Mistake

By Exitozdki

20.8K 3.1K 440

Zefanya Annora, siswi penerima beasiswa di salah satu SMA elit ibukota. Zefanya selalu dituntut sempurna dala... More

Opening
Prolog
1
2
3
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

4

950 148 9
By Exitozdki

Sena menyeringai di tempatnya, mengarahkan kamera ponsel yang baru saja ia ambil dari saku celananya ke arah Zefanya yang masih mematung. Setelahnya laki-laki itu melangkah sedikit demi sedikit menuju gadis yang merupakan saingannya dalam meraih peringkat satu. Sementara Zefanya ketakutan setengah mati di tempatnya, satu langkah Sena maju ke arahnya, satu langkah pula ia mundur ke belakang, hingga pada akhirnya tak ada celah lagi untuk kakinya bergerak, Zefanya terjebak di antara dinding dan lemari besi.

Sena berhenti tepat di hadapan Zefanya. "Jadi, ini siswi beasiswa yang selalu dapet ranking satu paralel? Lo dapetin semua itu pake cara licik begini?" desis Sena tajam.

Zefanya menggeleng ribut. "E-enggak! Gue gak seperti yang lo pikirin," sahutnya hampir menangis, jari-jari Zefanya meremas map di tangannya.

Sena menatap Zefanya tajam, kemudian melirik map berisi soal serta kunci jawaban yang ada di dalam genggaman gadis itu, lalu kembali menatap Zefanya. "Berarti lo lebih buruk dari apa yang gue bayangkan?"

Zefanya kembali menggeleng, kini air matanya sudah tak dapat ia bendung lagi. Seharusnya Zefanya memang tak pernah melakukan ini sejak awal, seharusnya ia percaya pada dirinya sendiri.

"Sekarang lo balikin map itu, dan ikut gue," titah Sena.

Zefanya mengangguk patuh. Hendak mengembalikan barang yang sempat ingin ia curi. Baru saja tangannya akan membuka pintu lemari, sebuah cahaya senter menyorot ke arahnya dan Sena.

Secara refleks Sena merangkul tubuh mungil Zefanya untuk berjongkok di bawah kolong meja. Sebelah tangan Sena membekap mulut Zefanya yang terus terisak-isak.

Mata tajam Sena menelisik, menatap satpam yang tengah menyenteri kantor guru selama beberapa saat, setelahnya satpam itu menutup pintu yang terbuka dan berjalan pergi.

Sena membuka bekapan tangannya di mulut Zefanya, seketika gadis itu menghirup udara seraya terbatuk-batuk kecil.

Sena memandang benci wajah imut Zefanya yang dibanjiri oleh air mata.

"Kalau sampai gue kena masalah, lo biang dari semua ini!" tekan Sena.

Zefanya mengangguk sambil menghapus air matanya yang kembali menetes.

Sena berdecih pelan, lantas bangkit dari posisinya dan berjalan lebih dulu. "Ikut gue!" ketusnya.

Dengan patuh Zefanya mengikuti Sena dari belakang. Mereka berjalan hingga tiba di taman belakang sekolah. Sena kembali menatapnya, melayangkan pandangan menghakimi.

"Gue bisa tendang lo detik ini juga dari sekolah, tapi karena gue masih punya hati, gue gak akan lakuin itu," ujar Sena tenang.

Zefanya membelalakkan matanya, perasaannya semakin campur aduk.

"Jangan, Sena. Gue mohon sama lo, jangan bilang hal ini ke siapa pun." Menjatuhkan harga dirinya, Zefanya berlutut di hadapan Sena, ia memohon dengan air mata bercucuran.

"Bangun. Gue gak suruh lo berlutut."

"Gue mohon, Sena. Tolong jangan bilang ini ke siapa pun." Zefanya mengulang perkataannya. Namun, tak menuruti apa yang dikatakan Sena.

"Gue bilang bangun!" hardik Sena.

Zefanya tersentak, lantas berdiri dan menatap mata teman sekelasnya itu.

"Gue gak akan bilang ini ke siapa pun, tapi ... ada syaratnya. Lo harus turutin semua perintah gue."

Zefanya baru saja akan tersenyum dan mengucapkan banyak terima kasih pada pemuda di depannya, tetapi belum sempat itu terjadi, ucapan lanjutan Sena seakan ingin merenggut nyawanya detik itu juga.

"Dan untuk perintah pertama, gue mau lo kalah dalam perlombaan matematika itu," timpal Sena.

Zefanya menggeleng kencang. "E-enggak, gue gak bisa!"

Sena sempat mengeraskan rahangnya sebelum wajah tampannya berubah menjadi datar dan tenang.

"Kalau gitu siap-siap di-drop out dari sekolah ini. Inget, lo gak lebih dari murid beasiswa yang citranya harus selalu bagus," ujar laki-laki tinggi itu menusuk tepat ke ulu hati Zefanya.

Zefanya menatap Sena dengan pandangan yang sulit diartikan, ia tak bisa melepas peluang untuk memenangkan hadiah perlombaan itu begitu saja, tetapi Zefanya yakin Sena tak bermain-main dengan ucapannya.

"Be-beasiswa gue terancam dicabut kalau gue kalah lomba," sahut Zefanya terbata.

"Itu bukan urusan gue," jawab Sena enteng. "Gue hitung sampai tiga, jawaban ada di tangan lo."

Zefanya semakin kebingungan di tempatnya, pilihan ini lebih sulit dari pada mengerjakan seratus soal matematika.

"Satu ...."

"Dua ...."

"Ti-"

"I-iya! Gue akan kalah di lomba itu." Belum sempat Sena menyelesaikan angka terakhir dalam hitungannya, Zefanya lebih dulu menyela.

Sena menyeringai. "Pilihan bagus."

"Tepati ucapan lo, semua bisa berubah tergantung kepatuhan lo sama gue," ucap Sena sebelum melenggang pergi meninggalkan Zefanya.

Zefanya terjatuh, menangis di antara kegelapan malam dan heningnya keadaan. Seandainya ia tak melakukan hal bodoh, mungkin dirinya tak akan terjebak oleh Sena dan segala keinginannya.

"Serius lo enggak papa? Inget, Zef, lo itu sahabat gue, lo bisa ceritain apapun masalah lo ke gue," ujar Aretha khawatir.

Pagi ini Zefanya datang dengan mata sembab, Aretha tentu saja sangat terkejut, ia mengintrogasi Zefanya sejak gadis itu mendudukkan diri di kursinya. Aretha jelas-jelas tahu jika mata sembab Zefanya berasal dari tangisan. Namun, gadis itu terus mengelak, Zefanya mengatakan jika ia tidur lebih awal dan menyebabkan matanya seperti ini. (Baca: terlalu banyak tidur).

Zefanya tersenyum hangat. "Iya, Re. Gue pasti cerita ke lo kalau ada sesuatu."

Meski sudah satu tahun bersahabat dengan Aretha, Zefanya masih saja tertutup dengan gadis itu. Padahal hal sekecil apapun yang mengganggu pikiran Aretha, ia selalu bercerita pada Zefanya. Terkadang Zefanya merasa tak enak hati atas ketulusan hati Aretha.

"Hah ... ya udah, terserah lo, tapi inget kalau ada apa-apa, gue selalu siap 24 jam dengerin cerita lo." Pada akhirnya Aretha menyerah. "Oh iya, lo jadi ikut lomba matematika itu, kan?"

Zefanya mengangguk. "Iya."

Ngomong-ngomong Zefanya sudah mendaftar lomba itu kemarin sebelum pulang sekolah.

"Mau lawan lo dari sekolah lain sepinter apapun, lo pasti bakal menang juara satu," ujar Aretha yakin.

"Kalau gue kalah gimana?"

"Enggak mungkin! Lo pasti menang."

"Gak ada yang gak mungkin, Re."

"Yakin sama gue, lo pasti menang!"

Zefanya hanya dapat tersenyum getir, tak lagi membalas perkataan Aretha.

Tak lama bel berbunyi dan guru yang mengisi pelajaran pertama masuk ke dalam kelas, setelah Aretha membalik duduknya menjadi posisi normal. Diam-diam Zefanya melirik Sena melalui sudut matanya. Seperti biasa, terlihat sempurna. Pakaian serta rambutnya yang tertata rapi mencerminkan betapa budiman dirinya. Berbeda sekali dengan Sena yang semalam Zefanya temui, seolah-olah ada dua karakter yang berbeda dalam satu jiwa.

Mengingat perjanjiannya dengan Sena membuat Zefanya menghela napas berat. Mengapa hidupnya bertambah semakin pelik?

Zefanya paham, menyalahkan tindakan bodohnya semalam tidak akan mengubah takdirnya sedikit pun. Bagai pepatah; nasi telah menjadi bubur, yang Zefanya harus lakukan saat ini adalah menjalani takdir dengan ikhlas, dan yang paling penting, jangan melakukan hal bodoh kembali.

TBC

A/n: Don't forget to vote, follow, and comment!

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 44.2K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
290K 13.2K 18
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
2.7M 275K 64
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.3M 224K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...