35

3.4K 302 32
                                    

Jeno menatap perban yang melilit lengan Jaemin, ia ingat betul bagaimana Jaemin terjatuh tadi. Tangannya mengusap lembut perban itu, walaupun ia tidak tau seperti apa rasanya orang yang mengidap hemofilia tapi dapat ia pastikan itu tidak menyenangkan. Ia ingat bagaimana susahnya Jaemin saat disuruh minum obat atau mengobati lukanya walaupun hanya sekedar teriris, namun setiap tetes darah begitu penting untum adiknya.
Tidak lucu jika ia menemukan Jaemin kehabisan darah hanya karena teriris pisau.

"Sakit?"

"Enggak, karena udah diusap sama hyung"
Jeno tersenyum, merapikan rambut adiknya itu. "Kamu hebat bisa mengatasi rasa takutmu"

Jaemin tersenyum pada Kyuhyun, ia mati-matian menahannya sejak awal perlombaan dan rasa takutnya yang hampir meledak hilang begitu saja begitu mendengar suara Jeno.
"Astaga aku kekenyangan.."Jaemin menepuk perutnya yang terasa penuh, Jeno membelikannya dua burger sekaligus. Belum kentang goreng dan ice cream.

"Mau pulang sekarang?"
Jaemin mengangguk, tidak sanggup menghabiskan sisa kentang goreng dan minumannya. "Paman Kyuhyun ikut?"

"Tidak, paman harus mengurus sesuatu. Sekali lagi selamat Na Jaemin. Paman duluan ya?"

"Terimakasih sudah mau mengantarkan ku ya"ucap Jaemin senang lalu mengikuti Jeno menuju mobil Taeyong.
Langkah kakinya terhenti, kepalanya terasa sakit sekarang. Sial, dia kembali mendengar ucapan tak masuk di akal itu.
"Na! Kau kenapa?"

"Akh!"Jaemin menarik rambutnya keras. Tidak peduli sudah menjadi pusat perhatian disana, kepalanya benar-benar sakit. "Na! Dengarkan hyung"

"Sakit!!"racau Jaemin terus memukuli kepalanya keras, matanya sudah berair. Hanya ingin menghilangkan rasa sakit di kepalanya, itu saja.
"Kakakmu akan pergi.."

Kalimat terakhir, kalimat yang ia dengar dari halusinasinya sebelum pandangannya mengabur. Tubuhnya melemas seiring Jeno mendekapnya erat. Berkali-kali ia memanggil Jaemin namun anak itu tidak menyahutinya, pandangannya kosong menatap Jeno. Ia hanya mendengar kakaknya yang begitu panik, terus menepuk-nepuk pipinya, memanggil namanya tanpa lelah.
"Aku mohon...Na Jaemin..tatap aku sekarang!"

***

Gagal,
Pesta kejutan untuk Jaemin gagal. Jeno bahkan masih menatap Jaemin yang nyenyak dalam tidurnya setelah diberikan obat penenang. Tangannya menggenggam tangan Jaemin yang lebih kecil darinya itu.
"Kenapa Na... kenapa kau harus mengalaminya.."

Jeno menerima telpon dari seseorang, raut wajah kebencian terlihat jelas sekarang.
"Halo, Jeno..anakku sayang..sedang a~"

"Berhenti menelponku"

"Kenapa? Ayah mengkhawatirkan mu"

"Berhenti menyebutmu ayah! Dan ingat... aku bukan lagi anakmu!"Jeno membanting ponselnya keras. Layar ponselnya retak parah. Masa bodoh, Jaemin lebih penting darinya.
"Aku sudah tau kau akan melakukan itu, Lee Jeno"

Tubuh Jeno menegang, perlahan menoleh ke belakang. Jonghyun, pria biadab itu ada dibelakangnya sembari tersenyum.
"Ayah menyempatkan diri untuk kembali kesini.. menjemputmu"

"Banyak omong"

"Ayo.. ayah sudah membeli tiketnya"Jeno menarik nafasnya, berdiri dari tempat duduknya. Menendang kursi yang ia duduki hingga terguling ke sudut ruangan.
"Apa? Kau belum puas menghancurkan keluarga ku hah?! SEBERAPA SENANGNYA KAU MENYIKSA ADIKKU?!"

"Cih..hanya anak seperti itu.."

