T H I R T Y O N E - Dance Class

2K 338 108
                                    

"Sungguh, mengapa sebenarnya aku harus melakukan ini?" tanya Charlotte menggerutu entah untuk ke berapa kalinya.

Tangannya bertautan dengan milik Ryan, kakinya berjalan selaras bersamanya, tubuh mereka berdekatan, bahkan beberapa kali Charlotte bisa merasakan nafas hangat pria itu menerpa wajahnya. Tubuh wanita itu tanpa kegemulaian, tanpa kecantikan sama sekali, menari dalam alunan lagu dansa.

Charlotte adalah wanita yang fleksibel, mudah beradaptasi, mudah melakukan apa pun yang harus dilakukannya. Namun siang ini, khusus siang ini, Charlotte tidak bisa melakukan apa yang harus dilakukannya dengan baik.

Berdansa.

Aneh rasanya melakukan hal ini yang tidak pernah dilakukannya.

Seberapa banyak pun Charlotte mencoba, kakinya tidak bisa bergerak dengan baik, tangannya tidak bisa menggelepai dengan anggun, tubuhnya bagai patung yang dipaksa bergerak.

Kaku dan seakan tak ada sendi sama sekali.

"Bukankah kau tahu seperti ayahnya, Nona Jasmine pun suka yang bernuansa kerajaan seperti ini?" tanya Ryan, terkekeh pelan.

"Wanita bodoh itu memiliki selera yang bodoh juga," gertak Charlotte. "Siapa pula yang melakukan waltz pada ulang tahun jaman sekarang? Apalagi yang berkoreografi seperti ini."

Ryan semakin melebarkan tawanya. "Apa yang kau katakan? Kau cukup baik dalam berdansa."

Charlotte terdiam menatap Ryan, melontarkan tatapan tajam bak singa betinanya, lewat samping matanya. "Apakah itu sarkasme?" Karena jelas, aku sudah hilang hitung berapa kali banyaknya aku menginjak kakimu sejak tadi.

"Berputar."

Charlotte mendongak. "A-apa?"

Charlotte terperangah ketika Ryan mengangkat tangannya, memutarkan tubuh Charlotte dalam sebuah putaran sempurna, berhasil membuat jantung Charlotte rasanya akan copot dengan sendirinya.

"Ada putaran di bagian lagu yang ini. Bukankah aku telah menunjukkan koreografinya kepadamu?" tanya Ryan, menaikkan sebelah alisnya.

"Maksudmu hanya menunjukkan video dansa 5 menit itu sekali saja?" gertak Charlotte, mendesis bak ular medusa yang menyeramkan.

Ryan tertawa kali ini, cukup lepas, Charlotte sampai terkejut melihatnya. "Mulutmu tajam. Dari dulu tidak berubah, bukan?"

"Kau mengingatku yang dulu?"

"Bukankah semuanya pun mengingatmu, madona sekolah yang diincar setiap pria yang pernah ada?" sindir Ryan, tajam menunjukkan kepada Charlotte.

Lagu yang semula berdenting lembut, mengalun halus, dan dideringkan nan cantik, tiba-tiba berhenti, pertanda kalau lagu dansa telah berakhir. Hanya 5 menit Charlotte menggerakkan tubuh kaku nan tak gemulainya itu, baru 5 menit saja, namun entah mengapa rasanya bagai 1 jam dia telah menari penuh siksaan di ruang dansa itu.

Kapan terakhir aku menari seperti ini? Charlotte menggumam dalam hati, mencoba menggerakkan persendian tangannya yang sakit tak terkira.

Entahlah aku bahkan tidak mengingat.

"Mau latihan sekali lagi?" Ryan bertanya, menjulurkan tangannya.

"Tidak. Kumohon, tidak."

Ryan tertawa. "Kalau begitu ayo keluar," ucapnya, mengulur senyumnya.

"Ada apa di luar?"

"Tuan France membuat pancuran air baru. Aku ingin menunjukkannya kepadamu," Ryan berucap, mengedipkan sebelah matanya. "Aku tidak tahu apa kau akan suka atau tidak, namun aku berharap, kau akan cukup terhibur melihatnya."

Age Does(n't) MatterWhere stories live. Discover now