Eleven

1.8K 197 13
                                    

"Apa kau gila ?!" Tavisha meneriaki Cedric yang ternyata mengikutinya sampai Jakarta. Pria yang baru saja terkena amukan dari Tavisha itu hanya memasang ekspresi santainya dengan sikap tubuh yang sama.

Tavisha kemudian memperhatikan sekelilingnya, memastikan jika salah satu adiknya belum muncul untuk menjemput. "Kenapa kau tidak pulang ke New York dan malah mengikutiku sampai Jakarta ?!" masih mempertahankan nada suaranya yang sarat akan emosi kekesalan, Tavisha memberikan tatapan tajamnya kepada Cedric.

Cedric lalu menaikkan sebelah alisnya. "Masih ingat kan dengan perkataanku kemarin ?"

"Kedua kakiku adalah milikku, jadi kau tidak berhak untuk-"

"Terserahlah! Yang penting jangan ikuti aku!" potong Tavisha kemudian sebelum membalikkan tubuhnya. Bukannya menurut, Cedric malah ikut berjalan di belakang Tavisha yang kini tengah melangkah dengan cepat.

Sialnya, Tavisha baru menyadari hal itu ketika dirinya sudah keluar dari gedung bandara. "Aku harus berbicara denganmu menggunakan bahasa apa, Cedric ? Kenapa kau masih saja tidak mengerti kalau aku tidak ingin diikuti ?!"

"Kenapa kau begitu percaya diri, Tav ? Aku juga sedang menunggu jemputanku sama seperti yang kau lakukan." Tavisha menipiskan bibirnya, menahan kesal teramat sangat yang muncul karena seseorang di sampingnya ini. Ia lalu memutuskan untuk berdiam sembari menilik ponselnya guna melihat pesan dari sang adik yang memberitahunya jika sebentar lagi akan sampai di pick up zone. Tavisha langsung menghembuskan napas lega. Akhirnya, dia akan terbebas dari pria gila yang tahu-tahu saja muncul di Indonesia ini.

"Kau tidak merasa sedih akan berpisah denganku ?" celutuk Cedric kemudian. Tavisha mendengus dan tanpa menoleh ke samping ia pun menjawab, "Tidak. Aku malah merasa begitu senang akhirnya tidak berinteraksi dengan pria paling menyebalkan di dunia ini." Cedric terkekeh dan sebelum ia sempat bersuara lagi, sebuah mobil SUV berwarna putih berhenti di depan mereka.

"Well, sepertinya perpisahan kita terjadi lebih cepat. Selamat bersenang-senang selama berada di negaraku ini. Semoga kita tidak bertemu lagi setelah ini." Tavisha memasang senyum lebarnya sebelum membuka pintu penumpang dan masuk ke dalam mobil.

Cedric tentu saja tidak sempat membuka suara. Ia hanya bisa memperhatikan Tavisha sampai mobil yang ditumpanginya menghilang dari pandangan. Pria itu kemudian beralih ke ponselnya untuk menelpon sang asisten yang sudah berada di sini. "Pick me up. Wanitaku sudah pulang dengan aman."

..........

Sudah dua hari berlalu setelah kepulangannya ke Jakarta. Tavisha kembali sibuk dengan rutinitasnya, sibuk berkutat dengan acara-acara yang akan dihandle oleh timnya maupun bunga-bunga yang harus segera dirangkai.

Selesai dengan rapat acara yang akan dilaksanakan esok hari, Tavisha berjalan ke bagian flower shop pada bangunan kantornya. Wanita itu sudah mengenakan celemek dan mengikat rambutnya, bersiap untuk menghabiskan waktunya dengan bunga-bunga cantik yang harus ia rangkai.

Menit demi menit berlalu begitu cepat sampai tak terasa matahari sudah hampir beranjak ke peraduannya. Tavisha meregangkan tubuh lalu berdiri untuk berjalan ke arah jendela. Wanita itu melihat pemandangan kendaraan yang hilir mudik di luar sana. Ia berdiam diri tanpa melakukan apapun untuk beberapa saat guna menghilangkan penat yang tercipta karena aktivitasnya seharian ini.

Di tengah keheningan itu, suara lonceng tanda masuknya seseorang ke dalam toko terdengar. Tavisha menoleh ke arah pintu dan menghadirkan senyumnya untuk menyambut sang tamu. "Selamat sore, selamat datang di-"

"Astaga, mimpi apa aku semalam." Tavisha tidak menyelesaikan kata sapaannya kepada sang tamu karena ia mengenali si manusia menyebalkan itu. "Apa yang kau lakukan di sini ?"

Once Upon A TimeWhere stories live. Discover now