My Chiko

By bintang_disana

121K 13.4K 1K

Naksir cewek ✓ Langsung tunangan ✓ Cinta tak bertepuk sebelah tangan ✓ Sesimpel itu kisah cinta seorang Chiko... More

1. Sarung
2. Tendangan maut
3. Tanggung jawab
4. Penantian
5. Berkunjung
6. Chatting
7. Bubur ayam
8. Hero
9. Beruntung
10. Syukuran
11. Jemputan
12. Rumah kosong
13. Perjodohan
14. Bubur ayam 2
15. Calon makmum
16. Terkunci
17. Calon Menantu
18. Buronan
20. Berdering
21. Lupa daratan
22. Tugas
23. Polisi
24. Berdering 2
25. Teraniaya
26. Tantangan untuk Chiko
27. Tantangan untuk Chiko 2
28. Cerita di UKS
29. Rumah kosong 2
30. Riwayat panggilan
31. Hilang
32. Apa kabar, Kak Chiko?
33. Bu Marni
34. Akhir penantian
35. Tembok laknat
36. Buronan 2
37. Chiko vs Bella
38. Ziarah
39. Calon agen rahasia
40. B'day Sesil
41. Buntut
42. Tiga Elang
43. Vano
44. Pyar!
45. Isi hati dua sejoli
46. Rencana yang gagal
47. Rumah sakit
48. Lima tahun yang lalu
49. Boneka
Dari Author

19. Malam minggu

1.6K 285 17
By bintang_disana

*****

Senyum Chiko tak pudar sama sekali. Semesta sangat mendukung acara kencannya hari ini, bintang-bintang bertaburan di atas sana didampingi rembulan yang menjadi pusat kebahagiaan, membuat komplit terasa.

Bukan hanya rembulan di atas sana, rembulan di samping Chiko juga termasuk sumber kebahagiaannya. Sesil dengan mesra menggelayutkan tangannya di lengan cowok itu. Kini mereka sudah tampak seperti anak muda yang sedang kasmaran.

Keduanya berjalan santai menelusuri alun-alun kota yang ramai kala malam minggu.

Ada banyak pedagang kaki lima yang mangkal di sana, anak-anak kecil yang berlarian didampingi orang tuanya, sampai pengamen jalanan yang mengadakan konser dan ditonton banyak orang.

“Duh so sweet banget pakai acara pegang tangan.” Chiko menggeliat seperti merasakan setruman yang mengalir ke hatinya.

Sesil meringis, “Sebenernya agak takut sama dunia malam, jadi butuh perlindungan,” ungkapnya. “kalau bukan dengan Kak Chiko dengan siapa lagi aku berlindung?”

Cowok itu menoleh, memandang Sesil yang tengah mengedarkan pandangannya ke sepenjuru alun-alun dengan kagum. Seolah-olah baru keluar dari goa dan tak pernah menikmati dunia luar.

“Gak pernah keluar malem?” tanya Chiko.

“Pernah, deket-deketan. Kalau yang jauh jarang.” Manik mata Sesil beradu dengan Chiko, “takut ada yang berbuat jahat.”

Chiko melepas tangan Sesil dari lengannya lalu beralih memeluk bahu gadis itu, “Mulai sekarang apa pun yang kamu takutin terjang semua. Abang Chiko siap jadi perisaimu,” katanya menepuk dada sombong.

Kedua sudut bibir Sesil terangkat dengan manik mata yang berbinar, “Janji?”

“Janji.”

Sesil membalas pelukan Chiko di pinggangnya. Betapa senang hatinya kala Chiko mengatakan hal barusan. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia akan melakukan semua hal yang sebelumnya ditakutinya, karena Chiko siap menjamin keselamatannya.

“Mau ke mana dulu?” tawar Chiko.

“Mau beli sosis bakar,” ujar Sesil.

