Chapter 16

5.9K 1.1K 46
                                    

Yaaayyy... chapter 16 nya dataaaang....

selamat membacaaa...


****** 


Waktu bergulir dengan cepat dan tiba waktunya makan siang. Kali ini Heera membawa Putra Mahkota pulang tanpa harus mampir ke tempat lain lebih dulu. Mereka tiba di depan apartemen dan Heera segera memarkirkan mobil milik Micah. Ketika mereka keluar dari mobil, butiran-butiran putih melayang-layang di udara dan hinggap di tubuh mereka. Heera mendongak untuk menatap salju yang turun, dia merapatkan coat-nya ketika angin musim dingin berembus menerpa tubuhnya.

Meski sedikit gemetar karena dingin, dia harus membawa semua belanjaan di bagasi tanpa bantuan dari Yasabadra sama sekali. Ketika membungkuk, sesuatu menutupi tubuhnya sampai kepala, dan menghadang salju menimpa kepalanya. Dia mendongak, menatap Yasabadra yang menyampirkan jasnya ke kepalanya.

Heera tersenyum dengan kedua alis terangkat. "Your Highness cemas padaku?" tanyanya.

Yasabadra hanya menatapnya dengan datar, tanpa minat membalas sama sekali kemudian berjalan ke pintu masuk tanpa membantu Heera membawa semua belanjaan. Meski begitu, diam-diam Heera tersenyum melihat pria itu yang terlihat sangat kaku dan dingin, tapi masih peduli pada orang lain.

Heera berlari menghampiri Yasabadra, tapi tangannya ditahan dari belakang. Dia menghentikan langkah dan menoleh dengan kerutan di dahinya. Seorang pria tinggi dengan kulit pucat muncul di depannya, menatapnya dengan senyum sedih.

"Heera," panggilnya dengan lembut.

Heera terkekeh pelan, menarik tangannya dengan kuat tapi pria itu masih menahannya. "Zac, lepaskan," katanya dengan nada dingin.

Zac menggeleng pelan, dia menarik tangan Heera ke dadanya dan meremasnya. "Tidak, kau harus dengarkan aku terlebih dahulu."

Heera menghela napas pelan. Dia merasa bahwa beberapa hal membuat dia melupakan Zac dengan mulus; deadline yang membuatnya stress, game yang gila, dan Putra Mahkota yang membuatnya menepuk dahi. Akan tetapi, ini tetaplah kenyataan dalam hidup bahwa dia memiliki mantan kekasih yang masih mencari masalah dengannya.

"Zac, jangan membuatku jijik dengan drama," ujar Heera dengan nada jijik.

Zac menggeleng kembali. "Asal kau mau mendengarku. Aku tak ingin kita berpisah, oke?"

Dengan wajah penuh dendam kesumat Heera menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Zac. Dia pikir bisa bersikap dingin pada pria ini, tapi kenyataannya amarahnya tetap menggulung di otaknya.

"Aku sudah katakan tak mau lagi melihatmu." Heera mengangkat tangannya dan menunjukkannya di depan Zac dengan tiga jari. "Kau berselingkuh dua kali, aku membiarkanmu, dan ini yang ketiga kalinya! Kau pikir aku keledai, yang bisa terus kau bodohi?"

"Heera, aku minta maaf dan tak akan mengulanginya," kata Zac seraya meraih tangannya.

Heera menepis tangan Zac seraya mundur. "Jangan minta maaf lagi, aku sudah kenyang dengan maafmu."

Heera segera berbalik, dia sangat kesal dengan drama murahan ini. Akan tetapi Zac mengejarnya dan menahan bahunya, membuatnya nyaris terjatuh karena tersandung. Belanjaan di tangannya terjatuh, dan beberapa buah apel menggelinding ke tanah. Sebelum dirinya pun ikut terjatuh, sebuah tangan besar dan hangat meraih pinggulnya, membuat jas di bahunya terlepas dan jatuh. Dia mendongak dan menemukan Yasabadra yang menehan tubuhnya.

Tubuh mereka berdua terlihat sangat dekat, bahkan aroma khas seperti padang rumput dari pria itu menusuk indera penciuman Heera. Dia hanya berkedip sekilas, kemudian segera berdiri sambil memeluk tangan Yasabadra.

Zac menatapnya dengan wajah tak senang. Dua pria di sana bertatapan dengan tajam, seperti waktu berhenti dan salju turun melambat membentuk kristal-kristal es yang tajam dan saling menghujam keduanya. Heera bahkan tak tahu kenapa Yasabadra menatap Zac setajam itu, dia terbiasa memberikan tatapan dingin dan datar.

