5 || Be Closer

21 7 0
                                    

SETELAH Steven memberitahu alamat rumahnya, Jill selalu mengunjungi rumah Steven. Gadis itu sangat terbuka hanya kepada Steven. Jill menceritakan kisah masa lalunya dengan Steven meski cowok itu tak ingin mendengar kicauannya.

Parahnya lagi, Jill mulai berani menjemput Steven di sekolahnya tanpa Steven minta menggunakan motor pribadinya.

Berbulan-bulan telah mereka habiskan bersama. Steven mulai nyaman dengan Jill. Entah apa yang membawanya sampai sejauh ini. Steven sudah jarang lagi menolak permintaan Jill. Menurutnya, hubungan persahabatan ini tidaklah buruk.

Hari ini, Sabtu, tanggal enam, adalah hari ke 48 Jill mengunjungi rumah Steven. Gadis itu sangat rutin menghitung dan mencatat kegiatan sehari-harinya bersama Steven. Di pertemuan kemarin, Jill menghabiskan waktu di mal.

Jill tak tahu apa yang harus mereka lakukan hari ini. Karena Jill baru sadar yang menentukan aktivitas mereka hanyalah Jill. Kali ini Jill membiarkan Steven untuk memilih ke mana mereka akan pergi.

Langsung saja Jill menyambar jaket violet yang tergantung rapi di lemarinya. Tangannya bergerak gesit meraih ponsel dan kunci motor bersamaan di atas meja belajarnya. Hari ini Lilian tidak ada di rumah karena ada urusan. Jadi, Jill bebas pergi ke luar.

Buru-buru ia kenakan helm berwarna senada dengan jaketnya. Langsung saja Jill menarik gas motor matic-nya dan melaju ke rumah Steven.

Di dalam perjalanan, pikiran Jill menerawang ke langit yang cerah di atasnya. Hari yang indah untuk mereka menghabiskan waktu bersama.

Senyuman Jill semakin melebar saat sampai di halaman rumah Steven. Rumah yang tak kalah megah dengan milik Jill berdiri kokoh sejak tahun 1754. Jill memarkirkan motornya di sebelah mobil keluarga Steven.

Kedatangan gadis itu disambut baik oleh pelayan yang bekerja di mansion milik Steven. Jaket yang Jill pakai dititipkan ke salah satu pelayan itu.

“Jill,” panggil Steven datar seraya menyambut kedatangan sahabatnya.

Pemilik nama itu langsung menghambur ke pelukan Steven. Yang dipeluk terkejut dan langsung melepaskan diri dari Jill.

“Kamu kenapa, sih? Aku nggak suka dipeluk orang lain selain bunda!” tegas Steven.

Bukannya sakit hati, Jill justru cengar-cengir tak jelas. Steven menghela napas untuk menghilangkan kekesalannya tadi. Sejak bersahabat dengan Jill, Steven sedikit berubah. Sifatnya menjadi pemaaf. Meski begitu, sifat jutek Steven tetap melekat, seolah bukan Steven jika ia tidak begitu.

"Baiklah, hari ini mau ke mana?”

“Kau yang menentukan,” balas Jill cepat.

Steven nampak berpikir. Tak ingin menghabiskan waktu karena terlalu lama berpikir, Steven mengusulkan pergi ke bukit yang berada di belakang rumahnya. Usulan itu Jill terima dan mereka langsung keluar dari mansion melalui pintu belakang.

Tak hanya luarnya saja yang indah, pemandangan halaman belakang turut melengkapi kesejukan mansion itu. Banyak tempat yang nyaman untuk Steven mengasah kemampuan bermain biolanya. Salah satunya di bukit ini.

“Nah, Steven, apa yang akan kita lakukan di sini?” tanya Jill.

“Aku rindu mendengar puisimu. Buatkan satu untukku dan aku akan mengiringinya dengan biola kesayanganku,” ucap Steven.

Jill tahu itu sebuah paksaan, bukan permintaan. Walau begitu, Jill tetap menerimanya. Membuat puisi adalah kesukaannya selain bermain piano.

Steven meraih biola yang tergeletak di kaki pohon. Biola itu sudah ada sejak tadi karena Steven baru selesai latihan.

Bukit yang mereka kunjungi saat ini dulunya tak berpemilik. Namun, karena Steven nyaman, orang tuanya memberi izin untuk menjadikan bukit itu tempat mencari inspirasi. Hari pertama Steven pergi ke bukit ini masih dalam pemantauan beberapa pelayan dan pengasuhnya. Lama-kelamaan Steven dibebaskan mengunjungi bukit ini karena merasa terganggu dengan bidikan mata yang mengawasi dirinya dari jauh.

"Aku ada puisi di ponselku. Itupun kalau kamu mau,” saran Jill. Steven yang sedang membersihkan daun yang hinggap di biolanya pun mengangguk.

“Mau lagu apa?”

Kiss The Rain,” jawab Jill antusias.

Setelah Jill mendapatkan puisi yang ia maksud di ponselnya, Steven mulai memainkan biolanya.

Rindu ini terjadi karena jarak yang tak terjamah
Kau tak lagi ada di semesta ini
Membuatku selalu termenung mengingatmu
Cepat sekali kau pergi.

Kepalaku mulai memainkan melodinya
Melodi indah dari masa lalu yang kau isi
Kau hadir dalam setiap kenangan yang indah
Kau selalu ada saat hati ini remuk.

Kini kau t’lah pergi meninggalkan jejak kerinduan
Aku tak tahu siapa yang akan menemaniku menghabiskan waktu
Adakah penggantimu duhai kasih?
Adakah penyemangat selain dirimu sayangku?

Teruntuk kamu, kurangkai kalimat indah ini dengan sepenuh hati
Kamu yang tenang di sana
Biarlah rindu yang menemani
Dari semesta yang berbeda.

Nada terakhir dari lagu “Kiss The Rain” menutup duet mereka. Desiran angin yang terasa menyejukkan membuai lembut tubuh mereka. Mata mereka terpejam menikmati setiap sentuhan angin sepoi-sepoi.

“Jill, puisimu itu untuk siapa? Pacar?” Steven menyuarakan pemikirannya.

Steven tidak merasa cemburu saat menyuarakan pertanyaannya. Ia hanya ingin tahu untuk siapa puisi itu tercipta.

Jill menggeleng. Dia mengaku puisi itu bekas ia gunakan di event yang diikutinya. Untuk saat ini, biarlah seperti itu.

•••
Presented by Room Genre Fantasy,
yang diketuai oleh Penaskye

Judul: FISSANDO IL CIELO
Penulis: Kirasuma_Lalah
Mentor: Penaskye

FINAL PROJECT GEN 1

FISSANDO IL CIELOWhere stories live. Discover now