(31)

2.1K 190 88
                                    

Terlihat siluet seorang gadis tengah berdiri di balkon kamarnya. Menikmati semilir angin pagi yang menyejukkan. Tidak ada ekspresi yang berarti pada wajahnya. Tetapi matanya jelas menunjukan kesedihan yang mendalam. Penampilanya juga tidak bisa dikata baik. Rambut acak-acakan dengan mata panda yang cukup parah dikedua matanya.

Seperti pagi-pagi sebelumnya,ia tidak akan turun untuk ikut menyantap sarapan pagi. Kedua orangtuanya terlihat cemas,melihat putri mereka bersedih. Tetapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa.

Setiap pagi,pelayan di sana akan mengantarkan makanan ke kamarnya. Tetapi makanan itu terkadang tidak disentuh sama sekali. Seperti sekarang, ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Tanpa melihatpun ia sudah tau bahwa itu bi Sri,pelayan dirumahnya yang bertahan sampai sekarang.

"Non," panggil seseorang dari balik pintu, "bibi boleh masuk?" tanyanya,

Tanpa berfikir panjang gadis itu berucap, "Masuk aja bi,engga dikunci."

Wanita itu masuk ke dalam dan meletakkan nampan berisi makanan di atas nakas. "Jangan lupa dimakan ya non,bibi permisi." ucapnya,gadis itu hanya mengangguk tanpa menoleh. Wanita bernama Sri itu menatap punggung nona nya sendu sebelum berbalik dan ke luar dari sana. Setelah mendengar langkah kaki menjauh,gadis itu berbalik dan sedikit terkejut saat mendapati sang abang berdiri didekat pintu.

"Ngapain abang di situ?" ucapnya tidak suka. Apanya yang beda? Ade gue masih sama,songong!

Azfer menghela napas dan tanpa izin masuk ke dalam kamar kemudian duduk  disofa empuk yang ada disana. "Mau nengokin adik gue yang katanya lagi sedih gara-gara ditinggal kekasih." ucapnya ringan tanpa beban.

"Kalo lo kesini cuma mau ngecengin gue,mending keluar deh." balas Glen acuh.

"Tumben banget adik gue begini,kenapa sih? Coba bilang sama abang." ujar Azfer sedikit khawatir.

"Kepo lo dora. Urusin aja tuh skripsi lo yang engga selesai-selesai." Bibir Azfer berkedut,mulut adiknya ini memang sama tajamnya dengan sang mama. Azfer mencoba sabar.

"Cerita ke abang apa masalah lo de,barangkali abang bisa bantu. Atau...," Azfer menjeda ucapannya, "gue panggil si Fiy aja biar dia ke sini?" lanjutnya, Glen mendelik.

"Jangan! Engga mau! Yang ada nanti gue di kasih wejangan satu hari satu malem." Glen bergidik ngeri membayangkannya. Ia memang tidak pernah keberatan dengan semua nasihat yang diberikan kak Fiy kepadanya. Tetapi jika urusannya sudah begini,ia yakin,wanita itu akan berbicara panjang lebar di depannya. Dan Glen hanya ingin ketenangan saat ini.

"Oke asal lo ma—"

"Glen,mama mau bilang sesuatu." Tiba-tiba saja Elyana sudah ada di sana dan memotong ucapan Azfer. Keduanya bingung melihat penampilan Elyana yang mengenakan pakaian serba hitam. Sang mama terlihat sedih.

"Kenapa mah?" Glen akhirnya bertanya.

"Mama dapet kabar dari tante Lena,katanya," Elyana menarik napas panjang,ia mencoba untuk tenang, "Akhtar pulang Glen." lanjutnya lirih.

Tubuh Glen kaku,ia bingung harus bereaksi seperti apa. Rasanya berteriak dan melompat kegirangan pun tidak cukup untuk menggambarkan rasa bahagianya.

"Mama serius? Akhirnya! Glen harus kerumah mom Lena sekarang juga. Glen mau ketemu Akhtar." Ujar Glen penuh semangat. Orang yang selama ini ia tunggu-tunggu akhirnya kembali juga. Tapi tunggu— kenapa sang mama terlihat sedih? Apa dia tidak suka melihat anaknya senang?

"Kita semua akan kesana Glen,bersama. Tapi sebelum itu,kamu ganti baju dulu. Sebentar lagi bi Sri akan ke sini membawakanmu pakaian." Glen mengernyit bingung,pakaian? Pakaian apa?

Naefa [Selesai]Where stories live. Discover now