Akhirnya mereka memutuskan menghampiri penjual sosis bakar. Setelah memesan kedua sejoli itu memilih duduk di bangku sambil menikmati keramaian alun-alun kota.

Ddddrrrtt... Ddddrrrtt...

Ponsel Chiko bergetar. Cowok itu mengeluarkan benda pipih tersebut dari saku celana sebelum melihat nama si penelepon. Ternyata sang pengganggu itu adalah Bagas, malam minggunya orang jomblo memang begitu, apel dengan teman-temannya.

“Apaan? Ganggu aja lo.”

“Idih, sok penting. Biasanya juga malem minggu gangguin gue yang suka tidur lebih awal.”

“Malam minggu itu saatnya bergadang, lo mah kerjaannya molor terus.”

“Heh! Gue tidur lebih awal biar bisa bangun pagi terus olahraga. Banyak ciwi-ciwi cantik dan segar di pagi hari. Apalagi celana yang mereka pakai, beh! Sependek celana dalam.”

Chiko menoleh pada Sesil yang tampak tak peduli dengan obrolannya bersama Bagas.

Untung dia tidak mengaktifkan mode speaker pada ponselnya. Bisa gawat jika Sesil mendengar penuturan sahabatnya barusan.

“To the poin aja. Ngapain lo telepon gue?”

“Buru-buru amat. Pemanasan dulu lah bro sebelum ke intinya.”

Chiko berdecak kesal, dia tidak enak sendiri mengabaikan Sesil hanya karena menunggu omongan Bagas yang bertele-tele, “Gue lagi kencan, Nyet!”

“Seriusan?! Sama pacar atau gebetan?”

“Kagak kedua-duanya.”

“Sama Mbak Kunti?”

“Gue matiin nih sambungannya,” ancam Chiko.

Eeeh... Iya-iya gue to the poin,” cegah Bagas. “Bendera marching band milik Sesil tadi ketinggalan di gerbang, jadi gue ambil terus bawa pulang.”

Chiko menurunkan ponsel dari telinganya. Dia menoleh pada Sesil yang masih menikmati suasana alun-alun.

“Sesil.”

Gadis itu menoleh, “Ya?”

“Kamu ninggalin bendera marching band di gerbang sekolah?”

Sesil menepuk jidat, “Oh iya, aku lupa Kak. Tadi ruang penyimpanan alat-alat marching band udah di kunci, jadi aku berniat membawanya pulang aja. Eh malah ketinggalan,” jelasnya.

“Gimana ini? Pasti bakal kena marah Pak guru.” Gadis itu menggigit kukunya sendiri.

Pandangan Sesil beralih ke bawah saat Chiko mengusap punggung tangannya modus.

“Tenang, ada di aku kok. Kamu gak perlu khawatir dengan apa pun, calon imam bisa menyelesaikan semuanya.”

Bagas yang mendengar percakapan itu langsung mengumpat di seberang sana. Dia yang susah payah membawa bendera tersebut sepanjang jalan seperti orang karnaval dan ditertawakan banyak orang, tapi Chiko seenak jidat menganggap semua itu adalah perjuangannya.

“Silahkan sosisnya.”

“Nah, sosisnya udah jadi. Yuk kita makan.” Chiko mematikan sambungan telepon sepihak.

Sesil mengangguk. Mereka berdua makan dengan tenang, walaupun sesekali Chiko melirik tunangannya menunggu Sesil berlepotan.

Namun sayangnya hal itu tidak terjadi, Sesil memakan makanannya dengan benar membuat acara modus Chiko gagal total.

“Kok gak berlepotan sih!” ungkap Chiko kecewa.

Sesil yang masih memakan sosisnya mengulum senyum. Dia sengaja mengoleskan saus sosis keluar area bibirnya, membuat wajahnya ter nodai dan berlepotan.

“Nih berlepotan.” Gadis itu menunjukkan wajahnya yang kotor pada Chiko.

Senyuman Chiko mengembang, Sesil sangat peka dengan maksudnya. Buru-buru dia menyingkirkan piring sosisnya lalu mengelap bibir Sesil dengan—— punggung tangannya.

“Kok pakai tangan sih? Kan ada tisu Kak, tangannya nanti kotor.” Sesil menatap Chiko yang berjarak beberapa inci darinya.

“Gakpapa aku kotor.” Manik mata Chiko menatap dalam netra Sesil, “yang penting kamu jangan.”

Sesil mematung. Tatapan itu berbeda, menyiratkan sebuah keseriusan. Tiba-tiba Sesil merasakan hawa berbeda di rongga dadanya. Sebelumnya berjarak seintim ini dengan Chiko tak pernah membuatnya terbawa perasaan, tapi kali ini kenapa dia bisa sangat gugup?

Tangan besar itu beralih memegang pipi Sesil, membingkai wajah yang sudah menjadi candu Chiko dari saat pertama kali bertemu. Jantung Sesil berdetak kencang, sungguh dia benci dengan situasi ini.

“Dulu kamu bilang mau belajar. Jadi gimana?” tanya Chiko lembut.

“G—gimana apanya?” tanya Sesil balik dengan gugup.

Cowok itu tersenyum, dia mendekatkan diri di telinga Sesil lalu membisikkan sesuatu, “Udah cinta belum?”

Chiko kembali menjauhkan wajahnya dan melihat wajah Sesil yang tampak merah padam.

Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk menetralisir rasa gugupnya, bahkan lidahnya saja saat ini kilu tak bisa berucap.

Sialnya Chiko juga tidak punya niatan mengubah topik pembicaraan, cowok itu malah terlihat kukuh menunggu jawaban.

“A—aku...”

Ddddrrrtt... Ddddrrrtt...

Chiko menjauhkan diri karena ponselnya kembali bergetar. Kalau dirinya tidak sayang dengan benda pipih itu mungkin saat ini dia akan menghancurkan benda tersebut. Momen spesialnya jadi hancur karena diganggu oleh orang di seberang sana.

“Apaan lagi Anjing!” bentak Chiko.

“Emmm... maaf Tante ganggu kamu ya?” Terdengar suara wanita paruh baya di seberang sana.

Cowok itu membulatkan mata. Dia menjauhkan ponsel dari telinganya lalu memeriksa nama yang tertera di sana. Ternyata orang yang menghubunginya bukanlah Bagas, melainkan Tante Maricha, Tantenya Sesil.

“Maaf Tante. Saya kira temen saya tadi yang telepon.” Chiko menggaruk rambutnya salah tingkah.

“Tidak apa-apa.”

Chiko tertawa malu, “Ada apa ya Tante?”

“Tante cuman mau tanya, Sesil ada di kamu enggak ya? Soalnya tadi Tante main ke apartemennya dia gak ada. Tante juga sudah coba hubungin ponselnya tapi gak aktif.”

Chiko mengalihkan padangan pada Sesil yang tengah menoleh ke arah lain menikmati kembali suasana alun-alun.

Padahal yang sebenarnya terjadi gadis itu sedang menghela napas lega dan bersyukur karena orang di seberang sana mengeluarkannya dari zona awkward.

“Iya Tante, ada sama saya kok. Mau ngomong?” tawar Chiko.

Hening. Untuk beberapa saat tidak ada suara di seberang sana namun sambungan telepon masih terhubung membuat Chiko mengerutkan kening bingung.

“Hallo?” ucap Chiko lagi, siapa tahu sinyal di sana sedang buruk.

“Eh iya Chiko. Boleh berikan ponselnya sama Sesil? Tante mau bicara sama dia.”

Cowok itu mengangguk, “Baik Tante.”

Dia kembali modus dengan memegang tangan Sesil, membuat gadis itu seketika kaget dengan ritme jantung yang berdetak cepat.

“Tante Maricha mau ngomong,” kata Chiko.

Sesil menerima ponsel Chiko, “Tante Maricha?” tanyanya memastikan pendengarannya tidak salah.

Setelah mendapatkan anggukan dari Chiko Sesil pun menempelkan benda pipih itu di telinga. “Iya Tante?”

Terdengar helaan napas kasar di seberang sana, “Ya ampun Sesil! Kamu bikin Tante khawatir tau gak. Dateng-dateng ke apartemen udah kosong aja gak ada kamu, dihubungin gak aktif lagi. Mau lihat Tante di gantung Om kamu?!”

Sesil meringis, “Maaf Tante. Ponsel Sesil mati kehabisan baterai.”

“Sekarang di mana?” tanya wanita paruh baya itu.

“Di luar. Lagi malem mingguan sama Kak Chiko.”

“Oke untuk kali ini kamu selamat. Baik-baik sama calon suami, jangan dibuat emosi kayak kamu buat emosi Tante melulu. Pokoknya Tante mau lihat nanti kamu di pelaminan sama Chiko, gak mau yang lain.”

“Masih lama, Tan,” kata Sesil berbisik, yang justru membuat Chiko menoleh curiga.

Menyadari cowok di sampingnya menatapnya intens Sesil pun memberikan senyuman padanya.

“Tante sudah dulu ya. Gak enak sama Kak Chiko, kami mau jalan lagi soalnya,” kata Sesil.

“Ya sudah. Pulangnya jangan malam-malam.”

“Siap Tante.” Sesil memutuskan sambungan telepon.

Gadis itu menghela napas panjang. Sebenarnya tadi dia tengah berbohong dengan Tante Maricha. Ponselnya tidak kehabisan baterai, memang sengaja dia matikan biar tidak ada pengganggu seperti ponsel Chiko yang berdering dua kali.

Dia ingin menikmati suasana tanpa harus mengabadikan semua itu dalam bentuk foto ataupun video. Rasanya tidak akan puas jika berdampingan dengan benda pipih tersebut, fokusnya pasti akan terarah ke sana terus dan dia akan lupa cara menikmati hidup.

“Kenapa? Di suruh Tante Maricha pulang?” tanya Chiko setelah mendengar Sesil mengatakan ‘masih lama, Tan’ tadi.

“Yah! Kagak asik dong. Malam mingguannya baru makan sosis doang belum kemana-mana,” lanjut Chiko lagi tidak terima.

Sesil mengembalikan ponsel Chiko, “Enggak kok Kak. Tante cuman berpesan jangan malem-malem pulangnya,” ungkap Sesil jujur. “kita masih ada waktu buat jalan-jalan,” katanya menatap jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya.

“Mau naik becak cinta itu Kak,” kata Sesil menunjuk kendaraan kuyuh yang dihiasi lampu kerlap-kerlip.

Senyum Chiko langsung mengembang, “Gas pol!”




_________________

Bersambung....





Continue Reading

You'll Also Like

55.9K 3.3K 49
Ini tentang Lia yang menjadi gadis pecinta uang. Seringkali dia memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan uang, salah satunya adalah memanfaatkan seo...
1.5M 77.5K 36
SELESAI (SUDAH TERBIT+part masih lengkap) "Nek saumpomo awakdewe mati, awakdewe bakal mati pas negakke keadilan. Mergo sejatine hukum kui kudu sing r...
KENZOLIA By Alpanjii

Mystery / Thriller

31.5K 2.1K 13
Iexglez diketuai oleh Kenzo, anggota inti menyamar menjadi siswa di SMA Rajawali untuk suatu misi. Ditengah misi itu ada Lilia, gadis yang Kenzo suka...
586K 23.5K 63
DARA wanita cantik dengan segala yg ia punya. Memiliki otak genius, dikagumi banyak orang, memiliki hati yang lembut dan menjadi seorang gadis yang...