11. Sedikit demi sedikit.

798 161 49
                                    

Cahaya matahari membangunkan Raphael dari tidur nyenyak. Itu adalah tidur paling berkualitas yang pernah dia alami sepanjang hidupnya. Lebih menyenangkan lagi, ketika Raphael membuka mata dia mendapati Yuki terbaring di pelukannya. Gadis itu bergelung bagai janin dalam kandungan, wajahnya melekat di dada bidang Raphael.

Semalam ketika udara berubah semakin dingin, Raphael masih bisa tenang karena dia pernah dilatih untuk bertahan hidup di alam liar, tapi dia mendapati Yuki mulai menggigil dalam tidurnya. Api unggun bahkan tak memberikan banyak pengaruh. Tidak bisa membiarkan hal buruk terjadi pada Yuki, Raphael segera mendekatinya dan memeluk Yuki erat. Membagi hangat tubuh pada gadisnya.

Malam itu Raphael seperti sedang berjalan di seutas tali di sebuah jurang yang dalam, salah langkah sedikit saja dia akan jatuh dan tenggelam. Usaha kerasnya bahkan membuat taring Raphael bermunculan. Tapi akhirnya Raphael bisa melewati malam itu dengan baik, dia patut diberi penghargaan untuk hal ini kan. Atau Raphael bisa mengambil penghargaannya sendiri.

Raphael menatap Yuki, gadis itu masih tertidur lelap. Napasnya yang teratur bisa Raphael rasakan di kulitnya. Yuki berpindah tempat, dia berbaring di rerumputan tebal saat Raphael bertumpu pada kedua lengan dan kaki di atas Yuki. Awalnya Raphael hanya ingin mencuri sebuah kecupan, tapi nalurinya bertindak lain.

Ketika bibirnya meraih Yuki, seluruh indra di tubuhnya menyala seperti lampu. Raphael tahu dia tidak boleh berjalan terlalu jauh, tapi tubuhnya enggan memenuhi perintah otaknya. Ciuman itu semakin dalam saat Raphael berhasil memecah bibir Yuki. Pada akhirnya Raphael berhasil menarik diri, Yuki masih tidur seperti orang pingsan ketika Raphael bersusah payah. Tapi Raphael akui itu memang salahnya. Menguji diri sendiri pun ada batasnya, dia sadar itu sekarang.

"Maaf, Yuki."

Raphael menenangkan gejolak dalam dirinya untuk beberapa menit. Merasa lebih baik, dia akhirnya membangunkan Yuki dari tidurnya. Gadis itu menggeliat sambil mengeluh, tubuhnya sangat lelah Yuki ingin tidur lebih lama. Melihat itu Raphael tersenyum.

"Kita harus keluar dari hutan ini, kamu bisa tidur sebanyak yang kamu mau nanti." Raphael membujuknya lembut. Hal yang tak pernah dia lakukan, bahkan pada adik perempuannya sendiri.

Yuki membuka matanya yang terasa berat. Cahaya matahari tak langsung mengenai Yuki karena Raphael menunduk di atasnya. Siluet lelaki itu terlihat seperti lukisan indah yang misterius, tanpa sadar tangan Yuki bergerak menggapai wajah Raphael.

Raphael memejamkan matanya membiarkan tangan Yuki menelusuri pipi.

"Tadi aku mimpi, hampir dimakan serigala." Ucap Yuki.

Raphael membuka matanya cepat. "Hah?"

"Ini pasti karena kejadian semalam. Apa aku akan mimpi buruk terus setelah ini?" Yuki menatap Raphael dengan polos. Benar-benar tidak tahu bahwa dia memang hampir "dimakan" serigala.

"Kita harus cepat keluar dari hutan." Raphael segera mengalihkan perhatian Yuki.

"Harus sekarang?" Yuki yang dibantu berdiri bertanya.

"Kamu masih mau di sini?" Raphael mengernyitkan alisnya. Apa Yuki tidak merasakan hawa tidak menyenangkan seperti dia.

"Di sini sejuk, aku suka." Yuki memandang sekitarnya. Dia tidak pernah merasa senyaman ini di suatu tempat.

"Kamu nggak merasakan sesuatu yang aneh, seperti diawasi mungkin." Yuki menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Meski begitu, kita tetap harus keluar dari sini. Aku khawatir sama luka kamu. Kemarin aku hanya memberimu pertolongan pertama."

Yuki akhirnya menurut, dia melingkarkan tangannya di leher Raphael ketika lelaki itu memerintahnya. Raphael mengangkat Yuki begitu mudah, mereka mulai menelusuri hutan mencari jalan keluar.

RedMoon || AlphaSoulWhere stories live. Discover now