Streaming

By idybooks

601K 113K 38.2K

Bermula dari BJ mukbang yang memakai topeng Iron Man ketika siaran, rasa penasaran Jeon Jungkook tergugah. Ia... More

[01]
[02]
[Trailer]
[03]
[04]
[05]
[06]
[07]
[08]
[09]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
[24]
[25]
[26]
[27]
[28]
[29]
[30]
[31]
[32]
[33]
[34]
[35]
[36]
[37]
[38]
[39]
[40]
[41]
[42]
[43]
[45]

[44]

4.9K 1.1K 761
By idybooks

Baru pertama Yeji mengunjungi tempat setenang ini. Matahari sore pudar menggantung di atas puncak Katedral tua yang sepertinya tidak lagi digunakan untuk beribadah. Katerdral itu dipisahkan oleh laut lepas dari mobil Jungkook yang terparkir. Ilalang banyak tumbuh di tempat ini, namun tidak menghalangi jalan. Semuanya mirip seperti foto-foto yang pernah Yeji lihat di internet. Bahkan ia meragu mereka masih berada di Korea.

"Dari mana temukan tempat ini?" Yeji menoleh pada Jungkook yang juga ikut bersandar di kap mobil, sama-sama memegang kaleng bir sejak beberapa menit lalu.

Jungkook menyeruput minumannya sebentar masih memandang lurus ke arah laut yang tenang. "Waktu itu aku salah jalan. Sekalian saja menginap karena sudah larut."

Yeji nyaris tersedak saat ia sedang minum karena mendengar jawaban sepolos itu. "Tidak takut?"

"Takut apa?" Jungkook menoleh dan melihat Yeji sedang mengusap bibirnya dengan punggung tangan.

"Hantu. Apalagi?"

"Tidak. Soalnya pernah lihat langsung."

"Hah? Pernah lihat sungguhan?"

Jungkook menarik napas dan menghela. "Pernah sih beberapa kali," jawab Jungkook tanpa tendeng alih-alih.

Mata Yeji membola. "Sungguh?"

Jungkook mengangguk kelewat tenang. "Saat di studio tari—aku tidak melihatnya langsung tapi aku melihat ada bayangan yang sepintas melewati kaca studio, saat itu pukul dua subuh. Lalu saat di kampus pukul tujuh malam, dan terakhir saat aku ketiduran di sini. Seseorang mengetuk bagian depan mobilku, tapi tidak ada siapa-siapa. Dia mengetuk lagi dan aku melihatnya. Cuma wanita tapi wajahnya rusak, mungkin seseorang dimasa lalu yang minta pertolongan, lalu pergi begitu saja. Karena masih ngantuk aku tidur lagi."

Kuduk Yeji meremang. Ia menoleh ke samping melalui sudut matanya. Memastikan wanita yang baru disebutkan oleh Jungkook tidak akan muncul. Kemudian beringsut lebih dekat dengan lelaki itu. "Jeon, kau sungguh pemberani rupanya."

Cerita Jungkook bukan untuk mengharap pujian dia berkata apa adanya, namun lelaki itu langsung menekan bibirnya agar tidak tersenyum. Ah, sial men. Dia bisa tersenyum karena sanjungan murah begitu. Namun tidak dipungkiri hatinya membumbung, merasa paling hebat hanya karena pujian singkat Yeji. Harusnya ia melebihkan sedikit ceritanya supaya dapat lebih banyak pujian, tapi lebih baik bicara jujur untuk membuat hubungan mereka tetap baik ke depannya.

"Tidak apa-apa. Jangan takut," ucap Jungkook. "Ada aku."

Jungkook begitu senang karena Yeji takut mahkluk halus. Paling tidak dia bisa diandalkan dalam hal ini. Sejak zaman sekolah, ia memang selalu ditugaskan jaga malam apabila ada kegiatan tahunan. Bertemu dengan beberapa hantu sepertinya bukan lagi perkara untuknya. Tetapi ia belum pernah merasa sehebat ini hanya karena menceritakan kisah mistisnya. Yeji membuatnya seperti orang paling berpengaruh.

