11.

1.3K 224 9
                                    

Bebas lepas
Kutinggalkan saja semua beban dihatiku
Melayang kumelayang jauh
Melayang dan melayang
~
Iwa K – Bebas

***

Detak jantung Ariel semakin cepat berikut dengan nyeri yang datang tiba-tiba. Dia ingin turun, tapi roller coaster masih perlu menyelesaikan satu putaran lagi. Mungkin Rama lupa soal kenapa tangan Ariel selalu basah sementara ia ingin merasakannya. Mungkin Rama lupa, jadi Ariel semakin megeratkan genggamannya pada Rama.

"Ariel!"

Hanya suara yang didengar, Ariel tak berani membuka mata kemudian melihat bagaimana tubuhnya ada di udara dengan seatbelt terpasang sebagai safety pertama. Tapi panggilan itu tak hanya sekali. Ketika roller coaster menuju putaran paling utama, Ariel menoleh, matanya membuka menatap Rama yang tersenyum lebar.

Seperti sebuah rekaman dalam kondisi gerak lambat. Mata Ariel menangkap bagaimana rambut Rama terhempas angin perlahan. Lalu di matanya, juga terpantul sosok Ariel yang duduk ketakutan. Bumi seperti hilang rotasi dan waktu memilih diam di tempat.

Indah, bisik Ariel dalam hati sebelum kembali memejam dan keadaan berubah cepat dalam waktu sepersekian detik. Jantungnya terhempas lagi, nyerinya terasa lagi. Ariel ingin menangis ketika bahkan semua orang berteriak heboh.

"Sampai," kata Rama setelah roller coaster akhirnya memelan menuju pemberhentian, di situ jantung Ariel selamat.

"Check your safety first before you go out." Instruksi berbicara, membuat Rama sadar dan melepas seatbelt Ariel yang masih diliputi rasa takut.

Rama tersenyum tipis. "Kita berhenti, buka matanya."

Perlahan Ariel membuka mata. Tubuhnya memang gemetar sampai saat ingin melepas genggaman pun, Ariel merasa ragu.

"Gue nggak mau naik ini lagi!"

"Kenapa?" tanya Rama kalem. Sabuk pengaman sudah lepas dari tubuhnya dan Ariel, ia kemudian membantu Ariel untuk keluar dari badan roller coaster.

Dan lagi-lagi, Rama melirik ke badan roller coaster yang paling depan. Ingin rasanya ia menikmati wahana itu dengan duduk di paling depan, tapi ia masih memikirkan Ariel.

Seulas senyum miring terbit di bibir Rama. Ia bukan lelaki yang egois.

Antrean untuk turun dari gerbang pemberhentian wahana lumayan memakan waktu. Rama masih terus menggenggam tangan Ariel yang tak pernah berhenti mengeluarkan keringat, membuat telapak tangannya ikut basah.

"Lo perlu sapu tangan," gumam Rama sambil memperhatikan genggamannya dan Ariel, lalu menoleh ke cewek itu.

"Gue cuma perlu duduk," bantah Ariel yang sudah pucat.

Lagi-lagi Rama tersenyum. Di kondisi yang memprihatinkan seperti itu, ia justru senang. Ariel lima kali lipat lebih jinak dibandingkan saat dia energik.

Pucat di wajah Ariel tak didiamkan Rama meski cowok itu sekarang bahagia. Ia melepas genggamannya dari Ariel kemudian berjongkok. Mungkin akan banyak orang yang memperhatikan, tapi Rama tak mau ambil risiko di mana ia harus menggotong Ariel yang pingsan karena shock hebat.

Rama menengok ke belakang. "Ayo, naik."

Dengan wajah pucat Ariel menggeleng, dia menyempatkan menatap ke banyak pengunjung lain di depannya. Rasa malu Ariel seketika banjir dan rona merah muda menjalar ke kedua pipi.

"Naik. Gue bawa lo turun," perintah Rama tegas.

"Gue malu."

"Malu nggak bisa bawa lo turun, yang bisa cuma gue."

Ruang Rindu ArielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang