nah tanya Bapak itu aja deh.” Chiko tersenyum lebar melihat seorang pria paruh baya yang tengah berbicara pada seekor burung dalam sangkar.

“Misi Pak, mau tanya.”

Bapak berkumis tebal itu menoleh, “Iya, silakan. Mau tanya apa?”

“Bapak tau jalan pintas menuju SMA Tunas Bangsa?”

“Oh SMA itu. Nih jalannya—“

“Mampus!” Mata Chiko membulat saat mendapati sekumpulan orang yang sedang nongkrong tidak jauh dari Bapak itu berdiri. Mereka adalah anak buah dari musuh Ayahnya.

“Eeeh... Mau dibantu malah doain orang tua mampus. Anak muda kurang ajar!”

“Bu—bukan gitu Pak.” Cowok itu menggeleng keras. “Makasih buat petunjuknya Pak, saya udah paham. Pergi dulu ya, dah!”

“Hai! Saya belum nerangin apa-apa tadi!” teriak Bapak itu.

Pria paruh baya itu menatap punggung Chiko yang berangsur menjauh, dia tampak terburu-buru. Mungkin karena sudah terlambat sekolah. Tapi kalau dia mau sekolah kenapa tidak memakai seragam sekolah?

“Woi! Berhenti lo!” Sekumpulan laki-laki berlari melewati bapak itu, membuat pria paruh baya itu tambah dibuat bingung.

Chiko berlari tak tentu arah sambil membawa bendera marching band milik Sesil yang berkibar.

Dia belum siap ada di posisi ini, sebelumnya dia tidak pernah melakukan perkelahian satu lawan sepuluh. Jikalau perbandingannya banyak dia masih mendapatkan bantuan dari keempat sahabatnya.

“Bangsat!” Umpatan demi umpatan terdengar di belakang sana.

Yakinlah yang mengumpat bukan hanya mereka, Chiko pun juga mengumpat tapi dalam hati sedangkan pikirannya berkelana mencari jalan keluar.

Dengan tiba-tiba Chiko berjongkok dan menidurkan bendera yang dipegangnya, membuat orang-orang yang berusaha mengejarnya malah berlalu melewatinya karena tidak mampu mengerem tubuh masing-masing.

Melihat hal itu Chiko lekas kembali berdiri lalu berlari ke jalan lain. Dia menaiki tangga salah satu rumah warga menuju rooftop di sana.

“Sial!” Chiko mengumpat saat menyadari terperangkap di tempat yang salah.

Kepalanya menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat. Chiko mempersiapkan diri untuk melawan, tidak ada gunanya lagi menghindar. Kalau dirinya menghindar mereka akan menganggapnya remeh.

“Hahaha...!” Seorang lelaki tertawa saat melihat Chiko sudah tak memiliki akses untuk keluar.

“Gue bakal buat lo mati bocah ingusan! Lo udah buat sanderaan gue lepas, maka gue juga akan buat nyawa lo lepas dari tubuh.”

“Coba aja kalau bisa,” tantang Chiko.

Pria itu mengepalkan tangannya erat, “Keparat!”

Dia berlari mendekat ke arah Chiko untuk memberikan pelajaran. Baru kali ini ada bocah yang berani berurusan dengannya, lihat saja dia akan menunjukkan pada bocah itu siapa orang yang dihadapinya sekarang.

 Pria itu memberi satu bogeman pada Chiko namun meleset karena Chiko terlebih dulu merunduk lalu kembali tegak dan membogem rahang pria yang berusia sepuluh tahun lebih tua darinya hingga tersungkur di atas lantai.

“Gak bisa dikasih ampun!” Mata pria itu berubah nyalang.

Dia kembali berdiri lalu menonjok perut pemuda di depannya yang belum siap menerima serangan. Chiko meringkuk kesakitan, setelahnya tubuhnya diangkat ke atas oleh pria itu lalu dibanting pada tumpukan kursi rusak.

“Encok Mak!” Chiko memegang punggungnya sendiri yang terasa remuk.

Chiko berguling ke samping saat pria itu kembali menyerang dengan cara melompat dan siku di arahkan tepat di dada Chiko, sepertinya dia benar-benar ingin menghabisi cowok itu.

Brak!

Dia merintih kesakitan karena sasarannya kelewat. Sekarang malah badannya sendiri yang remuk karena terjun di atas tumpukan kursi rusak.

“Ciaaaa!!!” Dengan bersenjatakan bendera marching band Chiko memukul perut pria itu dengan tongkatnya

“Argh...!”

Chiko tertawa menang namun hanya sebentar sebelum akhirnya meringis sakit karena perutnya terasa keram berkat tonjokan pria tersebut.

“Woi!” Pandangan Chiko teralih ke arah tangga.

Ada tiga pria lagi yang menyusul. Mata mereka terlihat nyalang melihat salah satu teman mereka telah dilumpuhkan oleh bocah ingisan tersebut. Tidak bisa dibiarkan.

Dua orang berjalan menghampiri temannya yang tersungkur tidak berdaya, sedangkan satunya sudah bersiap untuk menyerang Chiko.

“Rasakan ini bocah!”

Pria itu berlari ke arah Chiko dan Chiko hanya diam sambil menunjukkan cengiran khasnya. Mereka tidak tahu saja, orang yang memiliki ketenangan di saat seperti ini perlu diwaspadai.

Chiko pindah posisi saat orang itu sudah berada di depannya, membuat pria itu hampir jatuh karena ternyata Chiko berdiri di ujung rooftop.

“Ting.” Chiko berucap sambil mendorong sedikit pria tersebut dengan tongkat benderanya.

“Aaaaaaa....!” Satu musuh kembali dia tumbangkan, pria itu jatuh dari atas rooftop.

Good Bye-bye.” Chiko melambai ke bawah sambil memberikan ciuman jauh pada pria itu.






__________________

Bersambung....

Terimakasih sudah baca😊

Continue Reading

You'll Also Like

646K 58.3K 45
Diterbitkan oleh Penerbit LovRinz (Pemesanan di Shopee Penerbit.LovRinzOfficial) *** "Jangan percaya kepada siapa pun. Semua bisa membahayakan nyawam...
22.1K 2.3K 11
Bertahan hidup dengan dikelilingi para kanibal? Siapa yang kuat? Tentu saja mereka bertujuh. [ 𝗕𝗢𝗕𝗢𝗜𝗕𝗢𝗬 𝗙𝗔𝗡𝗙𝗜𝗖 ] Sebuah virus menyebar...
RASHELYNA By Ice

General Fiction

3.7M 294K 61
Seorang gadis cantik penuh ceria memiliki nasib yang malang setelah ibunya meninggal. Dirinya selalu mendapat kekerasan dan berakhir meregang nyawa a...
260K 13K 45
Ingin tahu definisi cinta itu gila? Hera 'lah jawabannya. Mencintai seorang perundung yang menyukai kekerasan? Tak pernah terbesit sedikit pun kata '...