5. Jiwa miliknya.

883 183 34
                                    

Hai, selama membaca.

***

Yuki meringkuk di bawah meja untuk beberapa saat, setelah memastikan keadaan aman dia merangkak keluar sambil menghela napas lega. Sampai beberapa waktu yang lalu Yuki merasa sekolahnya memiliki luas yang terlalu berlebihan- empat hektar tanah untuk seratus murid, namun setelah tiga hari ini Yuki berubah pikiran. Bagaimana bisa di tempat seluas ini dia selalu bertemu dengan Raphael, padahal setahunya orang itu berada di kawasan khusus di daerah selatan- Tempat dimana kaum Elite berada. Untuk apa Raphael berkeliaran di kawasan reguler setiap hari, membuat Yuki kalang kabut setiap waktu.

Jangan pura-pura bodoh, gadis kecil di sudut hatinya mencibir. Tentu saja dia berkeliaran di sana karena Yuki, apalagi.

"Hai." Seseorang menghadang jalannya, Yuki membulatkan mata melihat orang itu. Aurora memamerkan senyumnya yang cantik, dia segera menggenggam lengan Yuki saat gadis itu akan kabur.

"Kalau kamu nggak makan siang sama aku, aku bakal telfon Raphael sekarang. Biar aja kamu dibawa pulang terus dikurung di kamaranya." Ucapnya penuh ancaman, Yuki tak berkutik usahanya akan sia-sia jika dia bertemu Raphael sekarang.

Alhasil Yuki hanya bisa menurut saat Aurora menariknya ke kantin.

Yuki hampir tidak pernah menginjakan kakinya di tempat ini. Pertama karena terlalu ramai, rasanya dia akan sangat mencolok dengan rambut pirang kecoklatan dan kulit putihnya yang menarik perhatian. Kedua karena Yuki tak memiliki cukup uang untuk membeli makanan kantin. Perlu diketahui, kantin sekolahnya setara dengan kafe mahal di luaran sana.

Saat Yuki merasa orang-orang mulai memperhatikannya, dia menarik hoodie untuk menutupi kepala sekaligus wajahnya. Beberapa kali Yuki mencoba melepas tangan Aurora, tapi tidak bisa, akhirnya Yuki berjalan di belakang Aurora dengan tidak nyaman.

"Kamu suka makan apa?" tanya Aurora saat mereka mengantri.

"Apa aja." Jawab Yuki cepat.

"Nggak boleh gitu dong, kasih tahu aku kamu suka makan apa sekarang." Aurora berbalik menatap Yuki.

"Aku suka bakso." Jawab Yuki akhirnya.

"Nah gitu dong. Berarti kamu sama kayak kakakku, dia juga suka bakso." Aurora tersenyum kekanakan, matanya yang biru berbinar-binar menatap Yuki. Membuat gadis itu merona tanpa sebab. "Kalau gitu kamu pilih mau makan yang mana, tenang aku yang bayar kok." Aurora menempatkan Yuki di depannya saat giliran mereka tiba.

Yuki lagi-lagi hanya bisa menurut, dia melihat berbagai jenis masakan di depannya dari yang tradisional sampai internasional. Karena terlalu banyak Yuki justru bingung memilih yang mana. Tidak ingin membuat Aurora menunggu, Yuki akhirnya memilih apa saja yang ada di depannya. Sedangkan Aurora memilih steak dan salad.

Mereka memilih tempat yang paling sepi, walau nyaris tidak mungkin. Saat jam makan siang seperti ini jelas kantin akan sangat ramai.

Aurora aktif mengajaknya bicara, sedangkan Yuki hanya menanggapinya pendek-pendek. Jika boleh jujur Yuki senang bisa sedekat ini dengan Aurora, dia gadis yang baik dan periang. Aurora tidak protes atau terganggu dengan Yuki yang sangat pendiam. Selain itu Yuki berterima kasih karena pada akhirnya ada yang mengajaknya bicara seperti gadis normal. Hanya saja, keadaan Yuki tak mengijinkannya untuk menikmati hal normal itu. Meski selama tiga hari ini Sinta dan teman-temannya tidak mengganggu Yuki, dia masih saja merasa takut.

"Hai Aurora. Hai Yuki."

Makanan di mulut Yuki nyaris tersembur keluar saat mendengar sapaan itu. Sinta dan kedua temannya berdiri dengan nampan berisi makan siang, gadis pribumi itu tersenyum ramah seperti biasa.

RedMoon || AlphaSoulHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin