6. Api biru.

776 171 58
                                    


📢MANA VOTENYA!?✨

***

Fahira menatap empat keping emas di tangannya bergantian dengan wanita berambut merah yang duduk di depannya. "Maaf, tapi bukankah saya bekerja penuh hari ini?" Ujarnya heran.

Wanita berambut merah itu memandangnya bosan. "Iya, lalu?"

"Kenapa hanya empat keping. Seharusnya enam." Fahira bekerja di sebuah pabrik tekstil tidak jauh dari rumahnya, dia bekerja di bagian kemas. Fahira mendapat upah harian setelah dia selesai bekerja, jika ingin mendapat tambahan Fahira diharuskan lembur.

"Mulai hari ini upah harian hanya itu, ini perintah dari yang di atas." Si Rambut Api menjelaskan sambil mengunyah permen karet.

"Tapi kenapa mendadak?"

"Mana aku tahu. Aku hanya menjalankan tugas." Ketusnya. "Sebaiknya kamu pergi, antirannya sudah panjang." Imbuhnya sinis.

Fahira melihat ke belakangnya, beberapa orang mulai tidak sabar menanti giliran. Dia akhirnya pergi dengan bahu merosot lemas. Upah harian yang biasa Fahira terima bahkan nyaris tidak bisa memenuhi kebutuhan, karena itu dia sering lembur agar mereka setidaknya masih memiliki tempat tinggal. Tapi sekarang- Fahira menatap uang di tangannya, seberapa keras lagi dia harus berjuang.

"Ini keterlaluan! Binatang bahkan diperlakukan lebih baik dari kita!"

"Kamu benar! Upah dikurangi, dan mereka masih ingin kita bekerja keras! Dasar orang-orang menjijikkan!"

"Ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi! Kita harus menuntut keadilan!"

"Setuju! Kita harus menuntut keadilan!"

Fahira mendengar gemerisik amarah dari pegawai lain. Mungkin mereka akan melakukan demo seperti yang terjadi di distrik lain. Tapi bukankah demo itu selalu berujung bentrok, yang Fahira dengar sampai memakan korban. Tidak ingin mendengar lebih banyak Fahira akhirnya memutuskan pulang. Ada Yuki yang sudah menantinya di rumah untuk makan bersama.

***

Mulai tanggal lima sampai sepuluh, kelas Yuki mengadakan acara kemping di suatu tempat. Ketentuannya mutlak- jika ada yang tidak ikut selain karena urusan kesehatan, akan mendapat nilai buruk di akhir semester. Yuki pun dilema.

Yuki tidak ingin mengecewakan Ibunya dengan nilai buruk, dia bukan murid berprestasi tapi Yuki tidak pernah keluar dari peringkat sepuluh besar selama ini. Tapi mengikuti acara itu sama saja seperti menggali kuburannya sendiri, Sinta dan teman-temannya tidak akan membiarkannya bersenang-senang, itu pasti.

"Harus gimana?" Yuki melamun.

"Apanya?"

Suara yang muncul tiba-tiba itu sangat mengejutkan, terutama di tengah taman yang sepi. Raphael terhibur melihat wajah terkejut Yuki, matanya yang besar mengerjap dan wajah putihnya mulai merona. Dia ingin sekali memeluk gadis itu saat ini juga. Yuki beringsut mundur saat menyadari jarak mereka sangat dekat, bahkan dia bisa mencium aroma maskulin dari bangsawan itu. Tapi belum sempat Yuki bergerak, Raphael sudah menahan lengannya.

"Jangan jauh-jauh, panas." Ujarnya menunjuk terik matahari siang itu. Raphael mengikuti jejak aroma Yuki dan menemukan gadis itu di bawah pohon rindang. Sejak ciuman pertama mereka aroma Yuki terasa semakin kuat, sehingga mudah bagi Raphael menemukannya. Sekarang gadis itu benar-benar tidak bisa lari lagi darinya.

"Kamu lagi mikirin apa?" tanya Raphael, yang kini duduk di samping Yuki tanpa melepas tangannya.

"Le-lepas." Mengabaikan pertanyaan, Yuki berusaha melepas tangan Raphael dari lengannya. Jantungnya bisa meledak jika seperti ini terus.

RedMoon || AlphaSoulWhere stories live. Discover now