Chapter 35: Ujian dan Pengharapan

197 39 28
                                    

Tangan perempuan itu menggigit ujung gagang pensilnya saat hasil kotretannya tidak ada di lembar soal. Tapi, ada angka yang hampir mendekati walau hanya selisih 5. Dengan sebodo amat, Altana melingkarkan jawaban yang mendekati dengan angka di hasil kotretannya lalu tersenyum bangga. Ujian Tengah Semester sedang berlangsung dan hari ini adalah hari keempat.

Altana memangku wajahnya dengan salah satu tangan dan melihat meja kosong di sebelahnya. Seharusnya itu menjadi tempat duduk Alvan saat ujian. Jika saja Altana sedang melirik ke arahnya seperti saat ini, mungkin Alvan akan menatapnya balik lalu menyapanya.

Hatinya berdegup kencang saat membayangkannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hatinya berdegup kencang saat membayangkannya.

Suara ketukan dari meja terdengar. Altana tersadar dari imajinasinya dan melihat sang pengawas yang menatapnya. "Jangan ngelamun. Fokus ke lembar jawaban kamu. Tiga puluh menit lagi waktunya habis."

Altana membenarkan posisi duduknya lalu mengangguk. "Baik, Pak. Maaf."

Selama tiga puluh menit berlangsung Altana kembali fokus pada lembar ujiannya. Suara bel berbunyi menjadi tanda bahwa ujian hari ini telah selesai. Altana mengumpulkan kertas ujian di meja guru setelah itu mengambil tas dan keluar dari kelas. Seperti biasa, setelah ujian selesai sebagian teman sekelasnya merundingkan jawaban mereka.

"Nomor 27 lo isinya apa?" tanya Aqila pada Atha.

"Nggak tahu, lupa gue, Qil. Prinsip gue dalam mengerjakan ujian itu datang, kerjakan, lalu tinggalkan. Nggak perlu ngungkit-ngungkit masa lalu, mending fokus ke masa depan, ya nggak, Ma?" tanya Atha pada Bisma di sebelahnya.

"Halah, sia boy," ucap Bisma menggunakan bahasa Sunda.

Altana tersenyum kecil mendengar perbincangan mereka dan berlalu begitu saja karena ingin cepat pulang. Namun, seseorang tiba-tiba menarik tangannya.

"Eh, Alta! Bentar! Lo mau ke mana sih, buru-buru amat?" tanya Aqila.

Perempuan itu menjawabnya singkat. "Mau balik, capek."

"Gue mau nanya bentar. Acara ulang tahun lo hari Sabtu minggu ini 'kan? Ada syarat dresscode nggak?"

"Bebas. Acara yang gue buat nggak penting-penting amat. Gue cuma nunggu seseorang aja," jawab Altana yang tentunya kalimat terakhir hanya ia ucapkan dalam hati.

Selama Altana hidup, perempuan itu tidak pernah merayakan acara ulang tahun sampai mengundang banyak teman. Menurutnya, acara tersebut tidak begitu penting. Dirinya juga tidak mengharapkan hadiah. Cukup ucapan selamat dari orang-orang terdekat saja sudah bisa menghangatkan hatinya. Namun, kali ini ia memiliki tujuan lain. Ia ingin bertemu Alvan, berbicara padanya dengan kepala dingin dan menimbangi keputusannya kembali.

Berita simpang siur mengenai hukuman yang diberikan sekolah kepada Alvan menjadi topik pembicaraan SMA Jaya akhir-akhir ini. Ada yang menyebut bahwa Alvan hanya diskors, ada pula yang mengatakan bahwa Alvan dikeluarkan seperti Melvin karena sering membuat masalah. Hal ini menimbulkan teka-teki karena saat ucapan perpisahan bersama teman sekelaspun, Alvan tidak mengatakan apa-apa dan hanya memberikan jawaban menggantung yang membuat mereka berasumsi sendiri.

ILLEGIRLWhere stories live. Discover now