Bab 36

372 109 142
                                    

Malam berikutnya setelah kemenangan melawan bangsa orc, Tuan Humphrey dan Raja Agra mengadakan acara makan bersama di aula kastel Girondin. Berbagai jamuan dihidangkan di beberapa meja panjang yang diterangi oleh ratusan lilin menyala.

Seperti biasa, Borin makan dengan lahap apa saja yang ada di hadapannya.

"Kau benar-benar tidak berubah," sindir Peter pada sahabatnya.

"Kau justru akan kebingungan jika aku makan sedikit," sahut Borin dengan mulut penuh.

Keduanya pun terkekeh bersamaan.

"Oh ya, perkenalkan ini Zalika, Bibi Lilia, dan Janet, putrinya." Peter memperkenalkan kawan-kawan barunya.

"Hai," sahut Borin sambil makan.

"Telan dulu makananmu," bisik Peter.

Borin menurut dan segera menelan makanannya. Ia lalu menyalami mereka satu per satu. "Jadi kalian berasal dari Bergstone?" pemuda gendut itu mencoba berbasa-basi.

"Aku sendiri berasal dari Ebru. Sedangkan dia adalah putri penguasa Bergstone," sahut Bibi Lilia memperkenalkan Zalika. "Kami bertemu di Ebru."

Borin terpaku sejenak menatap Zalika. Ia lalu berbisik pada Peter, "Kau benar-benar beruntung, bisa selalu dekat dengan gadis-gadis cantik," bisik pemuda itu.

"Sejujurnya itu justru adalah sumber masalah," balas Peter tak kalah lirih.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Ronald tiba-tiba muncul sambil membawa segelas anggur dan bergabung bersama mereka.

"Hanya obrolan ringan, tak ada yang penting," jawab Peter. "Oh ya, sebenarnya kedatangan Zalika dan Bibi Lilia ke sini memiliki maksud tertentu. Dan sepertinya kami akan membutuhkan bantuanmu."

"Apa itu? Aku akan dengan senang hati membantu," sahut Ronald.

Peter lalu menatap Bibi Lilia sebagai isyarat agar ia segera menyampaikan niatnya.

"Sebenarnya, maksud kedatanganku ke sini adalah untuk mengantarkan Zalika sebagai calon istri bagi Tuan Muda Dickens," ujar Bibi Lilia. "Sebelum para pasukan orc menyerbu Bergstone, mereka berdua sudah pernah dijodohkan. Namun, pada waktu itu sang putri memilih kabur pada hari pertunangannya." Lilia mewakili Zalika, menjelaskan semuanya pada Ronald.

"Ternyata itu yang menyebabkan kau dipenjara," sahut Ronald sambil menatap Peter tajam.

"Itu sama sekali bukan salahnya, dia hanya menolongku saat aku berusaha kabur," sela Zalika.

"Hmm ... baiklah ... lalu?" tanya Ronald lagi.

"Setelah para pasukan orc merebut kota dan kedua orang tuanya wafat, ia tak memiliki tempat untuk bernaung maupun keluarga yang bisa melindungi. Aku pikir baik jika kita mengatur kembali perjodohannya dengan Tuan Muda Dickens," ujar Bibi Lilia.

Mendengar itu, Ronald pun mengangguk-angguk setuju. "Baiklah aku akan mencoba berbicara pada Tuan Humphrey dan anaknya. Kurasa mereka akan menerimanya dengan gembira."

"Terima kasih," sahut Bibi Lilia.

Ketika Ronald sudah berniat pergi, Zalika menggenggam tangan sang paman dan berbisik di telinganya, "Jika nanti kau bicara dengannya, tolong sampaikan agar ia berjanji untuk mengubah sikapnya dan tidak main perempuan lagi." Zalika lalu melirik pada Dickens yang sedang bermesraan dengan seorang pelacur di sisi lain ruangan. "Lihat itu ... menjijikan sekali," bisiknya.

Ronald mengangguk setuju. "Jika ia tak berjanji untuk berubah, aku tak sudi menyerahkanmu padanya," sahut sang penyihir. Setelah itu, ia pun pergi untuk menemui Tuan Humphrey yang duduk di kursi paling depan bersama sang raja, Pangeran Andrew, dan Pangeran Daniel.

Putra Penyihir : Fajar Kegelapan (END)Where stories live. Discover now