24. Sebuah Pilihan

2.7K 550 28
                                    

“Cerita ini fiktif

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji 2” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Meninggalkan atau ditinggalkan.”

***

Alif membaca prosedur pemeriksaan kesehatan Daffa dan mengerutkan kening. Jumlah pemeriksaan yang Daffa lakukan lebih banyak dibandingkan di rumah sakit Yulianto, bahkan ada pemeriksaan yang menurut Alif tidak diperlukan sama sekali. Duduk di lorong rumah sakit seorang diri, Alif mengambil ponsel dan mencoba menelpon Dokter Yulianto, ingin mencaritahu.

Namun suara langkah kaki mendekat, mengurungkan niat Alif. Dia melihat Daffa keluar dari ruang pemeriksaan dan berjalan kearahnya. Tampaknya mereka harus berpindah tempat untuk ketiga kali dan menjelajahi rumah sakit Handoko yang luas, tapi paling tidak seorang perawat laki-laki menemani, memberikan arahan sehingga mereka tidak tersesat.

“Sudah selesai Kak? Sekarang boleh makan, kan?” tanya Alif segera, langsung berdiri menyambut kedatangan Daffa. Khawatir karena semenjak malam dan sekarang hampir jam tiga Daffa belum menyentuh makanan atau pun meminum air.

“Satu kali pemeriksaan lagi.” Si perawat laki-laki menjawab.

“Apa? Kok panjang banget prosedur pemeriksaannya. Kakak saya belum makan dari tadi malam. Mukanya pucat banget.” Alif memberikan protes dan membantu Daffa duduk di kursi panjang rumah sakit.

“Kali ini tidak lama. Mari sembari menunggu dokter spesialisnya datang. Pak Daffa lebih baik istirahat di kamar rawat,” ajak si perawat, bahkan menarik kursi roda dari samping pintu.

Daffa memberikan tatapan penuh arti kepada Alif.

“Nggak perlu kursi roda, saya saja yang menuntunnya.” Alif menolak. Paham dari ekspresi Daffa. “Berbaring sebentar Kak. Bukan menginap.” Dia menambahi dan membujuk Daffa. “Kakak butuh istirahat. Kak Daffa kelihatan capek.”

“Tapi…” Daffa tampak keberatan.

“Berapa lama menunggu dokter datang?” tanya Alif.

“Paling lama satu jam. Daripada Pak Daffa duduk di sini, akan lebih nyaman beliau istirahat di kamar.” Perawat laki-laki itu memimpin jalan.

“Baiklah. Ayo Kak.” Alif menarik Daffa berdiri. Dengan paksa tentunya saja. “Satu jam saja menunggu.”

Daffa menuruti desakan Alif. Mereka mengikuti si perawat laki-laki menyelusuri koridor untuk menemukan kamar rawat. Tidak jauh sebenarnya, ketika mereka berbelok, si perawat berhenti dan membukakan pintu sebuah kamar.

Surga Di Balik Jeruji | SenjaWhere stories live. Discover now