"Aku bawa beberapa camilan jika kau lapar lagi." Jungkook memberitahu meskipun ia sudah mentraktir gadis ini di restoran daging yang mereka temui di tengah perjalanan.

"Aku sudah kenyang. Ngomong-ngomong, kau akan bertemu ibumu, kan? Saat memberikan suratnya padaku, dia berpesan untuk membujukmu agar mau bicara dengannya sekali. Dia merindukanmu."

Jungkook tidak suka mengaitkan siapa pun ke dalam hubungannya dengan sang ibunya. Namun berkat Song Yeji akhirnya ia bisa membulatkan tekad untuk menemui ibunya besok.

"Kami akan bertemu di kafe dekat apartemen."

"Syukurlah," bisik Yeji. "Aku harap kau akan baik-baik dan bisa memperbaiki semuanya."

Jungkook menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan seraya mengangguk kendati ragu. "Aku tidak begitu yakin kami bisa bersikap seperti lima belas tahun lalu."

Yeji bisa mendengar suara kecewa dari suara lelaki muda di sampingnya. Namun tatapan Jungkook kian melembut seolah hatinya baru dicairkan sesuatu yang lebih panas dari solder.

"Lima belas tahun," Jungkook mengangkat pundak, "mungkin lebih atau kurang, tetapi aku tidak tahu bagaimana harus bicara padanya setelah lebih dari sepuluh tahun. Kami tidak pernah benar-benar berbicara kecuali malam itu, saat kau ada di sana melihatnya. Aku selalu menolak berbicara dengannya, aku berteriak, dan memaki sesukaku. Meski begitu aku tidak tahu apa yang membuatnya selalu kembali."

"Kau berharap dia pergi dari sisimu selamanya?"

Satu pertanyaan ringkas itu membuat Jungkook terdiam lama. Harapan yang sempat terlintas di benaknya berkali-kali mendadak menjadi keinginan paling tolol yang pernah dia pikirkan. Jungkook memang membenci ibunya. Tetapi ketika benci itu sebanding dengan rasa cinta, bagaimana caranya agar bisa melepaskan seseorang dengan mudah?

"Sudah lebih dari sepuluh tahun dan aku belum tahu apa yang sebenarnya menjadi beban. Aku tidak pernah berhenti membandingkan hidupku saat bersamanya dan hidupku tanpanya." Jungkook menendang kerikil kecil di depan kakinya. "Aku cuma terus bertanya-tanya kalau dia masih ada, bagaimana hatiku sekarang."

"Kau merindukannya?"

Jungkook tidak lekas menjawab. Ia menggosok tengkuknya gelisah dengan tangan lainnya yang tidak memegang kaleng. Apakah ia merindukan wanita itu? Jungkook tidak tahu. Ia hanya terus berharap andai hari itu tidak pernah datang maka dia bisa mengatakan ia merindukannya ibunya.

Menggeleng lalu mengedikkan bahu, hanya itu yang bisa Jungkook berikan. "Aku tidak tahu, Song Yeji."

Lima belas tahun dan ia terus bertanya-tanya apakah ia marah? Jawabannya tentu tidak. Jungkook hanya merasa kecewa yang luar biasa hingga tidak bisa mengatakannya. Dan sudut relung hatinya membisikkan, ya, dia merindukannya ibunya.

"Aku hampir tidak pernah membagikan pikiran jujurku pada siapa pun, termasuk ayahku. Tapi, Yeji, terima kasih mau mendengarnya."

Pengakuan Jungkook membuat Yeji merasa lelaki itu tidak seburuk perangainya. Jungkook hanyalah pemuda manis yang dipaksa melihat realita mengerikan dunia lebih cepat di usianya.

"Tanganmu bagaimana?" tanya Jungkook tiba-tiba.

Yeji berkedip tersadar, dan mengangkat tangannya sejajar perut yang sudah tidak lagi tertutup wristband kuning pemberian Jungkook kemarin. "Lumayan. Aku sudah berusaha tidak melakukannya beberapa minggu ini jika cemas. Thanks, akan kukembalikan wristband-mu."

"Tidak usah, Yeji. Sengaja kubeli untukmu."

"Oke. Thanks."

"Temanmu bagaimana?" tanya Jungkook lagi. Sedikit melirik Yeji yang sedang merapikan rambut pendeknya karena angin.

Yeji meneguk lebih dulu minumannya dan mengeluarkan suara ah panjang dengan puas. "Dia mengirim pesan padaku. Memang dia yang melakukannya. Dia masuk ke dalam komunitas Mukbang. Sepupunya adalah BJ mukbang juga. Kebetulan kami tidak dekat, dan boleh kubilang kami bersaing. Mungkin itulah kenapa mudah baginya menyebar identitas asliku dan aku sudah tidak punya satu pun masalah dengan Kwon Mina. Kami sudah baik-baik saja asal dia berhenti mengangguku."

"Jadi...?" Jungkook menanggapi teramat berhati-hati. Takut membuat Yeji sedih atau marah.

Yeji meletakkan kalengnya di atas kap mobil dan memasukkan kedua tangannya ke masing-masing kantung jaket jinnya. "Selesai," katanya ringan. Terlalu singkat untuk informasi yang butuh banyak penjelasan.

"Apa?"

"Selesai. Tidak bakal ada lagi Ylien." Kemudian Yeji menoleh cepat pada Jungkook yang sejak tadi menatapnya tak tenang. "Terima kasih menjadi penggemarku sampai akhir ya, Nero."

Jungkook berkedip bingung, ikut menatap kedalaman mata Yeji yang bahagia meskipun baru mengalami kejadian yang begitu sulit. Apa maksudnya? Apakah gadis ini sedih atau sebaliknya?

"Anyway, aku belum tahu bagaimana memanggil nama akunmu dengan benar. Itu disebut J Nero atau Jungkook Nero atau Jey Nero atau cukup Nero saja."

Jungkook membuka mulutnya, dan dengan mudah melupakan beban hati gadis ini karena Yeji dengan cepat merubah suasana. "Aku... tidak tahu," katanya berterus terang. "Aku buat nama asal-asalan."

"Sungguh?" Yeji tidak tahan untuk tertawa. "Kenapa ada orang selucu dirimu," katanya sambil menggeleng-geleng geli. Ringan tangan, diacaknya rambut Jungkook yang lebih tinggi darinya.

Pemuda itu tersipu lagi. Ah, lemah sekali hatinya. Namun ia berharap Yeji bisa melakukan itu setiap kali dia ingin.

Ketika Yeji menjauhkan tangannya, Jungkook langsung berkata, "Aku memang tidak tahu apa maksudnya Jnero. Tapi aku suka panggilan Nero darimu."

"Oke, Nero. Jadi begini nama Nero merupakan nama dari kaisar kejam Romawi yang tidak berbelaskasih." Yeji mencoba tidak tertawa. "Dan setelah melihat sikapmu dulu, kurasa nama itu agak cocok denganmu." Walaupun membandingkan Jungkook dan Nero merupakan definit yang payah tetapi Yeji suka ketika menggoda Jungkook. Terasa lucu dengan kuping merah.

"Aku tidak kejam." Jungkook berujar ketus, kemudian mengalihkan pembicaraan, "Lalu bagaimana dengan nasib kanal YouTube dan akun siaranmu lainnya?"

"Dihapus." Yeji mengedik enteng. "Semuanya selesai."

"Aku baru menonton ulang beberapa tayangamu tadi pagi, mustahil dihapus."

"Ah, itu," Yeji mengangguk-angguk, "butuh waktu bagi YouTube untuk menghapus seluruhnya. Mungkin sejumlah videoku masih muncul di beranda, tapi itu akan segera hilang dalam beberapa hari."

Jungkook membelalak dan cepat-cepat meletakkan kalengnya ke badan mobil serta merta mengeluarkan ponselnya dari kantung celana. "Kalau begitu aku harus mengunduhnya sebelum mereka menghapus semua videomu."

