Epilogue

347 40 30
                                    

Maret, 2021.

Langit secara tiba-tiba menjatuhkan air matanya. Pasangan yang tengah berkencan dan berencana akan mengunjungi suatu tempat itu, terpaksa memberhentikan kendaraan roda duanya dengan menepi di sebuah halte. 

Hujan cukup lebat disertai petir menggelegar. Altana menarik lengan Alvan untuk duduk di kursi halte bersamanya.

"Maaf, Ta. Aku harusnya lihat ramalan cuaca dulu sebelum pergi." 

"Nggak apa-apa, Van. Udah kehendak Tuhan, kita nggak bisa ngubah."

Alvan mengacak rambut Altana karena gemas.

Tidak terasa tiga tahun berlalu begitu saja. Alvan dan Altana berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMA dan melanjutkan studinya dengan berkuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri favorit di bilangan ibukota. Tentunya, hasil tersebut tak luput dari usaha mereka yang belajar mati-matian hingga larut malam.

Naik kelas dua belas, menjadi awal Altana berambisi untuk menggapai cita-cita. Sebelumnya, Alvan tidak percaya bahwa kekasihnya itu akan meng-ambis. Namun, seiring berjalannya waktu, lelaki itu pun jadi ikut ketularan ambis. Waktu yang mereka habiskan bersama lebih banyak dipakai di perpustakaan dan di rumah masing-masing dengan mengandalkan aplikasi video call untuk berdiskusi mengenai soal-soal dan materi pembelajaran di sekolah.

Saat itu juga Alvan menyandang status pacar sekaligus study buddy bagi Altana.

Walaupun lelaki itu sempat berada di peringkat sepuluh dari bawah karena masalah yang menimpanya kala itu, Altana tetap bangga padanya karena Alvan memilih untuk mengikuti jejaknya dengan meng-ambis.

Takdir membawa mereka untuk berada di universitas yang sama. Namun, masing-masing dari mereka mengambil jurusan yang berbeda. Altana dengan jurusan Ilmu Komunikasi sementara Alvan mengambil jurusan DKV.

Selama kuliah, sebisa mungkin mereka menghindari dari yang namanya pertengkaran dalam sebuah hubungan. Jika pertengkaran terjadi, biasanya hal tersebut disebabkan oleh kecemburuan. Pernah suatu kejadian, Alvan menceritakan pada Altana bahwa saat ospek ada seorang kating yang menyatakan perasaannya padanya. Mendengar hal itu, Altana langsung mendiaminya selama tiga hari tanpa mengatakan apa-apa.

Alvan berhasil menghancurkan dinding pertahanan Altana dengan membawa seember ayam goreng cepat saji ke rumahnya. Dengan air mata yang turun di pipinya, Altana pun mengeluarkan isi di dalam benaknya bahwa ia takut kehilangan Alvan, lagi. Sudah cukup ia menderita pada kejadian tiga tahun lalu, yang mana Alvan hampir meninggalkannya. Ia tidak ingin kejadian itu terulang kembali.

Keduanya sebisa mungkin untuk bersikap lebih dewasa.

"Kayaknya bakal lama hujannya. Emang kamu mau ngajak aku ke mana?"

"Ada aja! Nanti juga kamu tahu dan aku juga yakin kamu bakalan suka," jawab Alvan dengan senyum jahilnya.

Altana mendecak. "Kebiasaan."

Ponsel Altana yang berada di dalam tas bergetar. Ia mengambilnya dan melihat satu notifikasi dari Zach. Lelaki itu mengirimkan sebuah foto.

Zach: Masih nongki di Tower Bridge, nih! Jam 4 pagi!

Zach: Masih nongki di Tower Bridge, nih! Jam 4 pagi!

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.
ILLEGIRLOnde histórias criam vida. Descubra agora