Bab 1

130K 10K 445
                                    

"Ayell tolong anterin ini ke ruang rapat." Seorang lelaki menyerahkan beberapa kertas yang ada di genggamannya, kepada seorang wanita yang sedang sibuk dengan barang-barang yang sedang berserakan.

"Itu apaan, Mas?" Tanya seorang wanita yang di panggil Ayel, raut wajahnya tampak kelelahan. Namun tak urung jua diambilnya kertas itu.

"Susunan panitia, belum sempat diumumin, kasih ke Raihan sekalian bilang umumim pas rapat ntar. Gue ngumpulin anak-anak dulu."

"Okee Mas, gue nyelesain ini dulu." Jawabnya menunjukkan beberapa alat dekoran yang masih dikerjakannya.

"Itu tinggalin aja nanti dilanjutin, anterin ini sekarang, sekalian Lo ikut rapat juga."

Wanita itu menurut, berdiri, siap menuju ruangan sesuai instruksi kakak tingkatnya.

Aeleanne Chana Nisaka, nama yang unik dan cantik, seperti wajahnya. Bibir tipis dengan hidung mungil yang mancung, mata bulat hitam pekat yang selalu memancarkan kebahagiaan, tampak berbinar ketika sedang bercerita. Mahasiswa semester lima, di salah satu universitas yang sangat terkenal di Yogyakarta. Ia anak rantauan tinggal di salah satu kostan dekat kampusnya.

Akibat namanya yang unik itu, kadang teman-temannya kesusahan untuk memanggil, sering pula kesalahan penulisan ketika membuat berkas. Ketika kecil, Ayel di panggil Leanne oleh kedua orang tuanya, namun kakaknya kesulitan memanggil dengan sebutan itu, alhasil Ayel-lah yang melekat hingga sekarang.

Wanita yang Tampak cantik, Mengenakan Hoodie abu-abu, dengan bawahan jeans. Tampak simple, cocok sekali dengan kegiatannya sekarang yang sedang sibuk-sibuknya menyiapkan acara yang diadakan fakultasnya. Ia sebagai salah satu mahasiswi aktif di organisasi, bergabung dalam Badan Ekskutif Mahasiswa. Ikut andil dalam kegiatan ini, sudah terhitung sejak tiga hari belakangan ia pulang malam, kadang kumpul di kampus kadang pula di rumah salah satu rekannya.

Setelah sampai di depan ruangan rapat, dibukanya langsung pintu, tanpa mengetuk terlebih dahulu, kebiasaan mereka ketika sedang sibuk seperti ini.

Di dalam ruangan, telah berkumpul rekan-rekannya, duduk mengelilingi meja persegi yang terbuat dari semen. Dengan Raihan sebagai ketua panitia duduk bagian sisi tengah. Dihampirinya senior itu untuk menyerahkan berkas titipan.

"Mas Raihan ini susunan panitia." Ucapnya sambil menyerahkan berkas yang ada ditangannya, yang langsung disambut oleh Raihan dengan wajah sumringah. Nampaknya, lelaki itu sudah menunggu sejak tadi.

"Ini udah semua, Yel? Yang divisi acara kemaren udah ditambah?" Raihan kembali bersuara, dibolak-balik nya kertas dengan teliti.

Ayel nampak bingung, pasalnya yang memberi titipan tidak memberi tahunya, hanya menyuruh menyampaikan jika diumumkan sekarang. "Kurang tau Mas, Mas Fajar tadi cuman bilang nyuruh mas Raihan sekalian umumim."

Raihan mengganguk mengerti. "Berarti udah." Gumamnya.

Ayel mencari tempat duduk, berjalan menuju tempat yang masih kosong. Di putuskan duduk di bagian kanan, di samping lelaki gondrong berambut ikal. Ia kenal lelaki itu, namanya Duli, seangkatan dengannya. Lelaki itu senang sekali melawak dengan logat Medan khas-nya.

Di kampus Ayel, memang sudah di biasakan memanggil senior dengan mas atau mbak. Walaupun masih ada juga yang belum terbiasa dengan panggilan itu, apalagi anak rantauan sepertinya. Awal masuk, Ayel sempat kaget, lidahnya masih kaku, sering salah menyebut memanggil kakak, seperti kebiasaan di daerah asalnya.

Suara tegas Raihan sudah mendominasi ruangan, menyebutkan satu persatu nama, dan berada di divisi mana. Ayel biasa nya selalu kebagian divisi kreatif, lebih tepatnya divisi pubdekdok (Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi), meskipun divisi kreatif itu tidak selalu ada di tiap acara, dan kebanyakan dianggap divisi yang tak di perlukan, namun sebenarnya, divisi itu banyak manfaatnya, salah satunya, membuat acara lebih terlihat bewarna dan enak di pandang.

Centang Biru ✔️Where stories live. Discover now