After that [Selesai]

nurNongPit által

51.7K 4.2K 332

Series # 7 Abila Nafisa Putri *** Setelah kembali dari Belanda, Abila memulai hidup barunya dengan melanjutk... Több

After : Satu
After : Dua
After : Tiga
After : Empat
After : Lima
After : Enam
After : Tujuh
After : Delapan
After : Sembilan
After : Sepuluh
After : Sebelas
After : Tiga Belas
After : Empat Belas
After : Lima Belas
After : Enam Belas
After : Tujuh Belas
After : Delapan Belas
After : Sembilan Belas
After : Dua Puluh
After : Dua Puluh Satu
After : Dua Puluh Dua
After : Dua Puluh Tiga
After : Dua Puluh Empat
After : Dua Puluh Lima
After : Dua Puluh Enam
After : Dua Puluh Tujuh
After : Dua Puluh Delapan
After : Dua Puluh Sembilan
After : Tiga Puluh
After : Tiga Puluh Satu
After : Tiga Puluh Dua
After : Tiga Puluh Tiga
After : Tiga Puluh Empat
After : Tiga Puluh Lima
After : Tiga Puluh Enam
After : Tiga Puluh Tujuh
After : Tiga Puluh Delapan
After : Tiga Puluh Sembilan
After : Empat Puluh
After : Empat Puluh Satu
After : Empat Puluh Dua
After : Empat Puluh Tiga
After : Empat Puluh Empat
After : Empat Puluh Lima
After : Empat Puluh Enam
After : Empat Puluh Tujuh
After : Empat Puluh Delapan
After : Empat Puluh sembilan
After : Lima Puluh
After : End
Keira's
After Married
Gue kambek!
Cus!
Tasya Open PO

After : Dua Belas

914 79 2
nurNongPit által

Malam yang terang yang penuh dengan bintang. Angin yang sejuk menyentuh permukaan kulit hingga menyambut setiap helai rambut.

Abila berdiri di sebuah stans makanan khas desa dengan berbagai macam pilihan dan rasa yang beragam. Pulang dari rumah Keira tadi, Abila di antar oleh Raka tentu dengan perdebatan panjang.

Sampai di rumah, ternyata bundanya sedang berkunjung ke rumah Lintang bersama dengan Dodi. Niatnya ingin mandi lalu tidur di urung karena pesan masuk dari Dava yang menanyai tentang aktivitasnya.

Dava : udah sampai, Bil?

Me : udah Dava, tapi Bunda ga ada di rumah.

Dava : yaudah, dari pada lo takut kita keluar mau?

Me : kemana?

Dava : kemana aja asal lo ga sendirian di rumah.

|Sharelok, nanti gue jemput.

Akhirnya Abila menyetujui ajakan Dava dan sekarang mereka ada di sini, di pasar malam yang sudah berdiri dua minggu lamanya.

Pasar malamnya masih sangat ramai padahal biasanya pasar malam akan ramai di awalnya saja. Dagangan yang di pasarkan pun beraneka ragam.

Ya jelas beraneka ragam, namanya juga pasar malam, apa saja ada.

"Terima kasih, Bu." ucap Abila sopan pada penjual yang melayaninya.

Dava tersenyum melihat interaksi antara Abila dan ibu penjual jajan pasar itu. Abila begitu lembut dalam bertutur kata. Gadis itu pun terlihat begitu sederhana padahal kehidupannya begitu mewah.

Dava tersenyum pada Abila ketika melihat gadis itu kembali mendekatinya dengan satu kantung plastik berisi kue terbalut daun pisang dan buah pisang sebagai isiannya.

"Beli apa aja?" Dava bertanya.

Abila menunjukan kantung plastik yang ia pengang, "Kue pisang, mau?"

Dava menggeleng.

Melihat respon Dava yang begitu damai membuat Abila kembali melanjutkan makannya sambil berjalan menyusuri pasar malam ini.

Diam-diam Dava memperhatikan Abila, senyum tipisnya secara malu-malu muncul dan kembali seperti semula saat Abila menoleh padanya.

"Mau kemana lagi kita, Dav?"

"Lo maunya kemana lagi?"

Abila diam, berfikir dengan matang ia akan kemana lagi bersama Dava.

"Mau ke cafe? Kita ngopi?" tawar Abila.

"Kopi?" Dava membeo. Selain cantik, manis dan lembut ternyata Abila juga memiliki jiwa yang begitu santai. Pacar-able sekali Abila ini.

"Mau?" tanya Abila lagi, memastikan apakah Dava mau atau tidak.

Dava berdehem, guratan ragu terpampang jelas di wajah Dava. Apa Dava tidak menyukai kopi? Atau Dava tidak suka bersosialisasi?

"Kalo ga mau ga apa-apa, kok." putusnya karena tidak mau membuat Dava merasa terbebani dengan keinginannya.

Dava terkekeh pelan melihat wajah panik Abila. Ia menatap Abila, "Gue bukan ga mau, tapi gue ga bisa minum kopi, Bil."

Mulut Abila membulat, ternyata Dava tidak bisa meminum kopi. Abila baru tau.

Abila terkekeh juga, "Maaf, ya. Bila ga tau."

"Gapapa." ucap Dava tenang.

Ia memberikan sebuah ikat rambut yang entah di dapatkan dari mana pada Abila. Abila menerima dengan ragu.

"Rambut lo bisa kusut kalo ga di ikat. Kita jalan-jalan aja, mau? Nyari angin." tawaran yang menarik.

"Makasih." katanya untuk ikat rambut yang Dava berikan. Tanpa banyak bicara Abila langsung mengikat rambutnya dengan ikat rambut berwarna hitam pemberian Dava.

"Ayo, kemana aja deh, Bila ikut."

Uh, lucunya. Dava sangat gemas dengan Abila.

Lagi-lagi Dava di buat tersenyum oleh gadis bercelana jeans dengan kaus hitam polos yang ia kenakan. Abila, gadis yang sempurna.

"Ayo." ajaknya.

Mereka berjalan beriringan tanpa bergandeng tangan menuju tempat parkir untuk mengambil motor milik Dava. Dava menitipkan ponselnya pada Abila sedangkan dirinya pergi untuk mengambil motor.

Abila yang menunggu di depan pintu parkir diam saja sambil melihat pengunjung pasar malam yang datang silih berganti. Di tangannya ada kantung plastik berisi kue pisang dan ponsel hitam milik Dava.

Abila tipe orang yang amanah, jadi mau sebanyak apa notifikasi yang masuk di ponsel Dava, Abila tidak akan melihatnya walau dari layar depannya saja.

Tidak lama Dava dengan motor metiknya berhenti di depannya, Dava mempersilahkan Abila untuk naik. Abila sudah duduk di atas motor, ia menyodorkan ponsel milik Dava tapi Dava malah berucap...

"Tolong pegangi dulu, ya, Bil."

"Oh, iya. Bila taruh tas Bila aja, ya, biar ga jatuh."

"Iya."

Motor berjalan dengan kecepatan rata-rata menembus jalanan kota yang penuh dengan lampu malam. Kendaran ber-roda dua dan empat berada di mana-mana.

Abila tersenyum bahagia karena ini kali pertamanya ia keluar di malam hari menggunakan motor setelah hampir tujuh bulan ia selalu kemana-mana dengan cara tikus-tikusan.

Dava ikut tersenyum melihat pantulan wajah Abila di kaca spionnya.

'Manis.'

Abila memejamkan matanya membiarkan angin malam menerpa wajah cantiknya. Untuk kali ini ia bersyukur sebab bisa merasakan keindahan kota malam tanpa berlindung di balik badan mobil. Semua ini berkat Dava yang mau meluangkan waktunya untuk berjalan-jalan menghabiskan waktunya untuk seorang teman baru sepertinya.

"Mau beli tahu granat ga, Bil?" tawar Dava saat melihat ada sebuah grobak yang menjual tahu granat di jarak tiga meter dari tempat mereka.

"Tahu granat?"

"Iya. Mau?"

Tanpa pikir panjang Abila menjawab, "Boleh."

"Oke." jawab Dava pelan. Motor itu di arahkan pada pegadang tahu itu.

Motor berhenti, Abila turun mendekat pada mas-mas yang sedang menjaga dagangannya.

"Mas, mau tahunya sepuluh ribu." ucap Abila.

"Ok." jawab mas-mas itu.

Sementara menunggu di ambilkan tahunya, Abila membuka dompet untuk mengambil uang tapi tidak jadi karena ada sebuah tangan yang tiba-tiba muncul di depan wajahnya dengan uang lima puluhan yang di ampit jemarinya.

Abila menoleh lalu tersenyum geli melihat Dava sedang memeletkannya, "Siapa capat dia yang bayar."

Tawa Abila mengudara, ia memasukan lagi dompetnya lalu mengambil uang milik Dava, "Oke, lumayan sepuluh ribu but beli soptek tanpa sayap."

Dava melogo, menurunkan tangannya yang mengantung tadi dan di pindahkan pada kepala Abila. Memberikan usapan tanpa memberikan maksud.

"Frontal sekali."

Mereka saling senyum. Sementara mas-mas tahu granat sudah di buat kebakaran jenggot menahan suaranya agar tidak berteriak.

"Ehem! Tahu-tahu!"

Tersadar. Dava langsung dengan cepat menurunkan tangannya dari pucuk kepala Abila sedangkan Abila sendiri menerima plastik tahu granat yang masnya berikan.

"M-Makasih." ujar Abila menerima kembalian.

Mereka kembali pada motor, Abila mengembalikan uang kembalian tadi pada Dava dan di terima oleh laki-laki itu.

"Ayo, kita cari tempat untuk makan tahu."

Abila hanya diam, ia masih terbawa suasana canggung tadi. Motor metik berwarna merah itu berjalan kembali menyusuri jalan raya yang padat. Tidak mendapat respon dari Abila tidak membut tekat Dava luntur untuk mencari tempat yang enak untuk makan.

Motor itu berdiam di sebuah taman yang ramai di isi oleh muda mudi yang sedang melakukan aneka kegiatan. Dava meminggirkan motornya. Ia menoleh kebelakang ketika motor sudah ia matikan.

Dava menatap Abila yang juga tengah menatapnya, "Disini aja, ya? Apa mau masuk ke taman?"

Abila melirik taman sebentar lalu menatap Dava kembali, "Di sini aja, Dava." katanya final.

Dava mengiyakan, mereka mulai memakan tahu granat yang terkenal pedas karena isi dari tahu berbentuk kotak itu adalah suiran ayam yang di masak dengan sambal.

Abila mulai kepedasan, keringat sudah mampir di keningnya tapi tidak membuat gadis itu berhentikan makannya.

Dava? Laki-laki itu sejak gigitan pertama sudah merasakan sensasi pedas yang akan membakar lidahnya. Sambil menahan pedas Abila tertawa melihat Dava yang terus memaksa tahu itu untuk masuk ke dalam mulutnya.

"Udah, kalo udah ga kuat berhenti, nanti Dava sakit perut." cegah Abila yang mulai tidak tega melihat temannya kepedasan.

Dava menggeleng, ia mengambil satu tahu lagi lalu menggigitnya. Desisan dari mulut itu tidak henti-hentinya keluar membuat siapa saja ingin tertawa.

Abila menahan tangan Dava yang ingin menggigit kembali tahu di tangannya, "Udah-udah, nanti sakit perut." lalu Abila mengambil alih tahu itu untuk di buang.

Abila mengambil sebotol air di dalam tasnya yang ia bawa dari rumah tadi, memberikan pada Dava dan dengan senang hati Dava menerimanya.

"Pulang yuk, sebotol ga cukup. Pedes banget!" heboh Dava.

Abila mengangguk.

Benar, sebotol air tidak cukup untuk Dava yang sudah terlanjut ke pedasan.

"Yaudah, Dava pulang sana. Nanti Bila biar naik ojek aja,"

"Oiya - Abila mengambil ponsel milik Dava dari dalam tasnya dan memberikannya pada Dava - takut lupa."

Dava menerimanya.

Saat Abila ingin turun dari motor, Dava menahannya dengan kalimat.

"Eh, mana bisa. Ayo gue antar." katanya langsung merubah posisi duduk dari yang semula berhadapan dengan Abila kini sudah seperti sebelumnya yaitu menatap jalan.

Dava menyalahkan motornya siap untuk mengembalikan Abila pada habitatnya.

After that

Hello, vote dan komennya, yukk

Olvasás folytatása

You'll Also Like

52.3K 8.5K 51
Kisah tentang Grace, AJ, dan Azha
120K 10.1K 53
~Dia datang dengan membawa sebaris tanya dan seikat tawa~ Benua Aksa Prawiba, sang pawang matematika. Sumber jawaban berjalan di SMA Darma, berkencan...
6.2M 264K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
574K 37K 99
Orang yang dekat kadang terlupakan 🍂 Ya, ungkapan itu memang benar adanya. Seringkali kita melupakan seseorang yang ada di dekat kita dan justru ber...