Yeji tertawa terbahak-bahak. "Ya, bagus. Download semua tanpa sisa, jagoan."

Namun tiba-tiba Jungkook mengerang. "Argh, sial! Tidak ada sinyal di sini."

Dengan begitu Yeji semakin tidak bisa mengendalikan tawanya.

***

"Berapa tahun kelahiranmu?" tanya Jungkook ketika keduanya sudah duduk di mobil. Udara di luar mulai sedikit menusuk menjelang malam.

Pemutar musik mengalunkan lagu-lagu Honne dengan suara pelan. Tetapi tidak cukup mampu mengalahkan suara perbincangan mereka. Tepat ketika musik Crying Over You berganti dengan By My Side, barulah Yeji membuka suara. "Usiaku sekarang 23 tahun."

"Bohong," tuduh Jungkook.

"Untuk apa bohong? Pahalaku tidak punya garansi. Jaminan masuk surga pun belum ada," kata Yeji semberi tersenyum.

Jungkook mendengus. "Aku tahu tahun lahirmu, Song Yeji. dua tahun setelahku."

Yeji terkekeh. "Kalau tahu kenapa tanya."

"Cuma ingin memastikan."

"Memastikan sesuatu yang sudah kau yakini cuma membuatmu tampak tolol. Iya, aku memang dua tahun lebih muda darimu. Aku masuk universitas lebih cepat. Selain itu kau pasti terlambat lulus." Ia memandangi wajah Jungkook yang mendadak merah padam. "Harusnya kau lulus tahun kemarin, kan?"

"Jangan diingatkan."

Yeji mengangkat bahu acuh tak acuh. "Makanya aku peringatkan supaya tahun ini bisa lulus."

"Aku akan lulus tahun ini. Tenang saja." Ucapan tadi serupa janji. Jungkook memang harus lulus dan cari pekerjaan supaya Yeji bisa melihatnya sebagai seorang pria sungguhan yang bertanggung jawab dalam segala hal.

Selanjutnya mereka terdiam menatap lurus menembus kaca depan. Sama-sama menyaksikan langit senja yang diraup kumpulan awan gelap. Terasa begitu tenang. Jungkook menyukai isi hatinya yang penuh. Penuh akan kelegaan, juga penuh akan sosok Yeji.

Sebelum lagu By My Side habis, Jungkook bergerak menyalakan lampu mobil untuk jalan di depan mereka. "Waktu itu kenapa tiba-tiba menciumku saat mabuk?" Satu yang masih sulit dipahami, kenapa saat mabuk gadis ini membuang seluruh kewarasannya. Beberapa kali ia bertanya, seberapa sering gadis ini mabuk? Atau lebih parah, seberapa sering gadis ini mabuk sampai mencium orang?

Yeji tidak sanggup menjawab. Untuk pertama kalinya, ia merasa malu yang ketara bertemu Jungkook. Dengan canggung, digaruknya sisi belakang kepala. "Kau pasti salah satu korbanku."

"Salah satu? Katakan padaku, ada berapa banyak korban." Jungkook merasa cemburu. Bisa-bisa Yeji mengatakan hal yang membuat hatinya meradang.

"Bukan..." kata Yeji tergugu, "aku bisa jelaskan," intonasinya menurun satu oktaf. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa bersalah pada pemuda ini. "Aku sendiri pun tidak mengerti kenapa setiap mabuk berat mulutku butuh pengalihan dari rasa pahit. Sekedar info, aku pernah mencuci mulutku di sungai Han."

Jungkook melotot tidak percaya.

"Itu sungguhan. Maka dari itu aku harus minum dengan seseorang yang bisa kupercaya. Biasanya aku pergi dengan kakakku karena dia bisa menjagaku, tapi sudahlah," putus Yeji karena merasa terlalu banyak memberi informasi. "Jadi, itulah alasanku melakukannya. Maaf," ujarnya tulus.

"Termasuk hampir membuka pakaianku?"

Bola mata Yeji bergerak-gerak gelisah, agak terkejut. "Umm, sejujurnya, aku tidak tahu persis tentang itu. Tapi, oke, aku pernah berpikir mengganti pakaianku ketika mabuk, dan aku baru mendengar bahwa aku bisa bertindak sejauh itu."

"Argumen yang bagus." Jungkook menjentikkan jari dan seketika meninggikan vokal suara, "Tapi kau nyaris melepas celanaku. Kau mengurungku dan terus menciumku sementara tanganmu sibuk membuka pakaianku, tidak lama kau tidur tanpa penyesalan. Karena tindakanmu aku mengalami trauma berbulan-bulan lamanya."

Yeji tertegun, lalu mulai memberanikan diri mengangkat wajah dan menatap Jungkook. "Maaf." Nadanya mencicit pelan. "Maafkan aku."

"Maaf diterima," ujar Jungkook enteng. Bahkan terlalu mudah untuk membayar traumanya berbulan-bulan. Tetapi karena yang meminta maaf adalah Song Yeji yang sekarang disukainya, maka semuanya terasa lebih ringan.

Apa yang dikatakan keduanya seolah-seolah menguap terbawa waktu dan musik yang terus berputar. Dalam keheningan, masing-masing berpikir obrolan apa yang pantas mereka bahas. Yeji tidak terlalu memikirkannya. Namun Jungkook merasa terganggu pada sesuatu yang sedari tadi mengusik jiwa dan pikirannya.

Ia menoleh pada Yeji yang menyandarkan kepalanya ke kursi dan mata terkatup. Namun Jungkook tahu, Yeji tidak benar-benar tertidur. Ujung sepatunya masih bergerak-gerak pelan dituntun alunan lagu Honne. Ingin rasa mengabadikan wajah damai itu di kamera ponselnya dan ia melakukannya.

Semuanya aman. Sampai Yeji membuka mata. Jungkook bersyukur dia telah memasukkan ponselnya lebih cepat beberapa detik sebelum dipergoki. Dua foto cukup. Dia akan menjadikan foto ini sebagai latar belakang layar ponselnya kalau mereka sudah pacaran.

"Song Yeji," panggilnya dengan nada samar, namun mencoba menekan segala macam ketakutan.

Yeji menaikkan alis dan menatapnya penuh perhatian. Jungkook tidak kunjung bicara sampai ia menegur, "Bicara, Jagoan."

Diam-diam Jungkook menelan ludahnya antisipatif. "Boleh ulangi yang waktu itu?"

Kening Yeji mengerut. "Apa?"

"Ciuman." Debaran dadanya menggila. Bagaikan ditinju berulang kali. Jungkook sadar bahwa ia terlalu nekat dan tidak tahu malu. Tetapi lebih baik begini. Karena dia penasaran bagaimana sensasinya kalau mereka kembali bercumbu seperti hari itu.

Terlalu mengejutkan, Yeji hanya bisa menatap Jungkook dengan pandangan mencari tahu. Ia yakin permintaan Jungkook bukan sekadar gurauan.

"Baiklah," jawabnya kemudian. "Berciuman di mobil kurasa tidak buruk. Langitnya sedang bagus." Namun sayang, Yeji tidak mengatakkan langitnya cerah. Karena mataharinya sudah menghilang.

"Tunggu sebentar," kata Jungkook.

Yeji melihat lelaki itu mengaduk-aduk sesuatu dari laci dashboard dan mengambil sekotak Listerine PocketPaks. Dikeluarkannya selembar dan meletakkannya di pangkal lidah. Menunggu sepuluh detik sampai permen stripnya meleleh.

Yeji mencoba mencekal tawanya yang sudah tertampung di lidah. "Kau sering mencium wanita di mobilmu?"

"Tidak pernah!" bantah Jungkook kaget. "Baru kau."

"Jadi bagaimana kau bisa berpikiran mengajakku berciuman dan menyiapkan permen PocketPaks?"

"Aku memang membawa ini setiap hari."

"Kalau kondom bawa?"

Jungkook sontak terbatuk hebat. Mengundang tawa Yeji. "Bercanda, Jagoan. Masalahnya semasa kuliah kakakku punya banyak stok kondom."

"Aku tidak begitu," ucap Jungkook jujur.

"Aku percaya. Jadi kita sungguh akan berciuman malam ini?"

Nuansanya berubah canggung. Tidak dengan Yeji. Hanya bagi Jungkook. "Jadi kapan kau siap?" tanya Jungkook lagi berusaha menekan keinginan dan tidak ingin terdengar seperti desakan. Tetapi juga tidak ingin dianggap amatir oleh gadis yang disukai.

"Sekarang?" tanya Yeji.

Jungkook menarik napas sangat panjang hingga mengeluarkan bunyi dan mengangguk tegas saat membuang napasnya. "Ya. Ayo lakukan sekarang."

"Aku berdebar," ucap Yeji tiba-tiba. Terlalu datar namun perasaanya tak menentu. Bohong kalau ia tidak merasakan dadanya sakit. Jantungnya seperti ditinju berulang-ulang sampai ia berharap jantungnya berhenti berdetak. "Debarannya parah sekali, Jeon."

Jungkook segera menunduk kikuk sambil menggaruk bagian belakang lehernya. "A-ah... begitu." Dikaitkan dengan debaran jantung Yeji, mungkin intensitasnya sama cepat dengan miliknya. "Y-yasudah, tidak usah dilakukan. Lain kali saja."

Otak Yeji berputar lebih cepat, kemudian tubuhnya bergerak sedikit menghadap lelaki yang tampak kecewa di sampingnya. "Baiklah. Aku akan menutup mataku, selanjutnya kuserahkan padamu."

Jungkook menelan ludah. Menatap Yeji lembut. Tidak satu detik pun gadis itu membuka mata bahkan ketika ia beringsut maju.

"Aku akan melakukannya dengan hati-hati," bisik Jungkook. Matanya tidak sekali pun berpaling dari bibir Yeji yang menunggu.

Oke, ini akan berlangsung cepat. Jungkook berani jamin semuanya akan selesai dengan cepat. Ia hanya perlu memastikan sekali lagi bagaimana rasanya mencium bibir gadis yang ia sukai. Hanya sekadar memastikan. Tidak lebih.

Mulutnya kini terpaut dengan bibir Yeji. Awalnya ciuman ini hanya berlangsung tiga detik yang mendebarkan. Berupa kecupan lembut, manis, dan polos. sampai Jungkook melupakan kesepakatan pada dirinya sendiri dan justru memejamkan mata. Ingin mencium lebih lama.

Tangannya menjalar ke belakang leher Yeji. Sementara tangan kirinya menyusur ke belakang punggung gadis itu, membuat keduanya menempel erat. Entah dari mana keahlian singkat ini dia dapatkan. Jungkook mencium Yeji dan Yeji balas menciumnya. Semua terjadi begitu alami.

Cukup yakin bahwa bibir Yeji terasa manis, bukan karena soda, bukan karena bir, maupun cokelat yang beberapa waktu lalu mereka santap. Melainkan sesuatu yang selama ini tidak pernah Jungkook rasakan. Sesuatu yang begitu jauh di dasar hatinya dan Song Yeji sudah menyentuh sesuatu yang begitu lama ia simpan.

Dan Jungkook yakin bahwa ia tidak sedang menyukai seseorang. Akan tetapi jatuh cinta.

Benar-benar jatuh cinta.

[]




See, they were kissing for real. It's gonna be happy story.

Tunggu satu part lagi ya. Udah aku ketik semua.

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 556 6
"Seseorang baru saja membeli rumah kosong di sebelah rumah, lho," ujar Mama pada suatu hari, menarik napas simpati, lalu melanjutkan hati-hati, "Dari...
41.2K 5.9K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG
268K 21.2K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
IN A BIND By KIM!

Fanfiction

40.2K 5.3K 36
Jika saja Seokjin di beri kesempatan sekali lagi, maka ia tidak akan pernah sudi datang ke acara reuni sialan itu. Tidak akan ada malam panas antara...