03 : Sebahagia Itu

36.5K 6.7K 2.8K
                                    

Aku mengipas-ngipas wajahku dengan kipas besar bergambar burung phoenix –oleh-oleh Viona pulang dari Sanghai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengipas-ngipas wajahku dengan kipas besar bergambar burung phoenix –oleh-oleh Viona pulang dari Sanghai. Aku memperhatikan monitor dengan seksama, mengecek ekpresiku atas beberapa kali jepretan tadi. Entah kenapa aku masih merasa kurang puas dengan raut wajahku sendiri.

"Ulang sekali lagi deh," pintaku pada kru.

"Dengan senang hati, Cha!" seru fotografer yang memang sudah aku kenal lama.

Aku kembali ke posisiku semula, berdiri di atas balok kayu dengan gaya pakaian retro. Kubuat raut wajah datar dan fokus pada kamera. Beberapa kali aku mengganti gaya dan ekspresi wajahku.

"Perfect!" seru Mbak Bona –selaku fotografer.

Aku menepuk tangan sembari kerkata, "Terima kasih."

Semuanya bertepuk tangan dan beberapa memuji hasil kerja keras kami hari ini. Aku menghampiri Jeje, membiarkan Jeje membuka outer panjang yang aku kenakan. Suasana di studio panas luar biasa, mungkin karena aku harus berganti-ganti pakaian dan mengenakan lebih dari satu lapis pakaian.

Aku bersama dengan Jeje menuju ruang ganti, aku mulai mengganti pakaianku dengan pakaian santai. Aku akan langsung pulang ke rumah, bermain dengan Lingga. Tadinya Lingga dan babysitter akan ikut aku ke sini, tapi tiba-tiba Lingga menolak dan ingin bermain di rumah saja.

"Je ... kacamata yang harus gue endors mana ya?" tanyaku pada Jeje.

Aku ingat kemarin Kak Airin mengingatkanku untuk mengambil beberapa foto untuk kacamata yang sudah sampai sejak beberapa hari yang lalu. Aku sudah tidak bertemu Kak Airin hampir seminggu, dia sepertinya sibuk mengurusi jadwal model lain yang kebetulan di-handle olehnya.

"Kemarin di ruang ganti Kak. Nanti Jeje carikan," sahut Jeje yang memang pendiam.

Jeje ini benar-benar tidak banyak bicara, dia hanya membuka suara seperlunya saja. Jeje dan aku hanya beda satu tahun. Jeje pernah menjadi asisten pribadi beberapa artis lain, dia berpengalaman di bidang ini.

"Ganteng banget!"

"Eh itu kan itu loh!"

"Ya ampun!"

"Oh my GOD!"

"Ada apa tuh Je? Berisik banget di luar?" Aku mendengar suara-suara perempuan histeris, menyebut ganteng berkali-kali.

Jeje langsung keluar untuk melihat, sementara aku melepaskan anting-anting yang aku kenakan. "Susah banget ini!" gerutuku karena penasaran apa yang terjadi di luar, sehingga susah membuka anting-anting yang terpasang di telingaku.

"Ada Pak Aga, Kak."

Aku menoleh pada Jeje yang menganggukkan kepalanya berkali-kali. Aku lekas mendekati Jeje, menyodorkan telingaku lebih dekat padanya. "Bukain cepet!" perintahku kemudian.

Jumpalitan Dunia Ocha (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang