(35)

2.1K 160 21
                                    

Disebuah bandara besar,terlihat banyak sekali orang berlalu lalang kesana kemari. Sejak pukul lima dini hari,Bandara Internasional John F.Kennedy sudah dipadati oleh para penumpang. Baik penduduk asli maupun para turis yang sengaja berlibur ke Manhattan.

Disalah satu kursi tunggu terlihat seorang pemuda tengah duduk memandang kaca besar yang menampilkan sebuah burung besi raksasa yang akan mengantarkannya pulang ke Indonesia. Senyuman manis terukir diwajahnya. Ia tidak sabar untuk sampai di sana dan bertemu dengan gadis itu. Tetapi waktu terasa sangat lambat,bolak-balik ia melihat arlojinya,kapan pesawatnya akan take off?! Pemuda itu sudah tidak sabar. Berbeda dengan gadis yang berdiri tidak jauh darinya,gadis itu terlihat resah menunggu seseorang.

"Lo bisulan?" tanya Akhtar kepada gadis itu. Yang hanya dibalas tatapan malas. Beberapa menit kemudian,datanglah seorang pemuda yang terlihat tergesah-gesah.

"Maaf baby, ada sedikit kendala di jalan tadi." ucapnya dengan napas memburu. Elis langsung memberikan sebotol minuman kepada pemuda itu.

"Duduk dulu,kamu pasti cape." ujarnya menuntun Gavin untuk duduk di salah satu kursi. Gadis itu mengeluarkan sapu tangan kecil dari tas nya dan mengusap peluh yang menetes di dahi sang kekasih. Akhtar melirik dua sejoli itu, kapan Glen akan memperhatikan nya seperti itu? Pikirnya. Ia menatap mereka iri,ia juga mau....

Tidak terasa lima menit lagi,pesawat mereka akan lepas landas. Akhtar sudah berdiri dari duduknya. Dan menyilangkan kedua tangannya menunggu Elis yang sedang berpamitan dengan sang 'kekasih'.

"Kamu beneran engga mau ikut?" ucap Elis sendu. Gavin tersenyum kearahnya.

"Engga bisa baby, aku harus mengurus kuliahku di sini. Pergilah,jaga dirimu baik-baik. Dan pulanglah setelah semua urusanmu selesai. Aku menunggu di sini." Ujarnya penuh kasih sambil mengusap pelan surai panjang milik Elis.

"Aku akan merindukanmu,sangat." ucap Elis pelan,ia memeluk tubuh Gavin erat. Sedangkan pemuda itu tersenyum dan membalas pelukan gadis itu. Sejahat-jahatnya seseorang,pasti mempunya sisi baik yang tidak ia tunjukan ke semua orang.

"Cepatlah,kakiku sudah lelah berdiri di sini!" Gerutu Akhtar. Elis pun melepaskan pelukannya dan menatap Akhtar geram. Ia pun mengecup singkat pipi kanan Gavin,kemudian berlalu pergi menuju pesawat. Akhtar mendekat kearah Gavin.

"Gue pinjem dulu gadis lo." ucapnya,

"Dia bukan barang bodoh!" Balas Gavin menatap Akhtar sengit. Kalau saja orang didepannya ini tidak membuat rencana yang melibatkan Elis,pasti ia tidak berpisah dengan gadis itu. "Jaga dia baik-baik." Lanjutnya. Akhtar terlihat berfikir.

"Aku tidak janji kak." ujar Akhtar dengan nada meledek. Kemudian secepat kilat ia pergi meninggalkan Gavin yang terlihat menahan amarahnya.

"Kalo ini bukan tempat umum,udah gue lempar kursi-kursi ini ke tuh bocah!" Geramnya sambil meremas botol ditangannya.

Kini Akhtar maupun Elis sudah berada di kabin pesawat. Mereka tidak duduk bersebelahan, malainkan Akhtar duduk dikursi depan dan Elis tepat di belakangnya. Akhtar mengalihkan pandangannya keluar menatap gumpalan awan. Dua hari sudah berlalu,kini saatnya ia kembali. Misinya di sini sudah selesai. Dan ini semua berkat bantuan sang kakek. Orang tua itu memang luar biasa.

Tangan Akhtar bergerak mengeluarkan sebuah kotak beludru hitam berbentuk persegi panjang dari saku mantelnya. Ia mengelusnya. "Lo pasti suka liat ini,tunggu gue Nat." Gumamnya tersenyum kecil.

Sedangkan ditempat lain,langgit terlihat cerah di terangi sinar rembulan. Disebuah rumah besar,terlihat anak gadis dari keluarga Hollander  tengah berkumpul dengan teman-temannya di teras depan.

Naefa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang