Nine

1.8K 198 16
                                    

Jakarta, Indonesia

Sudah dua minggu lamanya Tavisha kembali ke tanah air. Ia sudah sibuk dengan segala kesibukan Event Organizer yang dimilikinya seperti semula.

"Bos, nggakpapa ?" Andri – salah satu karyawan Tavisha bertanya kepada atasannya. Tavisha yang sedang menikmati lamunannya terhenyak. "Hah ? Kenapa, Ndri ?"

"Nggakpapa, Bos ? Anak-anak pada merhatiin bos, katanya semenjak pulang sering bengong sama ngehela napas." Tavisha menaikkan sebelah alisnya. "Iya kah ?"

"Iya, Bos. Biasanya kan Bos nggak pernah diem, gerak terus mulutnya." ucapan Andri mengundang pelototan Tavisha. "Maksud kamu saya suka ngomel gitu ?"

"Hehe, ya begitu lah." Andri menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal. Andri kemudian mengulurkan sebotol kopi susu yang didapatnya dari kru lain. "Coba ngopi dulu, Bos, sapa tahu habis ini jadi nggak bengong mulu."

Tavisha tersenyum. "Sip lah, thanks ya, Ndri."

"Sama-sama, Bos."

Sepeninggal Andri, Tavisha merenung. Ia membenarkan ucapan anak buahnya itu yang mengatakan jika dirinya sering melamun. Sebenarnya, tidak ada hal kompleks yang ia pikirkan. Tavisha hanya memikirkan sebuah kalimat yang dikatakan oleh seorang pria kurang ajar yang sudah berhasil membuatnya tidak bisa berkonsentrasi seperti ini.

"Sampai bertemu lagi. Soon."

Soon ? Apa maksud dari kata itu ?

Tidak mungkin seorang Cedric Grantham Martell yang terkenal sibuk bukan main pergi ke Indonesia untuk menemui dirinya seorang kan ?

Tavisha mendengus. "Tidak mungkin. Tidak mungkin pria gila itu datang ke sini."

..........

New York City, New York

Cedric memfokuskan diri pada papan bidik yang berada di depan sana. Kedua tangannya kini tengah menggenggam sebuah pistol dan Cedric siap untuk menembakkan peluru-peluru yang berada di dalamnya.

Suara bising tembakan yang dilakukan berturut-turut oleh Cedric dan Berlin mengisi keheningan yang awalnya tercipta saat mereka mengumpulkan fokus. Lalu setelah peluru di pistolnya habis, Cedric melepaskan pelindung telinganya dan menoleh kepada Berlin.

Cedric mengetuk-ngetuk telinganya, memberi isyarat kepada sang sepupu untuk melepaskan pelindung telinga yang masih dikenakannya. Mengerti dengan isyarat itu, Berlin melakukan apa yang Cedric suruh. "Ada apa ?"

"Kau mendapat undangan pernikahan Keanu Sebastian ?" Berlin nampak berpikir sejenak, berusaha mengingat apakah ia mendapatkan cetak undangan dari pria yang disebutkan oleh sepupunya barusan. "Ah ya, Keanu Sebastian yang menikah dengan artis blasteran itu kan ? Aku dapat. Kenapa ?"

Cedric bersorak puas dalam hati. "Biar aku saja yang datang ke pernikahan itu. Berikan undanganmu kepadaku." Sebelah alis Berlin terangkat, merasa heran dengan permintaan sepupunya yang tidak biasa ini. "Tunggu, ada apa ini ? Tidak biasanya kau mau datang ke acara pernikahan rekan kerja yang tidak terlalu berpengaruh seperti Keanu. Lagi pula, acara pernikahannya tidak dilaksanakan di New York, pernikahannya dilaksanakan di negara-"

"Sudahlah, tidak usah banyak bicara. Besok aku mau undangannya sudah berada di atas mejaku." Cedric lalu menepuk pundak Berlin sebelum berlalu.

"Tunggu, Cedric!"

"Apa lagi ?"

"Nanti malam jangan lupa! Kau harus menemui Yumi Robert." Cedric hanya mengacungkan jempol ke arah sepupunya itu lalu kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan Berlin yang kini tengah bersedekap sembari memandang punggung Cedric dengan tatapan menyelidiknya.

Once Upon A TimeWhere stories live. Discover now