Part 7

88 59 22
                                    

"Makasih banyak ya Ndre kamu udah repot-repot antar aku pulang," ucap Cel dengan senyuman.

"Iya sama-sama, lagi pula kamu udah jadi tanggung jawab aku. Aku yang bawa kamu dan aku juga yang harus balikin kamu dalam keadaan sempurna."

Reihan dan Wisnu hanya dapat melihat pembicaraan mereka dari jauh. "Masih lama nggak ngobrolnya? Cape jadi obat nyamuk," sindir Wisnu.

"Suruh siapa diem aja?" Kata Andre.

"Iya udah kalau gitu aku masuk dulu ya, kalian hati-hati di jalan jangan kebut-kebutan."

Gadis itu melangkah kakinya hingga berbunyi tap-tap dari suara sepatu yang ia pakai, setelah hilang dari pandangan, mereka bertiga langsung bergegas pergi dari lokasi.

Gadis itu terus berfikir bagaimana cara agar kasus pembunuhan selanjutnya tidak mudah ditemukan bahkan ia berniat untuk membuat korban selanjutnya mengalami kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya.

Sebelumnya aku harus membeli sarung tangan terlebih dahulu, agar sidik jari aku tidak mudah meninggalkan jejak, batin Cel.

Cel mencoba mengambil beberapa lembar uang dari celengan nya, gadis itu memang pandai menabung maka tak heran diusia yang masih muda sudsh memiliki banyak simpanan uang.

Pergi meninggalkan rumah dan bergagas pergi, di sebuah toko kecil Cell mencoba membeli beberapa peralatan untuk memperlancar aksinya, seperti membeli sarung tangan, sapu tangan, pisau lipat, dan juga masker medis untuk menutupi identitasnya.

"Untuk apa semua barang ini nak?" tanya mba kasir itu.

Layaknya anak kecil yang tak berdosa, ia menjawab selogis mungkin, "aku gunakan barang ini sebagai simpanan. Pisau lipat untuk berangkat bekemah saat lusa nanti, sarung tangan untuk ibu memasak di dapur bisa juga untuk aku ketika di tempat perkemahan karena udara dingin, sapu tangan untuk berjaga-jaga jika aku menjadi anak ingusan, masker medis ini untuk mencegah penyebaran virus pada mereka yang masih sehat dan roti ini untuk makan malam ku," jelasnya dengan begitu ringan.

"Total pembayaran nya Rp 74.500,-. Uangnya Rp 100.000,- jadi kembali Rp 25.500,-. Terimakasih," ucap Mba kasir yang memberikan uang kembalian serta struk pembelian.

Setelah membayar seluruh belanjaannya, gadis itu pergi meninggalkan toko iru. Memperhatikan seorang wanita tua yang duduk di depan toko sembari meminta-minta membuat hati kecilnya teriris menangis. Mengingat ia membeli sebungkus roti yang cukup jika harus dibagi dua, maka Cel memutuskan untuk membaginya.

"Nek, ini ada sedikit roti untuk makan siang nenek, jangan lupa dimakan ya supaya perut nenek bisa terisi," kata Cel pada wanita tua itu lalu memberikan sepotong roti berukuran jumbo miliknya, wanita tua itu hanya bisa tersenyum dan berterimakasih.

"Bagaimana? Apa pelaku meninggalkan jejak?" tanya polisi itu pada rekan nya, panggil saja Ryan atau Brigjenpol Ryan (Brigadir Jenderal Polisi).

IPTU Bima (Inspektur Polisi Satu) hanya dapat menggelengkan kepalanya, melihat kinerjanya yang sampai saat ini belum menemukan bukti apapun dari sang pelaku.

"Bima, tolong kamu selesaikan kasus Angga dan saya akan menyelesaikan kasus Dani," perintah Ryan.

"Baik."

Di sebuah gudang terbengkalai yang kini telah dijadikan sebagai tempat pembunuhan siswa SMA. Pihak keluarga Dani tidak mengijinkan tubuh Dani di otopsi maka dari itu mereka hanya dapat mengandalkan bukti seadanya. Jika dalam kurun waktu 1 bulan kasus itu tidak dapat terselesaikan maka akan dinyatakan tuntas karena ditutup secara paksa.

Kain apa itu? Apa ini bisa dijadikan sebagai barang bukti? batin Ryan yang bermonolog dan mengambil kain itu tak lupa ia menggunakan sarung tangan serta menyimpan kain itu ke dalam plastik yang digunakan untuk menyimpan beberapa barang bukti.

Pria itu masih memikirkan bagaimana cara pelaku dapat melukai si korban hingga seperti itu?

"Apa ini sudah disebut sebagai psikopat? Jika dia hanya ingin merenggut nyawa korban maka kecil kemungkinan dia akan mencabik-cabik korban," gumamnya.

Sepertinya Ryan sudah cukup dengan bukti yang di dapatkan, "lebih baik saya kembali menemui Rendi dan melanjutkan kasus ini di lain waktu."

Mengatasi kasus dua anak remaja saja sudah sulit, dan jika benar terjadi pembunuhan selanjutnya, maka akan semakin sulit dan akan lebih banyak lagi menguras tenaga. Satu yang ditakutkan oleh Ryan, dia takut akan banyak anggota polisi yang jatuh sakit karena mengatasi kasus kematian ini.

Sesampainya di lokasi Bima berada, Ryan bergegas menunjukan bukti yang ia temukan tadi, melihat jelas bahkan warna merah yang menempel pada kain itu adalah darah, bau amis yang Bima cium pun sangat familiar karena bagaimanapun darah memiliki aroma yang khas.

"Sepertinya ini darah korban," kata Bima.

"Mungkin, tp kita harus cek sidik jari nya," imbuh Ryan.

Mereka memutuskan untuk kembali ke kantor dan melacak siapa pemilik sidik jari itu.

My Weird HobbyWhere stories live. Discover now