15. Mata-mata.

693 148 22
                                    

Dua hari kemudian ....

Yuki melepas perban yang membalut kakinya, lukanya masih membekas tapi rasa sakitnya sudah berkurang banyak. Dengan ini dia bisa kembali berjalan normal. Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok Raphael dengan handuk yang melilit pinggang ke bawah. Bulir air menetes dari rambut coklatnya yang selalu berantakan, lalu turun mengenai dadanya yang bidang.

Sejak badai malam itu, Yuki dan Raphael memutuskan untuk berbagi kamar. Berkat keteguhan hatinya Raphael berhasil menahan diri dengan baik. Walau setiap pagi tangannya akan berada di tempat yang tidak seharusnya, beruntung Yuki tidak menyadari kenakalan tangan Raphael karena dia tidur sangat lelap. Tapi di satu sisi Raphael juga khawatir dengan kebiasaan Yuki. Bagaimana jika orang lain juga memanfaatkan kebiasaan Yuki seperti dirinya. Raphael harus benar-benar mengawasi gadisnya.

"Luka kamu udah nggak papa?" Raphael menggosok rambut basahnya dengan handuk lain.

"Iya." Wajah Yuki hangat, tapi dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Raphael. Seolah apa yang dia lakukan adalah sesuatu yang seharusnya.

"Lihat apa?" Raphael membungkuk, kedua tangannya mengurung Yuki.

"Kamu." Raphael terkekeh dengan kejujuran Yuki. Tak tahan, Raphael mengecup bibir Yuki sekilas.

"Tutup mata dulu, aku mau pakai baju."

"Kenapa nggak di kamar mandi aja?" protes Yuki.

"Suka-suka aku." Raphael menyeringai.

"Ya udah, aku tunggu di luar kalau gitu." Ucapnya.

"Nggak boleh, kamu pokoknya duduk di sini." Raphael menekan pundak Yuki, alhasil gadis itu kembali duduk di pinggir tempat tidur.

"Dasar mesum!" Yuki cepat-cepat menutup matanya saat Raphael membuka lilitan handuk di pinggangnya.

"Kamu dari tadi ngeliatin orang mesum ini. Siapa yang mesum sekarang." ada senyuman di suaranya.

"Udah, jangan banyak omong cepat pakai baju." Yuki menutup kedua matanya dengan tangan.

"Udah selesai."

Saat Yuki membuka mata, Raphael bersimpuh di depannya. Untuk yang kesekian kali, Yuki terpesona oleh mata sebiru lautan itu. Biru yang selalu memandangnya lembut membuat Yuki sama sekali tak bisa mengalihkan pandangan darinya.

"Hari ini aku harus pulang." ucap Yuki. "Bunda pasti udah menunggu."

"Aku tahu, karena itu hari ini aku mau ngajak kamu jalan-jalan. Mau?" Raphael membelai pinggang Yuki dengan jarinya lembut, gadis itu geli tapi tidak berkeinginan menghentikan Raphael.

"Jalan kemana?"

"Ke taman rekreasi, makan es krim, dan kita harus beli baju buat kamu." Karena sampai saat ini Yuki masih menggunakan baju Raphael.

"Taman, makan es krim?" entah kenapa Yuki pikir itu bukan kebiasaan Raphael.

"Itu ide Aurora, sebenarnya." benar kan. "Aku nggak pernah kencan sama siapapun. Jadi aku nggak tahu kita harus kemana, kalau kamu mau pergi ke suatu tempat aku pasti ikut."

Yuki tampak berpikir sejenak. Sebenarnya ada tempat yang ingin dia kunjungi sejak lama, hanya saja Yuki tidak berani meminta macam-macam pada ibunya. Karena Fahira pasti akan mewujudkan keinginan Yuki dengan segala cara.

"Sebenarnya ada, tapi memang nggak papa?"

"Nggak papa, kan aku yang ngajak. Kamu mau kemana?"

***

Aurora memasuki rumahnya dengan tubuh lelah, dia menjatuhkan diri di atas sofa lebar sambil membuang tasnya sembarangan. Ibunya yang melihat hal itu hanya bisa menggeleng lalu menarik napas panjang.

RedMoon || AlphaSoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang