E I G H T - present

3.5K 476 139
                                    

Midnight update!

Maap ya telat dikit 40 menit hehehee

Sebelum baca jangan lupa pencet VOTE dan KOMEN nya dulu!

Happy reading semuanya!!

~~~

Chapter 8 – present

~~~

Charlotte tertegun, rahangnya terkatup kuat. Jemari Lentiknya mengambil secarik kain basah, bersimbah air hangat, dengan suhu yang tepat. Nafasnya dia tarik dalam-dalam, mencoba menenangkan tubuhnya yang bergetar. Matanya pun ikut bergetar dalam irama selaras. Semua orang dapat melihat, bahkan yang bodoh pun, kalau Charlotte sedang ragu. Sedang takut.

Sirat rona merah, tumpah ruah, melukis paras cantiknya dengan semburat warna cantik. Mungkin malu, mungkin menahan tegang. Charlotte sendiri bahkan tidak bisa menafsirkan apa yang dia rasa. Hatinya mendentumkan melodi tak tenang, tidak peduli berapa kali pun Charlotte mencoba menenangkan diri, debarannya tidak kunjung kandas. Tetap mengusiknya, dalam lantun irama yang menyesakkan.

"Kau ragu?" Pertanyaan dari sebuah suara serak, menolehkan wajah Charlotte. Mata hitam pekatnya berpapasan dengan kolam permata cokelat muda seorang laki-laki. Paras mereka berhadapan.

Charlotte menajamkan matanya. Namun getaran tak hilang dari sana sama sekali. Dia tidak pandai bersandiwara. Ekspresinya laksana air terjun, tak terkendali, tumpah menderak bumi, terlihat jelas bagi siapa pun.

"Aku berpengalaman, Rian. Menyeka seseorang bukanlah hal yang berat." Hardikkannya tidak terdengar berbobot. Walau samar, giginya bergetar, gemelatuknya terdengar sampai keluar.

Bahaya, dia bisa mendengar keraguanku. Charlotte membatin dalam. Namun ekspresi Rian seakan membisik kalau Charlotte tidak perlu khawatir. Keraguan dan rasa malunya, sudah dibaca semua oleh mata laki-laki itu sejak lama.

"Kalau begitu apa yang kau tunggu? Aku mengantuk, cepatlah." Seulas senyum muncul di wajah Rian.

"Aku tidak pernah mendengar pasien peminta sepertimu." Charlotte berdecak.

"Anggap ini yang pertama."

Senyum Rian kali ini tidak lebar. Matanya tidak menyerupai bulan sabit, bibirnya hanya melekuk tipis, tidak cukup untuk mengerutkan seluruh wajahnya. Namun matanya tetap bersinar di bawah lampu kamar tidur yang redup. Pantulan cahaya berbinar dari manik mata eloknya. Tatapan ini melumpuhkan. Nyali Charlotte ditelan angin di bawah sorotan tajamnya.

Memandikan pasien sudah menjadi keseharianmu. Tidak ada yang spesial dari ini. Geram Charlotte dalam hati. Berhenti bergetar dan lakukan saja apa yang harus kau lakukan!

Kau tentu tidak ingin dia sadar keteganganmu, Charlotte!

"Sungguh, orang yang merepotkan." Nada suara Charlotte terdengar lembut, terkesan tenang. Namun jauh di lubuk hati terdalam, getaran di dada Charlotte kian mengencang. Kian dekat tangannya ke tubuh Rian, kian juga kencangnya debaran ini bergelora. Handuk basah hangat di tangannya niscaya mengering, kalau sedikit saja lebih lambat Charlotte menggerakkan jemarinya.

Tangannya merasakan bentuk otot Rian di setiap sudutnya. Di balik handuk, Charlotte diam-diam menggerayangi kulit kasar Rian. Ototnya yang menonjol, melekuk di bagian yang tepat, terasa sangat padat. Seteguk saliva Charlotte telan. Rasanya pahit. Ketegangan mengitari udara. Jemarinya mengusap lengan Rian di balik handuk, semakin turun semakin kencang pula debarannya.

"Apa yang kau bicarakan dengan Sir France?" Berusaha mengalihkan perhatian, Charlotte bertanya pelan.

"Kau melihatku dengannya?" Charlotte mengangguk.

Age Does(n't) MatterWhere stories live. Discover now