Sejarah

420 103 204
                                    

"Ibu, apakah membunuh adalah cara terbaik untuk menghilangkan luka?" tanya Celest pada sang Ibu yang sedang asik menonton televisi.

Yuni namanya, wnita itu hanya membalas ucapan anaknya hanya dengan senyuman sembari mengelus kepala mungil gadis cantik dengan penuh kasih dan sayang, yang dapat di artikan oleh gadis itu bahwa jawaban tersebut adalah "iya".

Sebuah tragedi pembunuhan terjadi dini hari yang dilakukan oleh seorang pria berinisial M yang berhasil merenggut nyawa sang Istri di sebuah kamar milik pribadinya. Peristiwa ini terjadi di sebuah kampung yang terletak di Kalimantan Barat sekitar pukul 06.00 pagi. Motif pelaku untuk membunuh korban adalah timbulnya rasa cemburu karena sang Istri yang tak kunjung pulang setelah menjenguk sang mantan di Rumah Sakit dan ketika sampai di rumah perbincangan merekapun terjadi semakin tak karuan. Menurut saksi mata, karena pelaku tak dapat menahan emosinya makania berhasil merenggut nyawa korban dengan sebuah pisau dapur hanya dalam hitungan menit saja.

Mereka masih menggunakan televisi tahun 90 an, karena bagi Yuni televisi tersebut memiliki banyak sekali kenangan.

"Ibu, apa boleh Cel menanyakan satu hal penting?" tanya Cel dengan mimik wajah yang cukup serius.

Yuni hanya mengangguk kecil dan mempersilahkan putrinya bertanya.

"Dimana suami Ibu? Kalau Ibu nggak ada suami berarti Cel nggak punya Ayah dong, iyakan Bu?" pertanyaan ini sangat sulit dijawab oleh Yuni, karena satu hal yang tidak mungkin ia ceritakan kepada Cel adalah keberadaan ayahnya. Yuni mengerti bahwa seorang anak pasti akan sangat merindukan sang ayah yang sudah lama tidak ada disampingnya. Akan tetapi ia harus tetap menyembunyikan hal ini sampai usia Cel benar benar cukup untuk mengetahui kebenaran-nya.

"Ayah dimana Bu? Cel rindu Ayah, Cel mau Ayah," ucap anak kecil itu yang usianya masih 8 tahun. Dengan wajah polos yang sangat merindukan sosok ayah tetap tidak berhasil meluluhkan hati Yuni untuk menjawab pertanyaan Cel.

Gadis kecil itu hanya dapat menghembuskan napas dengan cukup keras, rasa kecewa pada Ibunya semakin mendalam.

"Apa pertanyaan Cel salah? Setiap Cel tanya Ayah kemana, Ibu selalu diam seakan-akan Ibu nggak pernah dengar suara Cel."

Yuni mencoba meluluhkan hati putrinya dengan segala cara, karena baginya gadis kecil yang sedang menatap dirinya itu belum mencapai umur yang seharusnya.

"Mulai sekarang Cel harus berjanji untuk tidak pernah menanyakan hal itu lagi kepada Ibu," jelas Yuni yang membuat Cel semakin tak mengerti.

"Apa Cel salah selalu bertanya kepada Ibu? Cel selalu liat teman-teman dipeluk Ayahnya, sampai-sampai pipi kanan dan kiri mereka dicium hangat sedangkan Cel nggak pernah tau dimana Ayah Cel berada."

Yuni tidak menggubris pertanyaan anak semata wayangnya itu, ia lebih memilih kembali menonton televisi dan mencoba mencari channel tv yang cocok untuk putrinya.

Semakin lama Yuni menyembunyikan ini, semakin jengkel pula Cel pada ibunya. Sudah hampir setiap hari Cel menanyakan keberadaan sang Ayah, namun sayang Yuni sama sekali tidak berkata sedikit apapun tentang suaminya itu.

Gadis kecil itu lebih memilih untuk pergi ke kamar dan meninggalkan Yuni sendirian. Pintu kamarnya ia banting cukup keras hingga menimbulkan suara yang sangat tidak enak didengar, tak luput juga dirinya membanting tubuh mungil itu di atas ranjang empuk dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dengan gambar panda pemberian dari sang Ibu di acara ulang tahun bulan lalu.

Yuni hanya dapat menyembunyikan rasa bersalahnya. Ia harap apabila kebenaran itu terungkap maka gadis kecil itu yang tumbuh menjadi remaja tidak akan pernah membenci dirinya atau bahkan sampai meninggalkan-nya, itulah yang Yuni takutkan sampai saat ini, semoga saja tidak.

Di balik selimut hangatnya gadis itu terus mengoceh bak burung berkicau di pagi hari. Apa susahnya Ibu menjelaskan keberadaan Ayah padaku? Lagi pula itu tidak akan membuat Ibu repot, aku hanya butuh hangatnya pelukan dari seorang Ayah.

Drtt...

Kini ponsel bergetar, ia memutuskan untuk cepat mengambil ponsel itu, walau usianya terbilang belum cukup untuk memiliki ponsel pribadi, namun ini adalah salah satu cara Yuni untuk memberikan kebebasan pada Cel agar dapat berteman melalui sosial media milik pribadinya dan masih dalam pantauan Yuni.

Benar sekali, gadis itu cukup gembira setelah mendapatkan Follback dari seorang artis ternama pada saat itu di Canada, siapa lagi kalau bukan Shawn Mendes, penyanyi muda berjenis kelamin pria itu berhasil memikat hati seorang Celest Nairi Twila.

Usianya yang masih terlalu dini untuk jatuh hati pada pria asal Canada yang lahir pada tahun 1998 itu, parasnya yang menggoda iman serta suaranya yang merdu membuat dirinya lupa akan usia, terlebih lagi Shawn Mendes belum memiliki pasangan, sudah semakin gila bukan tekat Cel untuk menikah dengannya.

Yuni memutar gagang pintu milik Cel, tak biasanya gadis itu mengunci kamar dengan sengaja.

"Cel, tolong buka pintunya! Ibu sudah memasak makanan kesukaanmu, cepat keluar dan makanlah sebelum semuanya menjadi dingin." Lirihnya pada sang buah hati dari ambang pintu.

Dengan berat hati Cel harus bangkit dari ranjang dan menuruti apa perintah Ibu. Langkah kakinya terus berjalan menusuri lantai berwarna coklat tua itu, mengarahkannya menuju meja makan yang berbentuk persegi panjang dengan pola bunga mawar di tiap sudutnya.

"Duduklah, mari kita makan malam bersama dan setelah itu kamu boleh kembali masuk ke kamar untuk istirahat."

Tanpa berfikir panjang gadis cantik nan mungil itu mengangguk dan menarik kursi yang tingginya sama sekali belum bisa ia tandingi.

Tak ada sepatah kata apapun yang terucap dari keduanya, kini rasa canggung dan marah telah berhasil menguasai diri Cel.

Disaat mereka sedang makan dengan lahap, terlintas dibenak Cel untuk menanyakan satu hal.

"Ibu boleh Cel bertanya? Ini bukan tentang Ayah," ucapnya sembari mengangkat jari kelingking sebagai bukti kalau Cel benar-benar berjanji.

Seperti biasa, Yuni hanya menjawab dengan senyuman manis.

"Bolehkah kita membunuh manusia yang sudah mengganggu kehidupan kita?" Satu pertanyaan yang mudah untuk dijawab oleh Yuni

Seharusnya Yuni hanya perlu menjawab tidak, karena nyawa itu sangat berharga terlebih lagi nyawa manusia. Namun entah apa yang telah merasuki pikiran Yuni hingga dirinya dapat menjawab dengan senyuman dan anggukan, lagi dan lagi wanita paruh baya itu berhasil menyesatkan gadis kecil ke dalam keburukan.

My Weird HobbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang