treize : curious

501 112 33
                                    

Setelah 30 menit berlalu, taxi haruto dan anya sampai di rumah anya. Entah itu waktu lama atau tidak, namun bagi haruto perjalanan ke sini sangat singkat. Atau mungkin ia terlalu menikmati perbincangannya dengan bapaknya.

"anya bangun," haruto menggoyangkan tangan anya

Tak lama anya membuka matanya perlahan, ah lehernya pegal karena ia menyadarkannya pada jendela.

"patah tau rasa" ujar haruto saat melihat anya memutar sendinya hingga beberapa kali mengeluarkan suara seperti tulang yang patah.

"leher gue pegel anjirr, lo kenapa diem aja sih? Kan dimiring ke sebelah lo bisa naruto, dasar tidak pengertian" ketus anya sambil membuka tasnya, mengambil uang untuk ia bayarkan kepada bapak taxinya.

"udah sana keluar, biar gue aja yang bayar"

"wiih seriuss? Yaudahh kalo gituu, hah duit gue amann. Makasih ya naruto, makasih juga ya pak sudah mengantarkan saya dengan selamat sentosa" anya lalu keluar dari taxi

"jalan mas?"

"sebentar pak" haruto memperhatikan anya hingga pagar rumahnya kembali tertutup rapat

"udah pak, jalan hayu"

"tuhkan fiks inimah, masnya suka sama mbanya. Di coba mas, siapa tau kalo jodoh kan" lagi-lagi ia menggoda haruto

Tidak, tidak mungkin. Hanya perasaan bapaknya saja, iya. Saat haruto belum terlalu jauh dari rumah anya, ia kembali melihat ke arah belakang dengan melihat kaca mobil.

Semua tampak biasa saja sampai seorang pria dengan pakaian serba hitam, lengkap dengan topi dan maskernya menunjukan tanda-tanda aneh

"sebentar pak,"

Ia melihat suasana sekitarnya, lalu tak lama ia masuk ke dalam. Ia kembali merengutkan dahinya, sebenarnya semisterius apa seorang anya. Haruto memutuskan untuk kembali ke rumah anya, dan membiarkan taxi menunggunya.

Saat ia berada di halaman rumah anya, tak lama terdengar suara yang tak asing bagi haruto berteriak meminta pertolongan. Ia melesat dengan cepat membuka pintu rumah anya,

"anya,"

Orang yang sebelumnya haruto lihat sedang berhadapan dengan anya di sudut ruangan, setelah mendengar suaranya ia berlari.

Saat haruto akan mengejarnya, pandangannya tertuju pada anya. Wajahnya pucat pasi, dengan luka robek di bibirnya. Dan, tangannya. Mengeluarkan banyak darah, sialan apa yang dia lakukan pada anya. Haruto menghampiri anya,

"anyaa, sadar anyaaa" bentaknya

"kak- aya?"

Lagi-lagi, nama itu.

"sadarr anya, gak boleh merem sebentar lagi anya" haruto mencoba mengikat luka anya dengan saputangan miliknya

"anya, takut kak. Ayah- ada di sini" setelah mengatakan hal itu anya tak sadarkan diri. Kemudian dia beralih menghubungi lita,

"anya, anyaa sadar. Anyaaa" tak ada waktu lagi, ia akhirnya mengangkat tubuh anya untuk segera ia bawa ke rumah sakit terdekat.

Berulang kali ia mengucap syukur dalam hatinya, ia belum jauh dari rumah anya. Bagaimana jadinya jika dalam keadaan seperti ini anya tetap di sana, tanpa ada orang lain yang menolongnya.

"astagfirullah mas, ini kenapa?" tanya bapak taxi yang menunggunya

"cepet ke rumah sakit pak, cepetan"





»»»★★«««

Kanaya mendengarkan setiap pernyataan yang haruto jelaskan padanya. Ya, orang yang membawa anya ke sini adalah haruto. Dengan cepat ia menghubungi lita.

"makasih banyak yaa, kakak gak bisa bayangin kalo kamu gak ada di sana" ia menggenggam tangan haruto dengan erat

"iya kak, sama-sama. Tapi maaf kalo saya lancang, apa orang itu benar-benar ayahnya kak?"

Lagi-lagi lita menginjak haruto, padahal dia sendiri yang memberi label lancang tapi tetap saja pertanyaannya meluncur dengan lancar.

Kanaya tampak terdiam beberapa saat. Bahkan ia pun tak tau apa panggilan itu masih pantas di sematkan padanya.

"iya," jawabnya singkat

Haruto menganggukkan kepalanya, sebenarnya masih banyak pertanyaan yang berputak di otaknya. Tapi sepertinya tidak hari ini, kakak anya terlihat sangat lelah. Ia tak mau menambah bebannya lagi dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaannya.

"tapi kak, kalo boleh tau kak aya itu siaphmphh-" tiba-tiba lita menyumpal mulut haruto dengan dasi miliknya,

"sorry ya kak nay, aku ada urusan jadi gak bisa lama-lama. Nanti aku ke sini lagi, see you kak" setelah itu ia pergi menarik haruto beserta semua pertanyaan kalo boleh taunya.

Kanaya tersenyum melihat interaksi lita dan adik sepupu yang keingintahuannya sangat tinggi. Saat ia kembali mengecek keadaan anya, tiba-tiba ia meneteskan airmata dengan matanya yang tertutup.

"anya,"

Namun tak ada jawaban, yang ia dapat hanya anya yang terlelap dalam tidurnya.



"ariii!!!"

"apaansih kak!"

"lo gak bisa banget apa kalo gak kepo? Orang lagi kaget malah ditanya macem-macem, gak liat tadi kak kanaya mukanya cape gitu hah?"

"kak, bagi gue rasa penasaran itu sama aja ngebunuh tau gak. Pertanyaan-pertanyaan yang ingin gue tanyakan terus-terusan menghantui otak dan pikiran gue yang otomatis menghambat segala pekerjaan yang sedang gue kerjakan"

Lita memutar matanya malas, penjabaran haruto terlalu berlebihan.

"lo inget gak pas terakhir kali gue jatuh di sirkuit? Gue jujur sama lo, gue mikirin alasan anya nolak cowo yang tulus sama dia demi kak aya kak aya itu. Liat kan? Gue jatuh"

"rii?"

"makanya waktu itu gue tanya anya langsung, tapi kan gak dijawab. Nah sekarang malah nambahh busett gak bisa gue kemana-mana sendiri nih bahaya" haruto menggelengkan kepalanya

"sebegitu penasaran lo sama anya?"

"gimana gak penasaran kalo gue selalu ada pas masa lalu anya bermunculan dipermukaan, di depan muka dengan mata kepala gue sendiri kak?"

"jawab gue, kak aya itu siapa?"

"gue gak berhak cerita tentang dia karena gue juga kenal dari anya. Jelas anya yang paling tau tentang kak aya"

Bisa gila haruto. Apa sulit menyebutkan identitas aya itu. Semua orang seakan tak berhak mengatakannya selain anya.

"tau ah pusing gue pusingg jadi pengen pentol, beli dulu yu kak" setelah itu ia berlalu masuk ke dalam mobil lita

"kenapa kudu pentol sih ah"









»★━━━━━༻✿༺━━━━━★«
Monday, march 22nd 2021

- isnaa_nisaa -

Comρlicαtҽd✔Where stories live. Discover now