Aksa mencebikkan bibirnya kesal, sebenarnya apa sih yang dirinya mau?! Harusnya senang kalo perempuan itu gak minta tanggung jawab, bukannya malah uring-uringan kaya gini.

"Bodo lah! Dia yang pilih buat pergi ini! Kan gua gak nyuruh, berarti bukan salah gua!" Kata Aksa tanpa rasa bersalah. Segera memakai helm dan meninggalkan tempat tongkrongannya.


***

Baru saja Aksa akan mendudukan pantatnya disofa depan tv, handphone nya bergetar lama menandakan panggilan masuk.
Tak ada nama di nomor itu, yang berarti Aksa tak menyimpan nomor seseorang tersebut.

"Halo?"

"Hi bro!"

Sok akrab! Batin Aksa.

"Siapa?" Singkat Aksa

"Pura-pura gak kenal segala-"

"Gimana? Anak lu sehat diperut Mama nya kan?" Lanjutnya lagi orang itu dengan kekehan.

"Bangsat!" Umpat Aksa setelah mengetahui penelpon tersebut, dia adalah Adit, musuh Aksa yang memberikan minuman yang sudah dicampurkan dengan obat perangsang sewaktu Aksa dan Adit taruhan.

"Lho kok ngomong kasar sih, kan cuma nanya." Ledek Adit

"Oh anak gue ya? Tentu aja sehat? Dia baik-baik diperut Mama nya!" Timpal Aksa, dia akan meladeni musuhnya itu, Aksa gak boleh kelihatan kalah.

"Kasian ya anak haram lo itu." Adit memancing kemarahan Aksa.

"Anak gua gak haram, yang haram tuh congor lo!" ger3am Aksa, dia gak terima anaknya dicap haram, manusia gak ada yang terlahir haram.

"Udah dinikahin belum tuh cewe? Masa dikawinin doang."

"Ohh tenang, gak perlu nik-

"AKSA!"

Belum sempat Aksa melanjutkan bicaranya, tiba-tiba Ayahnya memanggil Aksa dengan lantang dengan tatapan yang tajam. Segera Aksa matikan telepon nya agar musuhnya itu tak mendengar pembicaraan mereka.

"I-iya, yah." Gugup Aksa, dia takut Ayahnya mendengar pembicaraannya dengan Adit ditelpon.

"Apa yang kamu omongin tadi?!" Tanya Ayah dingin dan tatapan yang semakin tajam. Berjalan semakin mendekat dimana anaknya berada. Sambil berdoa dalam hati semoga apa yang tadi dia dengar adalah bercandaan belaka.

"Eng-enggak ada yah, cuma temen Aksa doang tadi." Kilah Aksa sembari membenarkan letak duduknya agar terlihat lebih santai, jangan sampai ayahnya curiga.

"Apa maksud anak yang tadi kamu sebut-sebut?!"

"Be-becanda doang kok." Aksa menunjukkan dua harinya.

"Kenapa gugup? Ayah bisa lihat kamu lagi bohong!" Hardik ayah menatap Aksa penuh intimidasi.

"Jujur Aksa!" Lanjutnya lagi.

"Beneran." jawab Aksa pelan, menundukkan kepalanya, tak berani menatap mata Ayahnya yang sedang menatapnya sangat tajam. Perasaannya sudah tak karuan, sepertinya ini tidak akan selesai dengan dam-

Bugh

Seperti yang apa dia pikirkan, ini tidak akan selesai dengan baik, dan kebohongannya tidak akan bisa dia sembunyikan lagi.

"Masih mau bohong?!" Tanya ayahnya tajam.

"Gak bo-bohong kok." Kata Aksa, masih mencoba untuk berbohong, barangkali Ayahnya sedikit percaya. Walaupun terdengar tidak mungkin, rahangnya bahkan sudah berdenyut nyeri.

SAKSA (END)Where stories live. Discover now