chapter ten I

28.4K 2K 4
                                    

ALI

Aku menghenyakkan diriku di kursi malas yang kini selalu kubawa-bawa dalam bagasi mobilku. Aku menatap kru-kru yang sedang menata set untuk scene selanjutnya melalui kacamata hitamku. Ini sudah sebulan syuting berjalan, dan aku tidak menemukan kesulitan yang berarti karena bantuan Prilly. Aku menatap pagar lokasi syuting yang dipenuhi fans Prilly dan lawan mainku lainnya. Mereka datang hampir setiap hari, menghampiri kami semua di lokasi syuting yang berbeda-beda. Wajar saja, Prilly dan lawan mainku lainnya, semuanya adalah aktris dan aktor papan atas di Indonesia. Boleh jadi, di sini aku bukan siapa-siapa, msekipun berkali-kali Prilly bilang, aku sudah memiliki fanbase yang aku sendiri belum pernah tahu sama sekali.

Aku menoleh malas pada Prilly yang sedang duduk di kursinya sambil menatap serius pada iphone di tangannya. Kacamata hitam yang dikenakannya menutupi matanya yang indah, namun aku yakin sekali ia sedang sibuk dengan akun jejaring sosialnya yang penuh notifikasi. Aku mengulurkan tanganku, hendak mencubit sebelah pipinya, mencuri perhatiannya. Prilly tampaknya melihat dari sudut matanya, tangan kirinya terangkat dan menangkap tanganku yang sudah hampir menyentuh wajahnya.

"Serius amat kamu.", aku menarik tanganku dari genggamannya dengan malas.

"Bentar. Ini lagi liat foto-foto.", sahut Prilly tanpa mengalihkan pandangan dari iphonenya.

Aku menoleh lagi pada Prilly yang membuatku penasaran melihat keseriusannya menatap ponselnya. Sesekali ia menghela napas panjang, sesekali ia tersenyum, tak jarang ia menggelengkan kepalanya. Aku mengulurkan tanganku hendak menggapai iphone di tangannya.

"Eeh! Apaan nih?!", tanya Prilly sambil menjauhkan tangannya dariku.

"Kamu liat apaan sih? Asik sendiri?!", aku menggerutu kepadanya.

"Aku lagi liat instagram. Kamu 'kan udah bikin instagram, buka dong!", sahut Prilly sambil tertawa.

"Aku pusing, rame banget notifikasinya. Lagian aku ngga begitu ngerti maininnya.", keluhku sambil kembali bersandar.

"Kamu buka dulu. Liat deh.", tambah Prilly sambil menahan tawa menatapku.

Aku merogoh saku celana jeansku dan mengeluarkan ponselku. Aku membuka kunci layarnya, dan membuka instagram yang sudah beberapa hari ku log out. Beberapa detik kemudian, benar saja. Ratusan notifikasi masuk bersamaan. Aku menatap ponselku frustasi sekaligus bingung karena banyaknya notifikasi yang masuk. Prilly menjulurkan kepalanya menatap layar ponselku. Ia mengulurkan tangannya menyentuh layar ponselku, lantas membuka ratusan foto yang di tag kepadaku.

Aku membelalakkan mataku melihat foto-foto yang beredar. Penuh dengan wajahku dan Prilly. Bahkan beberapa foto adegan romantis dalam film yang masih dalam proses syuting ini pun banyak tersebar, beserta caption-caption romantis penuh doa agar aku dan Prilly benar-benar jadian. Kenyataan pahit membuatku tersentak. Ada rasa dingin menelusup ketika aku menyadari bahwa aku dan Prilly masih menyembunyikan status hubungan kami dari media.

"'Li? Kamu kenapa? Kok diem?", tanya Prilly kini menatapku sambil menarik tangannya yang masih menyentuh layar ponselku.

"Ngga. Ngga apa-apa.", sahutku datar.

Aku kembali menatap layar ponselku dan memutuskan untuk memilih salah satu foto dari galeri dan mengunggahnya ke instagramku yang kini followersnya sudah mencapai angka ratusan ribu. Aku memilih salah satu fotoku dan Prilly yang kami abadikan di sela-sela break syuting.

Foto itu menunjukkan siluet aku yang sedang mengangkat tubuh mungil Prilly tinggi-tinggi ke udara. Aku menengadahkan kepalaku menatap wajah Prilly yang tertunduk menatapku, dengan latar belakang sunset keemasan yang mempesona. Aku menatap foto itu sekali lagi. Aku memasang tag namaku di pipi Prilly dan memasang tag nama Prilly di pipiku.

'Digo sayang Sisi', aku mengetik caption foto dan menyentuh gambar ceklis di sudut kanan atas. Beberapa detik kemudian foto itu berhasil ku unggah dan masuk ke dalam akun instagramku. Prilly menatapku dalam diam, mungkin ia merasakan apa yang aku rasakan. Aku memilikinya tapi dunia tidak boleh tahu bahwa aku dan Prilly saling memiliki.

Pikiranku melayang kembali ke saat itu. Sekitar dua minggu yang lalu, saat Kak Andin dan Tante Ully menghampiriku dan membicarakan soal chemistry aku dan Prilly di depan kamera. Aku dan Prilly memiliki penggemar yang kini amat menginginkan aku dan Prilly bisa menjalin kasih seperti dalam cerita film yang sedang kami garap. Meski kenyataannya memang aku dan Prilly memiliki hubungan spesial, toh aku dan Prilly sudah sepakat di depan Kak Andin dan Tante Ully untuk tetap merahasiakan hubungan kami demi karir kami dan film ini.

Aku menghela napas panjang, begitu juga Prilly. Sepertinya ia mengerti apa yang aku pikirkan. Prilly mengulurkan tangannya dan menggenggam tanganku. Sebentuk rasa nyaman menelusup ke dalam diriku. Aku berusaha tersenyum pada Prilly yang tampak berusaha keras menghiburku. Ya, aku dan Prilly hanya bisa mengunggah foto-foto kami dengan kedok Digo-Sisi, karakter sepasang kekasih yang kami perankan. Meskipun kami masih boleh membuat media dan pers penasaran dengan kedekatan kami.

"'Li?!", panggil Prilly lembut, sambil membuka kacamata hitamnya.

Aku membuka kacamata hitamku dan menoleh padanya, menatap mata cokelatnya yang balas menatapku lembut.

"Kamu kenapa? Kok ngga kaya biasanya?", tanya Prilly lagi.

"Ngga apa-apa 'Prill. Aku cuma ngga rela aja. Kalo orang taunya aku bukan siapa-siapa kamu, berarti siapa aja boleh deketin kamu 'kan?", jelasku jujur.

"Kok kamu ngomongnya gitu?", tanya Prilly sambil mengerutkan dahinya.

Aku menghela napas panjang, menyadari keanehan sikapku yang tak seperti biasanya. Bahkan aku tampak sangat posesif pada Prilly saat ini.

"Kamu ngga baca komen di instagram? Yang bilang kita berdua pacaran itu banyak banget, mana ada cowok yang mau deketin aku?!", tanya Prilly di sela tawanya.

Aku masih diam. Entah kenapa suasana hatiku kurang baik hari ini. Tawa Prilly mereda dan ia kembali menggenggam tanganku sambil menatapku lekat.

"Yuk, ikut aku yuk!", Prilly menarik tanganku bangkit dari kursi.

Ia terus menarikku melangkah menuju pagar lokasi syuting yang kini tempak semakin ramai karena aku dan Prilly melangkah mendekati mereka yang sejak tadi berada di balik pagar. Aku mendengar teriakan riuh rendah. Ah, apa benar aku mendengar mereka memanggil namaku juga?!, pikirku dalam hati.

------------------------------------------------------------

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang