02 : Semirip Tyaga Yosep

41.9K 7K 1.2K
                                    

Bagun pagi sudah menjadi kebiasaanku, ditambah harus membangunkan Mas Aga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagun pagi sudah menjadi kebiasaanku, ditambah harus membangunkan Mas Aga. Tapi, hari ini aku bangun subuh hari dan membantu Mas Aga siap-siap untuk penerbangan pagi. Hari ini Mas Aga harus dinas ke luar kota, sementara aku akan menemani Lingga ke sekolahnya.

Aku memarkirkan Chico –adik Choco, di parkiran khusus orangtua. Aku turun lebih dahulu dari mobil, kemudian membantu Lingga turun. Tangan kiri Lingga berada di genggaman tangan kananku. Aku berjalan menuju bangunan PAUD yang tidak begitu besar, beberapa anak-anak lain juga diantara oleh orangtua masing-masing.

"Lingga yang semangat ya mainnya, cari teman yang banyak." Aku berjongkok di depan Lingga. "Ibu nunggu di pondokan biasa," tuturku kemudian merapikan rambut Lingga.

Aku bangun dari posisi jongkokku saat Lingga berkata, "Nggak usah tunggu, Bu. Lingga berani kok."

Aku meringis pelan mendengar perkataan Lingga. Ini sudah pasti ajarannya Mas Aga. Saat awal-awal masuk PAUD Lingga selalu minta ditunggui, kini dia justru enggan ditunggui. Aku pernah mendengar Mas Aga mengatakan pada Lingga bahwa anak laki-laki itu harus pemberani.

"Nggak papa sayang. Ibu hari ini khusus nemanin Lingga," kataku memberikan pengertian pada Lingga.

Kepala Lingga terdongak melihatku, di depan kami sudah ada guru Lingga –teacher Diana. "Kata Ayah, kalau Ibu banyak-banyak di sini pasti Ibu banyak ngomongin orang," tutur Lingga dengan wajahnya yang polos.

Aku menutup mulut Lingga dan tersenyum pada guru Lingga. "Titip Lingga ya teacher," pesanku pada guru Lingga. Kemudian aku menatap Lingga, sembari melepaskan tanganku di mulut Lingga. "Lingga jadi anak pintar ya," tuturku.

Aku menghela napasku pelan, berjalan menuju pondokan yang disediakan untuk wali murid menunggui anak-anaknya. Seperti kata Lingga dan Mas Aga, lingkungan ini banyak ibu-ibu dan sudah pasti identik dengan kegiatan 'ngomongin orang'. Entah sudah berapa hari aku tidak menemani Lingga karena jadwal yang padat, sehingga melewati banyak informasi di sini.

"Ibu Lingga apa kabar?" Bunda Cerissa menyambutku dengan senyum.

Ibu-ibu yang ada di sini dari komplek yang beragam, tapi jarang yang dari komplek rumahku karena ibu-ibunya beda kelas. Sementara aku memilih memasukkan Lingga di sini atas rekomendasi Mas Aga. Suamiku itu sudah pasti cari tahu sana-sini soal tempat sekolah Lingga yang memang sudah ngebet ingin sekolah.

"Baik. Bunda apa kabar?" Aku menyapa kembali Bunda Cerissa.

"Baik dong!"

"Mama Tamara kurusan ya," kataku pada seorang wanita yang aku ketahui orangtua dari teman sekelas Lingga –Tamara.

"Iya nih, saya lagi banyak pikiran jadi sampai susah mau makan," curhat Mama Tamara.

"Aduh Mam, jangan terlalu dipikirkan. Nanti sakit loh, kita ini punya anak kecil nggak boleh sakit," timpal Bunda Cerissa.

Jumpalitan Dunia Ocha (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang