22 || Non Esser Triste

16 5 0
                                    

SETELAH rahasia masa lalu keluarganya terkuak, Jill menutup diri selama seharian penuh. Bukannya Jill marah dengan Lilian. Tujuan Jill melakukannya adalah untuk lebih menenangkan diri dan meredakan serangan lelah beserta deretan emosi di dalam tubuhnya.

Di dalam kamar, Jill menghabiskan waktunya untuk membaca buku. Semua buku ia baca. Dari novel, komik, sampai buku pelajaran. Jill percaya dengan membaca buku dirinya akan tenang dan lebih rileks.

Tiba-tiba Lilian mengetuk pintu. Segelas susu dan sepotong roti gandum yang sudah diberi selai kesukaan Jill menempati nampan yang Lilian bawa di tangannya. Saat ini baru pukul sembilan lebih lima belas menit. Waktu yang tepat untuk Jill sarapan pagi. Jangan heran jika Jill selalu makan di jam seperti ini karena terkhusus saat di rumah, jam sembilanlah yang sempurna untuk gadis itu sarapan.

Jill menutup bukunya lalu bangkit dari kursi dan menghampiri sang mama yang berada di luar kamar. Saat pintu terbuka, Lilian mengembangkan senyum agar hati anaknya menjadi lebih baik. Jill mengucapkan terima kasih sambil menerima sarapannya.

"Apa Mama sudah mengabari pihak sekolah mengenai tak hadirnya aku hari ini?" tanya Jill setelahnya.

"Sudah. Kamu istirahat yang benar. Mama sayang padamu," ucap Lilian lalu mengecup kening Jill.

Sekali lagi Jill mengucapkan terima kasih sebelum menutup pintu dan melanjutkan aktivitasnya. Hari ini Jill benar-benar menutup diri dari siapapun.

Dunia maya ia lupakan. Penggemar dan teman-teman di sekolahnya tak dipedulikan. Undangan konser hari ini Jill tolak dengan alasan Jill tidak enak badan. Memang benar. Tak hanya fisik Jill yang lelah, hatinya pun menjadi kacau dan berantakan. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Sedih bukan, bahagia juga bukan.

]]]}{[[[

Steven menjalani aktivitasnya sebagai siswa di sekolah swasta bernama SMA Musica. Sejujurnya Steven masih merasa syok dengan kejadian kemarin. Namun, karena besok adalah hari ujian kelulusan sekolah yang berbasis musik di Esmeralda membuat Steven memaksakan diri untuk hadir. Sudah cukup kemarin ia membolos.

Sejak pagi Steven bermuram durja. Cowok itu semakin menjauhkan diri dari keramaian. Siswa lain yang ada di kelas semakin gencar membicarakannya. Steven tak peduli dengan gosip tentang dirinya yang dekat dengan Jill hanya mengincar kepopuleran.

Steven tak peduli dengan desas-desus tentang dirinya bahwa ia menyuap panitia acara saat lomba antar sekolah musik. Steven tak peduli dengan semua itu. Steven tak peduli!

Yang Steven pikirkan hanyalah Jill. Bagaimana kondisinya setelah mengalami kejadian itu? begitu isi pikirannya. Sejak Steven pulang ke rumah, sahabatnya itu tak memberi kabar atau sekedar chat yang tak penting sampai saat ini. Wajar bila Steven merasa khawatir dengannya.

Dering bel sekolah membuyarkan lamunan Steven. Bel yang berbunyi itu pertanda pelajaran hari ini telah usai. Seluruh murid mengemas barang-barang mereka. Tidak terkecuali Steven. Guru yang ada di depan kelas memperhatikan Steven. Sejak pelajaran dimulai, pikiran anak itu melayang entah ke mana.

Raganya yang berada di barisan meja paling belakang dan pandangannya yang sendu dan selalu menatap ke jendela membuat gurunya tak tega untuk menegur.

Pria berusia 36 tahun itu menghampiri Steven saat siswi terakhir memberinya senyum.

"Ada apa, Steven? Bapak perhatikan sejak tadi, kamu terlihat lebih murung dari biasanya. Apa ada yang salah dalam hidupmu?"

Dia adalah Pak Taka, guru bimbingan konseling yang merangkap sebagai kepala sekolah. Suara dan sifatnya yang penuh kasih sayang membuat Pak Taka susah untuk hengkang dari kepala sekolah.

Pasalnya, guru lain tak rela jika dipimpin oleh orang yang tidak peduli dengan penghuni sekolah. Pak Taka sangat menyayangi murid-muridnya. Ia tak sungkan untuk turun dan berbaur dengan mereka. Meski usianya sudah mencapai angka 36 dan telah memiliki istri, wajah Pak Taka tetap terlihat muda. Banyak guru wanita yang iri dengan istri Pak Taka.

"Kamu terlihat pucat, Steven. Apa kamu sakit?" tanya Pak Taka sambil menatap Steven khawatir.

"Tidak. Saya hanya sedikit lelah. Kalau tidur sebentar lelahnya akan hilang, kok. Bapak jangan khawatir," ucap Steven sambil berusaha tersenyum.

FISSANDO IL CIELOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang