S I X T E E N - Secret Messenger

2.5K 363 118
                                    

Charlotte menatap pemandangan di depannya, sembari menghela nafasnya panjang-panjang, dalam helaan nafas yang berat bak beton baja. Debaran di dadanya belum juga kunjung mereda, nafas yang berguncang di paru-parunya masih sekencang angin badai.

Tadi itu, sangat kacau. Begitu Charlotte membatin dalam hati.

Matanya wanita itu pejamkan, sekali lagi bersusah payah dia coba hentikan debaran di dadanya untuk bergelora. Setelah chaos tadi bersama Sir France dan Rian, sesaat kondisi mereda, Charlotte langsung pamit diri. Tungkainya dia bawa entah ke mana pun, intinya jauh dari kerumunan orang yang masih membicarakannya banyak-banyak.

Aku ingin sendiri. Itu satu-satunya yang Charlotte inginkan dan tanpa sadar dia membawa diri sampai ke ujung kapal pesiar, deck belakang, yang gelap gulita tanpa seorang pun ada di sana. Hanya angin seorang yang menemani, serta debaran ini yang tak kunjung membiarkannya menarik nafas lega.

Aku lelah. Charlotte menarik nafasnya, sembari menyandar ke ujung kapal. Aku ingin pulang saja rasanya.

Ting!

Wanita itu mengalihkan pandangannya dari samudra yang semula dia tatapi. Sebuah suara menarik perhatiannya, ternyata itu suara notifikasi yang masuk ke ponselnya. Siapa? Tanpa sadar Charlotte bertanya dalam hati. Dia angkat ponselnya dan dia buka aplikasi whatssapnya.

Unknown number.

Nomor yang kemarin? Kening Charotte kian mengerut. Nomor tidak dikenali yang kemarin menghubunginya sekali lagi mengirim pesan. Namun kali ini lebih aneh lagi.

Unknown number : apakah kau bisa melihatku? Karena aku bisa melihatmu jelas dari sini, Charlotte.

Sesaat itu juga mata Charlotte spontan membalik, menatap dan mencari-cari sekelilingnya. Siapa? Dari mana dia melihatku? Setetes keringat mengucur di pelipisnya. Siapa orang ini?

"Kuharap kau tidak menjadi seorang pengecut dan keluar sekarang juga, siapapun itu orang yang tidak ku kenali!" Charlotte berseru dengan suara lantang, tubuhnya tanpa sadar berancang-acang dalam bahaya.

Mata Charlotte memicing kala sebuah bayangan bergerak dari ekor matanya. Bayangan seseorang muncul dari balik pintu deck yang tertutup, seorang pria dengan senyum lebar menghias di parasnya.

Siapa dia? Charlotte bertanya dalam hati. Apakah aku.. mengenalnya?

"Tenanglah, Nona. Aku tidak mencoba untuk melukaimu di sini." Pria itu mengangkat kedua tangannya, sembari kian melebarkan cengirannya.

"Perkenalkan dirimu dan beritahu bagaimana kau bisa menemukan nomorku. Sebelum itu, aku tidak bisa mempercayaimu," tukas Charlotte dengan ketegasan di suaranya.

"Baiklah-baiklah. Maaf lancang menghubungimu tanpa aba-aba." Pria itu berucap. "Tapi sungguh, aku cukup sakit hati mendengarmu tidak mengingat aku, Charlotte."

Mata Charlotte kian memicing. Suara ini... Tidak terdengar asing.

"Aku tidak mengingatmu. Apakah kita pernah bertemu?" Charlotte bertanya, dengan curiga.

"Kita pernah. Kerap pada masanya. Tapi aku tidak bisa menyalahkanmu jikalau lupa, sudah bertahun-tahun lamanya kita tidak berjumpa, bukankah begitu?" Pria itu bertanya dengan senyum ramah menghias di paras tampannya. "Aku Ryan Lee, kakak kelas yang dulu sekali dekat denganmu."

Charlotte membelalak terkejut. Ryan... Lee!?

"Beruntung nomormu tidak kau ubah. Menanyakan nomormu ke teman-temanku bukan perkara susah, Charlotte."

Age Does(n't) MatterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang