Twenty Six

1K 104 9
                                    

Penampilan Cedric benar-benar terlihat kacau ketika kakinya menapaki helipad di salah satu propertinya. Karena markas besar dan segala urusan yang harus ia selesaikan berada agak jauh dari New York City, ia pun harus menggunakan kendaraan berbaling-baling itu untuk segera membawanya mencapai Tavisha.

Semuanya sudah siap ketika Cedric sampai di tempat dan kini pria dengan pikiran kalut itu pun masuk ke dalam helikopter dengan harapan bahwa ia akan segera sampai kepada wanitanya.

Cedric sama sekali tidak bisa memejamkan matanya untuk beristirahat karena bayangan Tavisha yang kini tidak sadarkan diri terus lewat di dalam benaknya. Ia mendesah akibat rasa bersalah.

Seandainya saja, dirinya tidak menahan Tavisha di sisinya, sekarang pasti wanita itu akan baik-baik saja. Pemikirannya itu tanpa sadar telah meloloskan setetes air matanya.

Maafkan aku, Tavisha. Maafkan aku.

..........

Begitu helikopter mendarat di helipad rumah sakit, Cedric langsung bergegas menuju kamar rawat Tavisha. Dengan pengawalnya yang berjumlah banyak, Cedric terus menarik perhatian setiap orang yang dilewatinya. Tapi Cedric sama sekali tidak memperdulikan itu karena kini fokusnya hanyalah kepada wanitanya.

Sesampainya di depan kamar inap, Cedric menemukan Gilbert – ayah Tavisha yang sedang duduk di kursi tunggu dengan pandangan gamang. Cedric lalu memelankan langkahnya dan ketika matanya bersitatap dengan milik Gilbert, air matanya kembali berdesakan untuk keluar.

"Maaf, Sir. Maafkan saya karena sudah membuat Tavisha sampai seperti ini." ujarnya kemudian dengan suara tercekat ketika kini dirinya sudah berdiri di hadapan Gilbert. Gilbert tidak mengucapkan apa-apa dan malah memperhatikan penampilan Cedric yang kini nampak luar biasa kacau. "Bersihkan dirimu dulu, Cedric. Baru setelahnya kita akan bicara."

"Tapi, Sir-"

"Menurutlah, kau benar-benar terlihat kacau." Cedric akhirnya mengangguk dan pergi meninggalkan Gilbert menuju apartment kecil miliknya di lantai atas rumah sakit ini. Jangan tanya bagaimana Cedric sampai memiliki apartment di rumah sakit karena properti ini adalah milik Martell Corp.

..........

Cedric kini sudah nampak lebih segar setelah membersihkan diri dan mendapatkan secangkir kopi hitam yang baru saja ia tandaskan. Cedric menyeringai miris saat merasakan rasa pahit dari kopi kini terasa tidak sepahit kejadian yang baru saja menimpanya.

Setelah siap dengan celana jeans hitam dan kaos lengan panjang berwarna abu-abu, Cedric langsung melenggang kembali ke kamar inap Tavisha untuk menemui ayah wanita itu.

"Begini lebih baik." ujar Gilbert saat menyambut kedatangan kekasih putrinya. Cedric tersenyum kecil kemudian sembari duduk ia berkata, "Tavisha mungkin tidak akan bisa mengenaliku kalau aku berpenampilan seperti tadi."

Gilbert terkekeh pelan. "Benar. Putriku akan langsung berteriak mengusirmu."
Hening sejenak sebelum Gilbert kembali bersuara, "Tavisha adalah putri kecil pertamaku yang berhasil membuatku jatuh cinta dalam pandangan pertama. Banyak waktu yang sering kita habiskan berdua saja apalagi sebelum adiknya lahir. Mungkin, karena itulah ikatan di antara kami begitu kuat sampai aku dan Nayara memutuskan untuk mengunjungi Tavisha. Aku sedang dalam perjalanan menuju rumahmu ketika mendapatkan laporan dari bodyguardku di sini bahwa Tavisha dibawa ke rumah sakit karena tak sadarkan diri."

Cedric merasa ikut sesak ketika mendengar suara Gilbert yang tercekat akibat menahan tangis. "Maafkan aku. Kalau saja aku tidak-"

Gilbert langsung menoleh ke arah Cedric dan memberikan pria itu remasan menenangkan di bahu. "Bukan salahmu, Cedric. Bukan kau yang memasukkan narkoba itu ke dalam minuman Tavisha."

