Chapter Twelve

7.4K 765 68
                                    

Double update! Edisi bengek😭😭❤❤

Sesuai dengan perintah Mew tadi, Gulf langsung pergi untuk menemui Mew di ruang kerjanya. Tadinya Nine ingin mengantarkan Gulf hingga kedepan ruang kerja Mew, namun Win lebih dulu mencegah Nine dan mengajaknya pergi, ia menyuruh Nine untuk membiarkan Gulf menemui Mew sendiri tanpa harus ditemani ataupun diantarkan. Gulf harus berani untuk dirinya sendiri, seperti itulah kata Win tadi.

Gulf melangkah pelan, sesekali melirik ke kanan kiri, dimana banyak sekali pria berjas hitam yang berjaga-jaga di mansion besar ini. Kakinya terus melangkah hingga akhirnya tiba didepan sebuah pintu kayu mahoni berwarna coklat gelap tanpa ukiran, kata Nine itu ruangan kerja Mew. Gulf menarik nafas pelan, kemudian mulai memberanikan diri untuk mengetuk pintu kayu itu pelan.

"T–Tuan." Panggilnya diiringi dengan ketukan pelan.

'Masuk!'  Perintah terdengar dari dalam.
Gulf memutar gagang pintu itu dan membukanya secara perlahan. Seperti ruang kerja pria dominant, ruangan itu dipenuhi aroma cool mint yang menusuk penciuman. Dan disanalah Mew berada, diatas kursi kebesarannya tengah memegang sebuah lembaran kertas ditangannya dengan fokus.

Gulf melihat-lihat sekitar isi ruangan, tidak ada yang menarik untuk dipandang. Hanya ruang kerja yang benar-benar seperti ruang kerja dengan beberapa rak buku dan lemari kecil di beberapa sudutnya, meja dan kursi kerja yang mewah milik Mew, sofa bludru berwarna hitam dengan meja kaca yang transparan, dan lampu-lampu yang remang. Namun, satu pintu dengan warna merah di ujung ruangan, membuat Gulf penasaran akan isi didalamnya. Segera Gulf sadarkan dirinya, dan kembali fokus atas tujuan kedatangannya ke ruangan Mew ini.

"Tuan.. ada apa memanggil saya kemari?" Tanya Gulf memberanikan diri. Ia samasekali tidak melihat perubahan gerakan dari Mew, pria itu tetap pada posisinya, bahkan untuk sekedar menatap Gulf pun tidak ia lakukan. Tangan pria itu terus tergerak untuk membolak-balik lembaran kertas yang menjadi fokusnya.

"Bagaimana latihanmu? Berjalan lancar atau kau tetap terlihat buruk seperti hidupmu?" Tanya Mew mengejek.

Gulf menunduk, melihat tangannya yang sedikit terluka akibat terkena goresan pisau karena ia kehilangan fokusnya saat berlatih tadi. Gulf mencoba menyembunyikannya, sebisa mungkin agar tidak terlihat oleh Mew. Walaupun hanya luka kecil, namun akan menjadi besar jika Mew mengetahuinya. Bukan, Mew bukan peduli dengan luka yang ia dapat, tapi Mew akan melukai dirinya lebih dari luka yang ia dapat.

"Lancar, Tuan."

Mew meletakkan kertas-kertas itu dimeja. Melepas kacamata dengan gagang tipis yang bertengger diwajahnya dan menatap Gulf dengan tajam.

"That's a lie."  Ucapnya dengan berat. Seketika Gulf merasa merinding mendengar ucapan Mew.

Bola mata Gulf membesar karena panik. Padahal Gulf sudah menjawab dengan setenang mungkin agar Mew tidak curiga bahwa ia tidak melakukan kesalahan selama pelatihannya berlangsung. Tapi mengapa bisa pria itu mengetahuinya?

Mew mulai bangkit dan berjalan menghampiri Gulf yang tengah berdiri dengan ketakutan. Rasanya Gulf benar-benar ingin menghilang saja dari hadapan Mew.

"Perlihatkan tanganmu." Perintahnya tegas.

Gulf tetap bergeming dan menyembunyikan tangannya, tak berani menatap Mew yang tengah mengintimidasinya.

"Kau benar-benar ingin kubuat kehilangan pendengaran selamanya?"

Mengancam. Ciri khas Mew, tapi Gulf tahu, ancaman itu tak pernah main-main dan sekedar omong kosong belaka. Maka, dengan ragu Gulf  mulai menunjukkan tangannya. Memperlihatkan goresan kecil yang ia dapat. Goresan yang diberikan Win karena dirinya lalai.

"Bodoh."

Tanpa Gulf duga sebelumnya, tiba-tiba saja

Bug! Bug!

Dua bogeman mentah Gulf dapatkan dari Mew. Ia jatuh tersungkur dengan sudut bibirnya yang berdarah. Ia terlalu terkejut karena dihantam secara tiba-tiba sehingga kehilangan keseimbangan tubuhnya. Mew menarik kembali kerah baju Gulf hingga ia berdiri secara paksa, dan kembali menghantam wajahnya. Mew melayangkan beberapa bogeman serta tamparan pada wajah Gulf, membuat wajah pria itu kini terlihat menyedihkan. Kini bukan hanya sudut bibirnya yang terkoyak, keningnya pun ikut terkoyak dan mengeluarkan sedikit darah.

"Kau benar-benar bodoh, Kanawut!" Makinya.

"Maaf, Tuan, maaf!" Gulf meminta maaf dengan suara yang bergetar.

"Kau bahkan tidak becus untuk berlatih semudah itu, lalu bagaimana kau akan menghadapi musuh nanti?!"

"Tuan, ampuni saya! Saya berjanji akan lebih baik dari hari ini!"

Mew hanya berdecih, ia pergi kearah sebuah lemari kaca kecil dan mengambil kotak P3K dari sana. Ia mendudukkan dirinya di atas sofa dan membuka kotak P3K, ia menumpahkan sedikit alkohol ke atas kapas tipis lalu menarik tangan Gulf yang terluka. Gulf terdiam, bahkan saat Mew sudah mulai membersihkan lukanya dengan alkohol, Gulf masih terdiam ditempatnya.

Mew mengambil plester, dan membalut luka goresan milik Gulf, setelah itu ia beralih dengan sudut bibir dan kening Gulf yang terluka akibat pukulan yang ia berikan.

"Jika minggu depan aku mendapatkan laporan lagi dari Win kalau kau tidak serius dengan latihanmu, aku akan memenggal kepalamu."

Gulf bergidik ngeri mendengarnya, "Iya, Tuan."

"Bersihkan dirimu, setelah itu makan malam. Lalu temui aku kembali di ruangan ini."

Gulf mengangguk dengan cepat, ia segera keluar dari ruangan Mew sebelum pria itu kembali memakinya atau lebih buruknya, kembali memukulnya.

**

Gulf kembali ke ruang kerja Mew setelah makan malamnya berakhir. Gulf tak diberi pakaian oleh maid, hanya disuruh menggunakan bathrobe, dan Gulf sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Saat ini, Gulf duduk dengan resah di atas sofa bludru lembut milik Mew. Nine mengatakan pada Gulf bahwa Mew pergi ke luar sebentar bersama Taka karena harus mengurus sesuatu yang penting dan Gulf harus menunggu pria itu sampai ia kembali.

Gulf menatap jam yang terpasang kokoh di atas dinding yang menunjuk pada angka sembilan. Gulf menguap pelan. Ia sedikit mengantuk namun tak ingin tertidur, karena ia terlalu takut kepada Mew.

Dua belas menit kemudian, Gulf yang benar-benar kebosanan akhirnya mendengar suara langkah sepatu yang mendekat. Gulf menoleh ketika mendengar gagang pintu yang berputar dan menampilkan sesosok pria pemiliknya, dengan balutan sweater rajutan berwarna hitam dipadukan dengan celana kain berwarna hitam, Mew terlihat tetap tampan dan memiliki aura dominant yang kuat.

Mew menatap Gulf yang masih duduk di atas sofa hanya menggunakan sebuah bathrobe berwarna hitam dengan ikatan tali yang tak terlalu kuat melingkari perutnya. Gulf lantas segera bangun dan berdiri, tentu dengan wajah yang menunduk.

"Ikuti aku." Ucap Mew singkat.

Pria itu berjalan lebih dulu setelah mengganti sepatunya menjadi sandal rumahan yang lebih santai. Gulf tak mengira jika Mew membuka pintu berwarna merah yang berada disudut ruangan milik pria itu. Entah mengapa pula, jantung Gulf berdetak dengan sinting. Dengan langkah yang pelan dan ragu, Gulf mengikuti Mew yang sudah masuk lebih dulu kedalam ruang itu.

Perasaan pertama yang dapat Gulf jabarkan ketika kakinya menginjak ruangan dengan nuansa merah itu adalah rasa takut. Melihat banyaknya sex toys yang berjejer di dari sudut hingga ke sudut, membuat Gulf yakin, bahwa tuannya akan menghabisinya malam ini. Menghabisi dalam artian bukan membunuh, namun menyiksanya dengan permainan yang gila.

"Come. Here."

Beriringan dengan perintah segera mendekat itu, Gulf tahu, malam ini akan berakhir dengan panjang. Dan Gulf harus siap akan hal itu.

Tbc.

Dah author mau pingsan dulu:)

HAPPY MEWGULF DAY!😭😭❤❤❤❤❤❤❤

MIGHTY LONG FALL [MewGulf] HIATUSWhere stories live. Discover now