"Tarik perkataan mu pak tua...Jaemin lebih berpendidikan dibandingkan dengan kau. Keluarga kalian sama buruknya.. seorang kepala keluarga yang tidak bertanggungjawab.. haus akan teriakkan kesakitan dan seolah-olah menjadikan Jaemin sebagai kelinci percobaan.
Sementara wanitanya adalah wanita yang haus akan harta...dasar jalang"

Bugh!!

Jeno tersungkur menabrak kaki kasur Jaemin. Sudut bibirnya berdarah, ia tersenyum miring lalu menatap Jonghyun.
"Aku tidak akan berteriak kesakitan. Bahkan jika kau menusukkan pisau pun aku tetap tidak akan berteriak Tuan Lee..atau harus ku sebut...Tuan Im? Kau bukan kepala keluarga ku lagi sialan!"

"Persetan dengan kau..aku muak!"Jonghyun melempar Jeno keluar ruangan. Orang-orang dirumah sakit berteriak histeris melihat Jonghyun yang memukuli Jeno brutal. Kakak dari Na Jaemin itu hanya tersenyum menerima pukulan dari Jonghyun, tak berniat membalasnya sedikit pun. Dia membiarkan tubuhnya terus menerima pukulan demi pukulan, tendangan keras, bahkan tubuhnya yang harus mendarat dengan keras si lantai putih rumah sakit.

Darah sudah berceceran di lantai, tidak ada yang berani memisahkan mereka satu orang pun. Bahkan petugas keamanan yang datang jadi korban juga.
"Kenapa hm? Sakit ya? Ah..kurasa masih harus banyak luka yang kubuat"

"Dasar anjing!"Jonghyun terkesiap mendengar ucapan Jeno. "Kau tidak pantas disebut manusia...bahkan anjing pun masih memiliki hati dibandingkan kau.."

Jeno menatap Jonghyun yang tak lagi memukulnya, wajahnya sudah babak-belur. Tubuhnya terasa remuk sekarang. "Kenapa? Kau bilang belum puas memukuli ku..ayo lanjutkan"

"LEE JENO!!"Taeyong mendorong Jonghyun, menarik kemeja pria itu dan mendorongnya ke tembok. "Mati saja kau iblis!"

Jeno masih terbaring di lantai, meresapi semua rasa sakit ditubuhnya. "Bahkan ini tidak cukup, Na.."

Nasib baik Jaemin tidur atau Jonghyun akan kembali menargetkannya lagi. "Jeno kau baik-baik saja?! Kenapa kau tidak melawan bodoh! Kau ini jago dalam masalah seperti ini.."

"Karena aku ingin mencoba seberapa sakitnya Jaemin selama ini"Taeyong memapah Jeno dalam diam, ucapan Jeno membuatnya tidak bisa berkata lagi. Jonghyun sudah diamankan oleh polisi yang datang tadi, padahal ia masih ingin merasakan sakitnya lagi.

***

Jeno melamun selama lukanya diobati. Ia sama sekali tidak kesakitan, bahkan punggungnya yang sedikit biru tidak bisa ia rasakan sakitnya seperti apa.
"Tidak sakit?"

Jeno menggeleng, ia menatap pintu ruangan dokter yang lebih menarik perhatiannya. "Orang bilang Tuhan itu adil..tapi kenapa keluargaku terus saja seperti ini"

"Tuhan memberikan cobaan untuk semua orang, dan itu tidak akan mungkin melewati kemampuan mereka. Jangan berkata jika Dia tidak adil... nanti juga pasti ada jalan keluarnya.
Oke sudah"Jeno menatap wajahnya yang penuh luka yang sudah diobati. Ia berterimakasih pada dokter itu dan bergegas menuju kamar Jaemin.
Anak itu masih tidur dengan nyenyak, tak terlihat sedikitpun rasa gelisah diwajahnya.

Jeno bilang pada Taeyong jika jangan dulu ada yang mengunjungi Jaemin. Biarkan dia menyelesaikan masalahnya dulu baru boleh datang kesini. "Biasanya kamu yang cerewet kalau aku terluka walau sedikit.. sedangkan dirimu, kamu malah menyembunyikannya."

"Dan itu membuat ku semakin merasa bersalah.. kau menyebalkan ya"

[]

Maaf kalau ada kata kasar nya..

Run, Na Jaemin!Où les histoires vivent. Découvrez maintenant