8 ¦ ⏳°‧ٓ✧

425 68 0
                                    

"Baru kali ini gue jalan kaki seumur hidup gue, dan anehnya gue mau repot-repot jalan kaki."

  Rose tersenyum sambil memperhatikan jalanan. Tak lama terdengar suara petir, keduanya sama-sama terkejut. Pasalnya beberapa menit yang lalu matahari bersinar dengan cerah.

"Hadeh inilah repotnya kalo jam dunia rusak, cuaca gabisa diperkirakan lagi," rutuk Jaehyun sembari mengeluarkan sesuatu dalam kantongnya. Sebuah benda tipis keluar, lalu tak lama menjadi sebuah tabung yang muat untuk mereka berdua. Seiring turunnya air hujan, mereka masuk ke tabung itu. 

"Kan udah kesepakatan ga bawa benda ajaib!"

"Ini untuk jaga-jaga, daripada kita berdua kehujanan?"

"Lagian ini apasih? Kenapa nggak berteduh ditoko-toko aja sih?? Disini sempit!" Rose terus menggerutu. Jaehyun menghela nafas, "ini bukan barang ajaib, ini buatan gue sendiri. Ya.. memang masih belum sempurna tapi boro-boro berteduh di toko-toko, sekarang aja udah nggak ada pintu."

  Rose merasa tidak enak karena sudah marah-marah pada Jaehyun, "maaf, gue ga maksud marah-marah cuma.. ugh i feel so bad karna gabisa jalan bareng dengan lancar hari ini."

  Jaehyun tersenyum, "gapapa lagian gini udah cukup menyenangkan kok. Anyway emang ditahun 2020 kalau hujan pasti berteduh di toko-toko gitu ya?"

"Hmm.. iya, intinya cari tempat yang bisa dipake untuk berteduh. Atau justru ada yang tetep nerobos hujan dengan jaket yang mereka pake, terus dipake di kepala biar nggak kebasahan," ujar Rose sambil tersenyum. Sungguh ia sangat merindukan rumahnya, dunianya, dunia tahun 2020 nya.

"Yaudah kalo gitu, ayo kita jadi manusia purba," Jaehyun berujar sambil melepaskan jaket denimnya, lalu ia letakkan jaket itu dengan sempurna diatas kepala mereka berdua.

"Manusia purba??! Lo kira gue-"

"LARIII!!" Jaehyun melangkahkan kakinya dengan cepat, mau tak mau Rose ikut berlari menerjang hujan sambil terus mengoceh. Sedangkan Jaehyun disana hanya terus tertawa mendengar celotehan Rose sambil merasakan deru angin yang menerbangkan rambutnya. 

  Sejak kapan hujan jadi se-menyenangkan ini? 

***

"Jadi gimana pak Dokyeom? Menemukan sesuatu??" Dokyeom masih terus memperhatikan bola berwarna keemasan itu sambil terus memutar graphic pen pada jemarinya. Jungkook disana menghela nafas.

"Gue duluan, udah ditelpon bokap," ujarnya sambil menepuk pelan bahu temannya itu. "Lho, tumben nurut disuruh pulang, biasanya kabur-kabur ae lo."

"Iya, ini bakal jadi hari terakhir gue pulang ke penjara itu, selebihnya gue tinggal disini aja. Capek tinggal sama orang-orang kayak mereka." Dokyeom menghela nafasnya, membiarkan temannya berlalu. Ia tahu betul bagaimana kondisi Jungkook. Terkadang sedikit miris melihat anak sepintar itu namun tak ada satupun yang mendukungnya. Kenapa orang lain sangat suka memaksakan kehendak pada orang lain yang ia sayangi? Apa mereka sudah yakin bahwa pilihan yang ditentukan akan membuat orang itu bahagia? Belum tentu.

Kamu bukan Tuhan ataupun aku, jadi jangan mengatur. Karena yang punya kendali penuh atas diriku adalah diriku sendiri. Dan yang mengetahui apa yang membuatku senang cuma aku dan Tuhan. Jadi, berhentilah mengatur. 

  Kata-kata itu bahkan sudah sangat bosan diucapkan Jungkook pada keluarga dirumah yang dingin ini. Akhirnya pidato singkatnya tiap hari selesai. Ia memutuskan menghentikan semuanya. Melepaskan tiap beban yang ia pikul. Selamat tinggal.

TIME HUNTER | 97l ✔Where stories live. Discover now