Bab 3

648 180 174
                                    

Ketika Susan masih melongo keheranan melihat pintu yang terbuka dan tertutup sendiri, serta sapu yang tiba-tiba bergerak untuk membersihkan rumah, Anna langsung merapalkan sebaris mantra.

"Esca ientes," ujarnya lirih.

"Mantra apa yang kau rapal?" bisik Susan.

"Ikuti saja, kau akan segera melihat sosoknya," balas Anna. "Orang itu menggunakan ramuan menghilang."

Sesuai petunjuk Anna, Susan segera merapalkan mantra. Seketika itu juga, tampaklah sosok samar seorang wanita yang bertubuh agak pendek. Usianya mungkin sekitar lima puluh tahunan. Ia mengenakan baju terusan lengan panjang berwana hijau sementara rambutnya yang bergelombang sebahu berwarna hitam. 

"Bibi Fiona?" Rupanya Susan mengenali sosok itu. Dia kakak dari ayahnya yang dulu ikut membantu merawat dan membesarkan dirinya. Dengan bergegas, gadis itu pun melangkah menuruni tangga untuk menyapa sang bibi.

Sementara itu, Fiona tampak terkejut ketika melihat sosok keponakan yang telah lama menghilang. Ia mengusap matanya tak percaya. "Susan?" Wanita itu sama terkejutnya seperti Susan yang berhenti mematung di hadapan sang bibi.

"Iya, ini aku, Bi," ujar Susan lalu menghambur dan memeluk bibinya. "Apa kabar, Bi?"

"Ya ampun ... aku baik-baik saja, Sue kecilku." Bibi Fiona mengusap matanya yang mulai basah. "Kau sudah besar dan cantik sekarang."

"Terima kasih, Bi. Senang bisa bertemu lagi."

Sekejap kemudian, Fiona melepas pelukan lalu memegang bahu Susan sambil menatap matanya. "B-bagaimana kau bisa melihatku? Aku sudah meminum ramuan menghilang."

"Aku merapal mantra sesuai petunjuknya." Susan menoleh ke belakang pada Anna yang kini juga telah turun. "Perkenalkan, ini temanku, Anna." 

"Oh ... hai Anna." Bibi Fiona menyunggingkan sedikit senyum sambil menyalami gadis itu. Ia lalu mengajak kedua tamunya duduk di bangku kayu yang tampaknya masih cukup kokoh.

"Berarti kau juga seorang penyihir?" tanya Fiona.

Anna pun mengangguk mengiyakan sementara Susan langsung menimpali, "Ia juga seorang proctrium, sama sepertimu."

Mendengar itu, Fiona tersenyum simpul lalu merapal mantra. "Esca orientes." Seketika itu, sosoknya yang semula tampak samar berangsur menjadi jelas. "Kita semua penyihir. Tak ada gunanya lagi aku tetap menghilang," ujar Fiona. 

Setelah itu, Fiona pun memalingkan tatap pada keponakanannya. "Lalu apa yang membawamu kemari?" 

"Aku datang untuk mencari ayah. Apakah dia ada?"

Fiona mendesah sebelum menjawab. "Dia sudah menghilang sejak kejadian enam belas tahun yang lalu."  

"Kejadian apa?"

"Pemberontakan penyihir yang dipimpin oleh Stevan Alderman. Ayahmu adalah sahabat dari adik Raja Agra itu." Fiona menjeda ceritanya. "Aku, ayahmu, serta kakek dan nenekmu adalah beberapa penyihir yang mendukung Stevan. Sayangnya kami gagal dan hanya aku yang berhasil lolos. Ayahmu dan yang lainnya sudah tertangkap. Aku tak tahu lagi ada di mana mereka saat ini. Apakah masih hidup atau sudah mati," tutur Fiona. Untuk beberapa saat wajahnya terlihat sendu. 

Mendengar itu, Susan pun merasa agak kecewa. Harapannya untuk dapat bertemu ayahnya---atau setidaknya mengetahui kabar keberadaannya---belum dapat terpenuhi. Walaupun begitu, ia sedikit bersyukur karena bisa bertemu dengan bibinya. 

"Semenjak peristiwa itu, para penyihir diusir dari kota. Baik yang mendukung pemberontakan maupun yang masih netral. Stigma negatif terhadap para penyihir meluas dan aku terpaksa meninggalkan rumah ini untuk menyendiri di hutan." Fiona melanjutkan ceritanya sambil mendesah getir.

Putra Penyihir : Fajar Kegelapan (END)Where stories live. Discover now