T W E N T Y S I X - Assistant and Diary

2.3K 362 109
                                    

Semua mata, semua perhatian, tidak peduli umur, tidak peduli jenis kelamin, langsung menyorot, pada sebuah pemandangan yang begitu jarang dapat dilihat, jarang disuguhkan pada mereka sehari-hari. Desas-desus pembicaraan mulai terjangkit, kebanyakan dari para wanita penyuka bisikan angin. Tatapan dalam berbagai macam arti kian menekan.

Charlotte menarik nafasnya, menelan ludah sepahit ampas kopi, seraya dia kian melajukan langkahnya, kian mengetuk kakinya ke lantai, kian melangkah satu langkah walau rasanya seberat menggiring besi di kakinya.

Kedatangan mereka, Rian dan Charlotte di Andira Inc Main Headquarter, Singapore membawa keributan yang tak terkira. Membawa kehebohan yang jarang terjadi. Kedatangan Rian Andira seorang saja sudah cukup mengejutkan, karena walau dia pemiliknya, namun Rian hampir tidak pernah berkunjung ke gedung utama perusahaannya sendiri.

Alasannya? Ya simpel saja, pertama, malas. Kedua, dia memiliki tangan kanan yang begitu kompeten, sehingga sudah lebih dari cukup bagi Rian meninggalkan gedung perusahaannya ke pria kepercayaannya dan menghabiskan sisa waktunya di Indonesia, sembari hanya bertukar pesan untuk sekedar menanyakan kabar.

Setiap kali pria ini melangkah ke dalam gedung raksasa dengan ketinggian 25 lantai itu, seluruh gedung langsung berkobar dalam sorak gembira. Tentu saja pelopornya adalah para pekerja wanita. Siapa yang tidak ingin menemui bos tak terkira terkenal, tak terkira tampan yang jarang berkunjung ke perusahaannya sendiri? Charlotte rasa, semuanya ingin.

Namun tidak pernah sepanjang sejarah, seheboh ini Perusahaan Andira Inc menjadi ketika Bosnya datang berkunjung. Karena pada hari ini, spesial hari ini seorang, tidak hanya seorang diri seperti yang biasa dia lakukan, Rian datang membawa seorang wanita. Wanita yang baru-baru ini menjadi sebuah rumor heboh bersamanya di dunia, wanita yang akhir-akhir ini menggemparkan dunia pergosipan dengan hubungan dekatnya dengan Rian Andira.

Siapa lagi selain Charlotte Jadelia?

Tangan Charlotte meremas semakin kencang milik Rian, menagih kehangatan semakin banyak untuk menjalar dari tangan raksasa Rian, kehangatan yang mampu menenangkan debaran ini yang bergemuruh terlalu kencang di dalam rongga dadanya.

"Kau sangat bergetar tadi. Sudah kukatakan jangan pikirkan pandangan orang-orang itu, bukan?"

Sesampai keduanya masuk ke dalam lift kepemimpinan, lift yang hanya boleh diinjak oleh petinggi perusahaan, Rian langsung berbicara. Dia tersenyum, menyungging senyum yang di mata Charlotte terlihat menyebalkan tak terkira, dan menertawakan Charlotte jauh dari kerongkongan seraknya.

"Sudah kukatakan, aku tidak seperti dirimu yang bisa berjalan dengan wajah datar di hadapan banyak orang, bodoh," geram Charlotte, bersedekap dada.

Rian tertawa, sekali lagi menertawakan. "Padahal percaya dirimu biasanya setinggi langit."

"Percaya diri itu hanya pada saat bekerja, bukan menyongsong pandangan orang seperti tadi," geramnya. "Sudahlah berisik, kau banyak berbicara hari ini."

Rian tertawa. "Seperti biasanya aku tidak cerewet saja."

Dering lift berbunyi, dan bersamaan, dua buah pintu terbuat dari baja tebal membuka digerakkan oleh mesin yang beroperasi. Ini bukan pertama kalinya Charlotte datang ke perusahaan Rian, bukan juga kedua kalinya atau awal-awal. Namun ini pertama kalinya dia datang dengan sangat terbuka, digenggam Rian, dan diperlihatkan di depan banyak orang semacam tadi.

Biasanya dia menyamar menjadi kolega yang datang berkunjung, tidak spesial. Karena itu hari ini lebih dari sewajarnya, debaran di dadanya bergelora. Jantungnya tak bisa istirahat. Charlotte benar-benar gugup tak terkira.

Age Does(n't) MatterWhere stories live. Discover now