Twenty Eight - END

2.8K 129 10
                                    

Ansell harus memegangi dadanya karena terkejut akibat pintu ruangannya yang terbuka dengan keras. Pandangannya yang semula mengarah ke berkas langsung teralih ke arah pintu. "Tav, umurmu sudah hampir kepala tiga, masa ketuk pintu sebelum masuk aja kamu nggak bisa?"

Tavisha – sepupu Ansell yang baru saja merusuh itu hanya mengedikan bahu cuek. Ia lalu berjalan ke arah sofa dan mendudukan dirinya dengan santai di sana. "Aku lagi bosen, nggak ada kerjaan."

"Seingatku, WO kamu selalu ramai. Kenapa bisa sampe bosen begini?"

Tavisha menoleh ke arah Ansell dengan tatapan malas. "Kamu lupa kalau aku sudah hire banyak orang professional, hm? Jadi kerjaan aku sekarang cuma cek laporan doang, nggak ngurusin acara sama sekali."

Ansell menghela napas. "Ya itu kan keputusan kamu sendiri."

"Iya sih." sahut Tavisha malas. "Habisnya, aku pikir aku tidak harus menunggunya selama ini."

Ansell menghela napas untuk yang kedua kali. Kali ini ia menyendarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "It's almost one year, right?"

"Ya. Dia hanya mengatakan tunggu aku. Seharusnya, aku memberikannya batasan waktu atau ancaman kalau perlu." ucapan Tavisha itu mengundang kekehan Ansell.

"Sepupuku sepertinya sudah kebelet nikah." Ansell langsung dihadiahi tatapan tajam milik Tavisha beserta wajah garangnya. "Apa kau bilang?!"

Ansell terbahak namun beberapa detik kemudian ia langsung mengangkat kedua tangannya ke atas sebagai tanda menyerah. "Ampun, Tav. Aku nggak mau kena pukulan mautmu." Tavisha hanya mendengus kemudian memilih untuk meraih sebuah majalah yang ada di meja tamu.

"Sabar. Aku yakin pria seperti Cedric pasti akan menepati perkataannya. Yang harus kamu lakukan hanyalah percaya kepadanya."

Tangan Tavisha yang semula bergerak membolak-balikan halaman majalah langsung terhenti ketika mendengar nasehat dari sepupunya. Ia lalu tersenyum. "Benar, aku hanya perlu percaya kepadanya."

..........

"Bos! Udah sih, duduk diem aja." Andri kembali merebut kardus yang dibawa oleh Tavisha dan membuat wanita itu memberengut. "Andri, saya tu bos kamu, lho. Kenapa dari tadi kamu mulu ya yang merintah saya?"

Andri memberikan ringisan lebarnya. "Justru itu, bos. Karena bos adalah bos saya, makanya saya nggak ngebiarin bos capek. Kan enak nungguin sambil duduk santai. Apa mau saya pesenin minuman atau makanan sekalian?"

"Nggak usah! Udah lah sana balik kerja. Saya mau duduk aja." tanpa menunggu balasan dari Andri, Tavisha langsung berbalik dengan langkahnya yang ia buat lebar-lebar. Mulut wanita itu tidak bisa berhenti mengomel karena merasa kesal. Niatnya untuk menyibukan diri agar tidak memikirkan hal yang aneh-aneh harus pupus begitu saja.

Kini Tavisha benar-benar melakukan apa yang dikatakan oleh Andri yaitu duduk santai. Pandangannya berkeliling ke hamparan laut dan pasir yang ada di depan sana, mencoba mencari sebuah rasa damai yang rasanya sangat sulit ia dapatkan beberapa saat ini.

Tavisha bergerak menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursi pantai yang ia duduki. Ia lalu menghela napas panjang ketika berbagai pemikiran tentang pria itu kembali datang memenuhi otaknya.

Sebenarnya, berapa lama lagi aku harus menunggumu?

Angin sepoi yang menyapa beserta langit yang sudah mulai menggelap membuat Tavisha tanpa sadar memejamkan matanya dan tak lama kemudian terlelap. Ia tidak tahu sudah berapa lama tertidur sampai ia merasakan tubuhnya terayun-ayun. Matanya yang masih terasa lengket ia paksa untuk terbuka.

"Tidurlah lagi, little lion." bisikan suara rendah nan lembut itu membuat mata Tavisha yang semula sudah terbuka sedikit kembali menutup. Tanpa sadar bibirnya mengulas sebuah senyum kecil dan beberapa detik kemudian ia merasakan sebuah kecupan hangat di keningnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 07, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Once Upon A TimeWhere stories live. Discover now