25

2.5K 304 36
                                    

Jaemin sebenarnya enggan untuk ikut dengan Jeno, ia memilih langsung pulang ke rumah bibinya dibandingkan harus menemani Jeno untuk mengambil baju dulu.
Wajahnya masih memperlihatkan memar yang cukup jelas, tubuhnya juga belum sekuat biasanya.

Dengan alasan takut jika Jaemin pergi sendiri membuat dirinya harus ikut dengan sang kakak.
Matanya terus melirik ke segala arah, masih was-was dengan sekitarnya.
Jaemin berdiri dihalaman rumahnya dengan gugup, ia menolehkan kepalanya saat dirasa ada seseorang yang keluar dari rumah.
Dikira Jeno malah Sumin yang keluar hendak membuang sampah.

Pandangannya terpaku melihat Jaemin yang sama kagetnya bahkan lebih kaget serta takut Jaemin.
"Na.."

"A-aku hanya..aku akan pergi.."

"Na dengarkan ibu dulu"

"Tidak..jangan bentak aku lagi, jangan pukul aku lagi"hatinya mencelos mendengar perkataan si bungsu yang sudah berlari meninggalkannya.
"Kemana Jaemin?"

"Dia ke arah halte.. sepertinya ibu sudah menyakitinya, benar-benar menyakitinya"
Jeno berlalu begitu saja untuk menyusul Jaemin, meninggalkan Sumin yang terdiam
"Na mau kemana?"

"Tidak.. kemana-mana"

Jeno tersenyum kecil lalu menggenggam tangan sang adik, tangannya begitu dingin sekarang. "Kamu takut?"

"Aku.."

"Ada aku, tidak perlu takut. Bukankah aku sudah berjanji tidak akan kemana-mana?"Jaemin mengangguk lalu mengikuti langkah Jeno untuk pergi ke halte bersama.
Percayalah, hidup seperti seorang Na Jaemin bukanlah hal yang menyenangkan jika ia tidak memiliki seorang kakak yang hatinya bahkan lebih baik dari malaikat.

Jeno tersenyum miris melihat Jaemin yang jadi pendiam sekarang, seperti besok dia benar-benar harus pergi ke psikolog.
"Tunggu sebentar.. bukannya aku punya mobil ya?"

"Bukannya mobil hyung berada di rumah bibi Jinyeong ya?"balas Jaemin menatap wajah kakaknya dengan polos
"Ah iya.."

"Hyung pelupa"dada Jeno terasa sesak melihat perubahan sikap Jaemin yang cukup drastis, biasanya saat ia melemparkan beberapa candaan kecil adiknya pasti sudah tertawa terbahak-bahak hingga menangis
Bahkan saat candaannya tidak lucu Jaemin tetap tertawa, menunjukkan senyuman manis nya
"Itu bis nya"

***

Sudah setengah jam Jaemin tidak keluar dari kamarnya sedari tadi. Jeno juga belum sempat menyusul adiknya karena tidak tega melihat Jinyeong yang membersihkan rumah seorang diri, Mark memang tidak bisa diandalkan ya
"Susul sana, bibi jadi khawatir"

Jeno mengangguk, meletakkan remot televisi di atas meja dan pergi ke kamar Jaemin.
Betapa terkejutnya ia melihat Jaemin yang tengah menangis sembari menutupi telinganya, bibirnya terus mengatakan dan memohon agar dirinya tidak diganggu
"Na, dengarkan aku"

"Jangan ganggu aku..jangan pukul aku lagi.."

"Na Jaemin!"bentakan Jeno yang cukup keras berhasil menyadarkan Jaemin yang sesenggukan lalu ditariknya ke dalam dekapannya sembari mengucapkan kata-kata penenang bagi Jaemin.
"Aku minta maaf..aku minta maaf Na Jaemin..aku minta maaf.."

Jaemin yang mendengar ucapan lembut Jeno pun semakin mengeratkan pelukannya, memejamkan matanya dan mencoba mendengarkan detak jantung sang kakak
"Aku tidak datang saat mereka memukulmu..tidak tau saat mereka mengganggu..tidak melindungi mu saat ayah memukulimu..aku minta maaf Na Jaemin"

Jeno menaruh dagunya di kepala Jaemin, bahu Jaemin yang sebelumnya bergetar kini perlahan mulai tenang di pelukannya.
"Aku..minta maaf..Na Jaemin.. benar-benar minta maaf.."

Run, Na Jaemin!Where stories live. Discover now