"Ariel anak dari Papa," balas Rama cepat membuat lelaki di sampingnya menoleh. "Rama sudah bilang Rama juga anak dari Papa, bukan Bapak Tony Iriawan."

"Papa yang kamu sebut itu Handoyo?"

Lelaki bernama Tony Iriawan tadi menoleh menatap Rama. Selalu ada sebersit emosi yang timbul di benak Rama ketika ia bicara dengan Tony, tapi entah kenapa, Rama juga selalu bisa menahan emosi tersebut dan memilih diam mengikuti alur pembicaraan.

Teringat ketika enam bulan lalu Tony dengan supirnya berhenti di depan gerbang SMA Azzar. Saat itu jam sudah menunjukkan waktu pulang, dan Tony dengan sabar menanyai beberapa siswa tentang siapa orang yang ia cari. Sampai pada akhirnya, salah satu murid memberikan petunjuk di mana keberadaan orang tersebut. Rama tak lupa bagaimana dulu salah satu adik kelas menunjuknya yang baru mengenakan helm di atas motor. Di parkiran SMA Azzar lah, ia dipertemukan dengan Tony untuk pertama kalinya.

"Kak Rama! Kak!"

Rama menoleh, dilihatnya Febri si adik kelas tengah diikuti oleh seorang lelaki berperawakan tegap dan berseragam. Begitu mendekat, Rama melepas helm kemudian turun dari motor.

"Ada yang nyariin, Kak." Febri lalu menoleh ke orang di belakangnya, dengan senyum ia mengangguk sopan. "Ini Kak Rama, Pak. Saya tinggal dulu."

"Terima kasih, ya."

Kepergian Febri menciptakan kerutan samar di kening Rama. Ia dihadapkan oleh lelaki berseragam yang tak dikenal, yang tiba-tiba menjulurkan tangan mengajak berjabat. Kala itu Rama bingung, tapi dengan nalurinya ia membalas jabat tangan si lelaki berseragam.

"Nama Bapak Tony, Tony Iriawan."

Rama mengangguk karena ia sendiri juga bisa membaca jelas name tag pada seragam beliau. Pandangan Rama kemudian goyah dari name tag ke wajah lelaki di hadapannya. Ia masih enggan memperkenalkan diri atau sekadar bersuara.

"Kamu sudah besar, Rama."

"Maaf, kalau boleh saya tahu Bapak ini siapa?" tanya Rama setelah melepas jabat tangan.

"Saya masa lalu Eliani Andara. Wanita hebat yang sudah melahirkanmu ke dunia."

***

"Itu surat persetujuan tentang tes DNA. Bapak tahu hal ini menyakitimu, tapi Bapak juga manusia. Bapak juga punya perasaan meski pun tubuh ini penuh luka luar." Tony menoleh ke Rama yang baru membaca selembar kertas pemberiannya.

"Sigit, tolong berhenti sebentar," perintah Tony kepada supirnya.

Begitu mobil berhenti di sebuah ruko kosong, Rama ikut berhenti membaca sampai dangan menelaah surat yang ia genggam.

Tes DNA bukan perkara sulit untuk Rama kalau keyakinannya teguh, bahwa ia dilahirkan oleh Eliani yang hamil dengan Handoyo. Tetapi, semakin hari Rama melewati setiap pertemuannya dengan Tony, ia ragu meski hatinya menginginkan untuk yakin.

"Tes DNA bukan jalan keluar, Bapak nggak bisa rebut Rama dari Papa apa pun hasil yang keluar dari surat ini." Rama memperlihatkan surat persetujuan tes DNA tadi.

Hati Rama terluka bukan karena ia disuruh menjalani tes DNA, tapi pikiran tentang bahwa jika memang Tony merupakan bapak biologis atasnya, berarti dulu Tony tidak mengharapkan kehadiran Rama sampai Eliani harus bersanding dengan Handoyo.

Pikiran itu membuat sekujur tubuh Rama bergetar menahan emosi, dan sentuhan Tony di lengannya semakin memperparah keadaan.

"Bapak minta maaf."

Ruang Rindu ArielOù les histoires vivent. Découvrez maintenant