23. Harga Yang Harus Di Bayar

Zacznij od początku
                                    

Dia lanjut menyelesaikan laporan bulanan, walaupun sesekali tangannya berhenti mengetik dan menyasar mengelus kepala Daffa.

“Benaran nggak mau aku temani?” Alya menawari untuk puluhan kali hari ini. Dia lebih mengkhawatirkan trauma Daffa. “Aku bisa izin nggak masuk kerja besok.”

Daffa melipat kedua lengan di depan dada, berbaring menyamping, sehingga matanya melihat yang sedari tadi Alya kerjakan dari layar laptop.

“Sudah gede. Bisa pergi sendiri.”

“Aku serius sayang.”

“Aku juga serius sayangku.” Daffa menimpali. Sedikit terkekeh saat mendengar Alya menghela napas, kesal. “Aku ditemanin Alif, jangan khawatir. Kamu nggak boleh ngambil cuti lagi. Aku bisa membayangkan gimana paniknya Pak Wisnu kalau FD kesayangan absen lagi.”

“Tapi aku…”

“Alif menjagaku dan aku pasti melaporkan hasilnya sama kamu. Nggak menyembunyikan apapun dari kamu,” sambung Daffa membaca pikiran Alya.

Tidak bisa membantah Daffa. Alya melanjutkan pekerjaannya. Sesekali dia membuka ponsel lalu beralih mengetik di laptop. Namun dia menegakkan tubuhnya kemudian.

“Daffa…” panggil Alya.

Lama menyahuti, Daffa hampir terlelap, matanya terkadang membuka dan menutup.

“Mhm?”

“Sayang…”

“Iya, kenapa sayangku?”

“Aku sudah cerita belum?” Ada yang mengusik pikiran Alya dan itu bukan laporan bulanan yang harus dia selesaikan malam ini. “Soal pertemuan aku dengan Nyonya Haifa beberapa hari lalu di toilet perempuan.”

“Kamu nggak cerita.”

“Aku baru memikirkannya sekarang. Aku merasa sikap Nyonya Haifa aneh banget waktu itu.” Alya menatap Daffa yang matanya terpejam.

“Aneh gimana?” Suara Daffa melemah.

“Aku nggak sengaja meninggalkan ponsel dan Nyonya Haifa mengejarku untuk mengembalikannya.” Alya bercerita. Dia mengerutkan keningnya lagi. Jari-jemarinya berhenti bekerja dan beralih mengelus rambut Daffa. “Dan waktu kamu menelponku. Wajah Nyonya Haifa langsung pucat pasi.”

“Mungkin karena dia kelelahan. Nyonya Haifa sakit.” Daffa menanggapi.

“Tapi ini lain, perubahan sikapnya drastis banget. Terutama waktu dia melihat foto di layar ponselku.”

“Foto apa?”

“Foto kamu sama ayah,” jawab Alya.

Ada kerutan kecil di antara dua alis Daffa. Walaupun mata terpejam dia menyimak betul perkataan Alya.

“Foto aku sama ayah?” ulang Daffa.

“Iya. Dan waktu Nyonya Haifa tanya siapa yang ada di foto itu.” Alya mengelus di satu titik di bagian kepala Daffa, pada jahitan yang meninggalkan bekas. “Aku tanpa berpikir menjawab kalau itu foto kamu. Dari situ Nyonya Haifa bersikap aneh. Dia tampak kaget. Gimana yah menjelaskannya. Nyonya Haifa! Apa kamu pernah bertemu dengannya sebelumnya?”

Surga Di Balik Jeruji | SenjaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz