Chapter 13: Dia Kembali?

2.2K 427 26
                                    

"Kita ngantri panjang-panjang dan hasilnya cuma ini? Liat boneka mampang dadah-dadah nggak jelas? Sumpah lo manusia paling childish yang pernah gue temukan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kita ngantri panjang-panjang dan hasilnya cuma ini? Liat boneka mampang dadah-dadah nggak jelas? Sumpah lo manusia paling childish yang pernah gue temukan."

Alvan menghiraukan gerutuan Altana dan menggumam. "Nyesel gue belum pernah ajak Safa ke sini."

Perempuan itu melepas topangan dagunya dan menengok ke arah Alvan saat mendengar nama asing di telinganya. "Siapa tuh? Pacar lo ya?"

"Adik gue, umurnya masih enam tahun."

Altana mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Setelah itu ia mengeluarkan ponselnya dan memilih untuk meng-update cerita yang ia publikasikan di aplikasi orange. Alvan melirik layar ponsel Altana karena penasaran.

"Lo masih nulis?"

Altana mengangguk. "Iyalah, gue nggak mau buat pembaca kecewa karena nggak update-update. Walaupun pembaca gue masih bisa dihitung jari, ya gue harus bisa menamatkan cerita itu."

Wahana yang mereka naiki telah selesai. Mereka bangkit dari sampan dan keluar dari wahana yang antriannya cukup panjang. Alvan semakin penasaran dengan kehidupan Altana yang berperan sebagai penulis.

"Kenapa lo suka suka nulis?"

Perempuan itu tertawa kecil. Alvan menganggapnya sebagai alunan melodi yang indah di telinga. Bahkan, kini perhatiannya menjadi teralihkan ke arah Altana dan mulai melupakan kegiatan foto-memfoto objek.

"Gue suka menghayal. Imajinasi gue terbang liar disaat gue sedang melamun. Sayang kalau dibuang, maka dari itu gue mencurahkannya dengan tulisan. Tulisan gue pantas untuk diingat oleh semua orang yang membaca cerita gue."

"Cerita lo tentang apa? Gue mau baca." ujar Alvan

Altana menggeleng. "Percaya deh. Jangan dibaca, klise. Cuma kisah tentang cewek yang kena friendzone disaat cowok yang dia suka udah menjadi milik orang lain."

"Apakah itu lo?" tanya Alvan pelan.

Perempuan itu mengangkat bahu. "Nggak tahu. Disatu sisi gue merasa kalau tokoh utamanya adalah gue sendiri, tapi di sisi lain gue nggak merasa demikian. Tergantung lo sendiri nangkepnya gimana."

"Gue anggap itu lo," timpal Alvan meyakini dirinya sendiri kemudian kembali bertanya, "apa cita-cita lo selama ini?"

Berbicara tentang cita-cita, Alvan sangat suka jika sudah disangkutpautkan dengan seni. Ia ingin sekali bisa keliling dunia dan memfoto objek-objek yang ditemuinya untuk dijual jika ada orang-orang yang tertarik pada potretannya. Selain itu, bakat seni terpendam yang dimiliki Alvan lainnya adalah melukis. Lelaki itu memiliki sebuah ruangan di rumahnya. Ruangan kosong itu ia pakai untuk menuangkan imajinasinya ke dalam kanvas. Hanya keluarganya yang mengetahui hobi Alvan yang ini, sahabatnya sendiri-Jaka, tidak tahu soal ini.

"Gue ... nggak punya cita-cita," jawab Altana termenung. "Gue aja nggak tahu tujuan gue hidup tuh apa. Salah nggak sih?"

Alvan memilih untuk beristirahat sejenak dan duduk di sebuah kursi panjang dekat dengan wahana Treasure Land. Lelaki itu menghela napas sejenak. "It's okay to not have a dream. As long as you're happy though. That's a life."

ILLEGIRLWhere stories live. Discover now