"Siapa dia? Kau sudah memiliki penggantiku dengan cepat?" tanya Zac seraya menunjuk Yasabadra.

Heera tersenyum kecil sambil memeluk tangan Yasabadra, selagi sang Putra Mahkota tak banyak berbicara dan tak mengerti apa yang dia katakan, ini akan mudah.

"Tentu saja," jawabnya dengan ceria.

Zac menatap Yasabadra dari atas sampai bawah dengan pandangan skeptis, kemudian mendengkus. "Jadi hanya ini seleramu? Heera, kita sudah berhubungan sejak sekolah."

Heera masih tersenyum, seakan memamerka permata yang indah di hadapan semua orang. "Tentu saja ini seleraku, dia tipeku. Kulitnya yang cokelat perunggu bukankah sangat eksotis dan seksi, tubuhnya lebih kencang."

Tatapan Zac semakin tajam, dia memandang Heera dengan marah. "Heera..."

"Ah, dia juga sangat hebat di ranjang," lanjut Heera, seperti mengipasi api di tumpukan kayu terbakar.

Zac mengepalkan kedua tangannya dengan kerutan di dahi, terlihat urat-urat tangannya menonjol mendengar satu kalimat dari Heera. "Kau tidur dengannya?"

Heera semakin senang melihat Zac terbakar, memangnya hanya dia yang bisa mempermainkannya, hah!

"Tentu saja, Zac. Kapan aku berbohong padamu?"

"Hahaha!" Zac tertawa dengan sumbang, "Kau berpura-pura menjadi wanita suci di depanku seperti wanita yang hidup di gunung, mengatakan tak ingin tidur dengan pria sebelum menikah?"

"Zac, ya ampun. Wanita mana yang bisa menolak pesona dia?" Heera semakin bersemangat membuat drama, meski sebelumnya dia yang mengatakan untuk tidak membuat drama. Dalam hati dia tertawa keras, membayangkan reaksi Micah jika tahu dia membuat drama murahan dengan Zac dan Yasabadra.

"Bagus, bitch!" umpat Zac seraya menyerbu ke depan dan hendak meraih bahu Heera.

Sebelum Zac meraih tubuh Heera, Yasabadra sudah berdiri di depannya dan menghalanginya, kini tubuh Zac lah yang terpental ke belakang hingga terjatuh ke tanah seperti sesuatu mendorongnya dengan keras, meski Yasabadra hanya diam tak melakukan apa pun.

Heera membulatkan mata melihatnya, dia jelas melihat Yasabadra berdiri di depannya, tapi sihir seperti keluar sendiri dari tubuhnya. Ini sangat gawat jika dia menggunakan sihir!

Dengan segera Heera berkata, "Jangan gunakan sihir di duniaku––"

Boom! Suara ledakan terdengar keras, memekakkan telinga dan api berkobar dengan cepat. Satu mobil sudah meledak di depan mereka dengan api yang mengepul ke atas sebelum Heera menyelesaikan perkataannya. Yasabadra baru saja menjentikan jarinya dan menggunakan sihirnya untuk melemparkan api.

Zac yang sudah bangun terkejut dengan wajah pucat melihat mobilnya terbakar dengan hebat, dia mengumpat dengan panik dan juga marah, kemudian berlari menelepon seseorang.

Heera menatap Yasabadra yang berdiri menjulang di depannya dengan wajah tanpa ekspresi, bahkan tak akan ada yang menyangka dia baru saja menggunakan sihir. Figurnya terlihat indah, di bawah salju yang turun dan menempel di rambut dan kulit tangannya.

Heera mengambil semua kantung belanjaan dan jas, kemudian meraih tangan Yasabadra. "Melarikan diri adalah jalan terbaik saat terdesak. Mari kita pura-pura anmesia daripada ditangkap polisi."

Yasabadra mengerutkan dahinya samar dan bertanya, "Polisi?"

"Yep, semacam prajurit!"

Yasabadra menatap kembali pada wajah dan tubuh Heera, kemudian menatap mobil Zac dengan wajah tak bersalah sama sekali. Heera hanya tertawa hambar, membawa Yasabadra masuk ke gedung apartemen. Kemudian sang Putra Mahkota pun berbicara singkat dalam bahasa sansekerta.

"Haha... Datang dari dunia game bawa macan tutul, bicara dalam bahasa sansekerta dan baru saja membakar mobil orang. Hidupku yang indah~" ratap Heera seraya berjalan dengan wajah menderita menuju lift diikuti sang Putra Mahkota.



***** 


vote dan komennya jangan lupa.

see you next chapter! muach!

His Royal Highness [UPDATE] / TERSEDIA DI GOOGLE PLAY DAN KUBACAWhere stories live. Discover now