Twenty

1.3K 130 9
                                    

"Sir, ada sebuah undangan dari Mr. Apollo." Steven lalu mengulurkan sebuah undangan indah berwarna merah elegan kepada Cedric. Cedric menerima itu lalu sedetik kemudian keningnya mengerut tatkala memperhatikan rona pucat dan sebersit kepanikan di mata Steven. "Ada apa, Stev? Apa kau menemukan sebuah kejanggalan?"

"Mr. Apollo akan menikahkan anaknya dan hm...lebih baik Anda membaca nama sang mempelai wanita, Sir." sebelah alis Cedric terangkat sembari menggerakkan tangannya untuk membuka undangan dari salah satu rekan bisnisnya.

"Laura Adenia...Martell." detak jantung Cedric serasa berhenti sesaat tatkala membaca marga keluarganya tercantum di sebuah nama seorang wanita yang dulu sempat hidup satu atap dengannya.

"Wanita gila itu pasti juga akan hadir." Cedric menggeram lirih dengan tangan yang tanpa sadar bergerak meremas undangan yang ia pegang.

"Ya, Sir. Saya sudah memastikan juga dan benar adanya kalau beliau pasti hadir." remasan Cedric semakin kuat dan ketika menyadari undangan itu telah rusak sepenuhnya, Cedric melemparnya begitu saja ke lantai. "Pergerakannya semakin berani, Stev. Gandakan pengawalan Tavisha."

"Baik, Sir."

"Dan sampaikan permintaan maafku ke Mr. Apollo karena tidak bisa hadir. Kirimkan produk limited yang sempat ia inginkan itu."

"Baik, akan saya sampaikan, Sir." setelah mengucapkan itu, Steven segera keluar dari ruangan atasannya untuk melaksanakan perintah.

..........

"Apakah kau bosan?" Tavisha terkejut tatkala mendengar suara yang begitu dekat di telinganya di saat ia sedang fokus menonton film. Tavisha menoleh ke samping dan bersiap mengumpat tatkala melihat seringaian khas milik Cedric. "Sejak kapan kau pulang?! Kenapa aku tidak mendengar suara langkah kakimu?"

Cedric bergerak memutari sofa dan mendudukan dirinya di samping Tavisha. "Kau terlalu fokus menatap tv. Apa aktornya setampan itu?" ujarnya santai dengan tatapan ke arah televisi.

Mulut Tavisha kini memberengut sebal dan dengan jengkel ia berkata, "Ya! Sangat tampan, jauh di atasmu, Cedric."

Mendengar balasan dari Tavisha itu membuat Cedric menoleh ke samping dengan seringai kecilnya. Ia lalu memajukan tubuhnya dan berkata, "Benarkah?"

Tavisha mengumpat dalam hati ketika mendapati jarak mereka yang semakin terkikis. "Ya! Dia lebih tampan darimu! Kenapa memangnya?!"

Seringai Cedric semakin melebar bersamaan dengan dirinya yang semakin meringsek mendekati Tavisha sampai tangannya berhasil merengkuh pinggang wanita itu. "Coba perhatikan lebih seksama, Tav. Mungkin dengan jarak yang seperti ini, kau akhirnya menyadari kalau aku 2 kali lipat lebih tampan dari pada aktor itu."

"Tidak! Pendirianku tidak akan pernah berubah." meskipun gugup luar biasa, Tavisha tetap mencoba untuk melawan sekuat tenaga. Ia tidak mau pria di hadapannya ini besar kepala kalau ia langsung mengaku kalah.

Lalu, tanpa diduga Tavisha, Cedric tahu-tahu saja memberikan kecupan ringan di ujung hidungnya. Pria itu lalu tersenyum geli. "My little lion, galak sekali."

Mata Tavisha membelalak lebar. "Apa-apaan kau mengataiku singa! Tidak mau, singa kan menakutkan sedangkan aku menggemaskan."

Gelak tawa Cedric terdengar memenuhi ruang tamu. Pria itu lalu bergerak memberikan pelukan penuh pada Tavisha sebelum mencium pipinya gemas. "Singaku ini ternyata percaya diri sekali ya. Kalau seperti ini, bagaimana bisa aku beralih kepada yang lain, Tav?"

Tavisha berdeham guna mengusir rasa gugupnya yang kini sudah mencapai ubun-ubun. Dengan keintiman yang terjadi sekarang ini, entah kenapa sebuah perasaan hangat muncul di dadanya. "Tentu saja bisa. Kau tinggal kembali ke kebiasaan lamamu kan?"

Once Upon A TimeWhere stories live. Discover now