"Untungnya, anak buahmu sudah berpengalaman dan memberikan pertolongan pertama pada orang yang overdosis. Sehingga, efek buruknya belum sampai ke otak." Gilbert kemudian menghela napas panjang. "Tetapi, karena memang pengaruh narkoba sangat buruk dan berbahaya bagi janin, makanya-"

"Tunggu, janin?" potong Cedric langsung.

Gilbert mengangguk. "Tavisha hamil, Cedric. Anak kalian sempat hidup di dalam perut Tavisha sebelum akhirnya harus pergi."

Hancur sudah pertahanan Cedric. Pria itu meraung dan menangis akibat rasa bersalahnya yang luar biasa. Dan di sela tangisannya itu, Cedric terus mengucapkan kata maaf, maaf, dan maaf.

.........

"Bagaimana keadaan Tavisha?" Cedric kini berada di dalam ruangan dokter yang menangani Tavisha.

"Karena tuan Santiago tanggap dalam memberikan pertolongan pertama, narkoba itu belum menyebar sampai ke otak. Dan kami juga sudah mengeluarkan semua zat-zat yang tersisa di dalam tubuh Nona Tavisha. Semoga Nona Tavisha bisa cepat sadar agar kami bisa memastikan kalau tidak ada efek buruk yang mengenai beliau."

Cedric terdiam dengan pikiran melayang. Lalu, setelah beberapa saat ia kembali berkata, "Apa kau bisa menjamin tidak akan ada efek buruk bagi Tavisha?"

Dokter itu menelan ludah karena tatapan yang dingin nan tajam milik Cedric yang kini tertuju kepadanya. "Kemungkinan efek samping buruknya sangat sedikit, Sir. Jadi kami optimis Nona Tavisha akan sadar dengan keadaan yang baik-baik saja."

"Lalu, mengenai...kegugurannya. Apakah itu berpengaruh terhadap rahim Tavisha?"

Dokter itu langsung menggeleng. "Sama sekali tidak, Sir. Rahim Nona baik-baik saja."

"Bagus." Cedric lalu beranjak berdiri. "Kalau sampai terjadi sesuatu, aku akan meminta pertanggung jawabanmu."

Lagi-lagi sang dokter harus menelan ludah untuk menyingkirikan rasa takutnya. "Baik, Sir."

.........

Cedric memandangi wajah Tavisha yang kini masih belum sadarkan diri. Ia kini duduk di kursi dengan kedua tangan yang menggenggam tangan Tavisha. Rasanya, ia ingin sekali menangis lagi karena melihat keadaan wanita itu yang terbaring lemah. Belum lagi Cedric teringat akan fakta anaknya yang harus pergi karena kesalahannya.

Cedric lalu menunduk, mencium tangan Tavisha dengan khidmat. Setelah beberapa lama bertahan dengan posisi itu, akhirnya Cedric mendongak. "Aku sudah pulang, Tav. Apakah kau tidak ingin melihatku?"

...

"Maaf. Karena aku, kau jadi begini. Dan juga, calon anak kita-" suara Cedric tercekat. Setelah terdiam untuk meredam keinginannya menangis, Cedric kembali berkata, "Kesalahanku kepadamu sungguh besar ya, Tav? Sepertinya benar apa kata Diego, kalau aku tidak pantas untuk mendapatkan cahaya sepertimu di hidupku yang gelap."

Cedric lalu mengulurkan tangannya untuk mengelus wajah Tavisha dengan begitu ringan dan lembut, "My little lion is so beautiful. Bahkan ketika menua pun, aku yakin kau akan terus secantik ini."

Cedric lalu terdiam cukup lama. Senyum mirisnya lalu terbit ketika mengatakan, "Apakah aku masih berhak untuk menyaksikan dan mendampingimu sampai kau menua, Tav?"

Rasanya, tidak.

..........

Update lagi cuuuy 😎

Pendek aja dulu ya karena part ini khusus author dedikasikan untuk babang Cedric yang menggalau, kasihan kalo sampe author buat panjang 😌

Seperti biasa, jangan lupa kasih vote dan commentnya yaak!

Love you all guys!

Salam dari little lionnya Cedric,

Salam dari little lionnya Cedric,

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Once Upon A TimeWhere stories live. Discover now