19.

1.2K 212 8
                                    

I hear your voice in my sleep at night 
Hard to resist temptation  
'Cause something strange has come over me 
Now I can't get over you 
~
Maps – Maroon 5

***

Buku sejarah berbahasa Inggris ditutup setelah Rama selesai membacanya sampai halaman kedua ratus. Hari libur yang terasa sama. Rutinitasnya selama dua hari ini bahkan sangat membosankan. Hanya seputar membaca buku sejarah dan olahraga di rumah. Tanpa teman, tanpa kesibukan yang mungkin bisa saja membuat Rama lupa tentang rongrongan Tony.

"Kamu masih belum mau pulang?"

Rama menoleh. Tony tiba-tiba menyusul ke ruang tamu sambil membawa koran pagi yang baru sempat dibacanya sekarang.

"Belum. Masih ada banyak kerjaan minggu ini."

"Kalau waktunya pulang, ya pulang. Katamu dulu pernah janji dengan Handoyo, Bapak nggak mau dibilang menculik kamu. Empat tahun lebih 'kan bukan waktu yang sebentar, Ram." Koran dibuka. Pada halaman ketiga Tony mulai membacanya sambil membelah konsentrasi dengan Rama.

Namun, kembali membahas rongrongan Tony soal pulang dan hari libur membuat cowok yang kini berpotongan rambut cepak itu memilih pergi meninggalkan ruang tamu dan Tony.

Tinggal di rumah tua sederhana milik Tony, Rama punya kamar sendiri yang tak terlalu luas seperti kamarnya di rumah Handoyo dulu, tapi Rama nyaman menempatinya selama kurang lebih empat tahun ini. Kebiasannya adalah duduk di tepian ranjang sambil mengamati jajaran foto hasil jepretan Tony menggunakan kamera kecil. Sesuai hasil, Tony sudah seperti seorang fotografer sekaligus Bapak bagi Rama.

Rama tersenyum. Tinggal bersama Tony sangat menyenangkan. Lelaki itu ternyata merindukan keluarga sampai tak mau ketinggalan momen terbaik Rama yang belum lama dilantik menjadi Perwira Remaja berpangkat letnan dua.

Ya, impian dadakan Rama tentang menjadi lelaki berseragam semata karena Tony, meski kepindahannya ke Magelang membuat Rama harus mengulang sekolah dari kelas tiga awal. Tapi impian Rama adalah ingin seperti Tony. Lelaki sabar yang bertindak selalu dengan pikiran matang.

Rama membuka lemari kamarnya. Tiga macam seragam tergantung dengan rapi dan wangi. Dan sudah sejauh itu ia menempuh pendidikan, Rama belum pernah pulang untuk menepati janjinya kepada Handoyo.

Ketukan di pintu membuat Rama menutup kembali lemarinya. Ia membukakan pintu untuk Tony. Masih dengan membawa koran, lelaki itu tampak menatap salah tingkah.

"Ekhem, Bapak baru ingat soal liburmu yang katamu masih banyak kerjaan. Gimana kalau kita pergi ke Jogja daripada kamu bohong-bohong soal libur." Tony dengan kaos sporot dan celana pendek, benar-benar kelihatan kaku menghadapi Rama malam itu.

Seulas senyum terbit. Pada akhirnya Rama ketahuan. "Kapan berangkatnya, Pak?"

"Bapak pikirin lagi nanti." Tony berbalik, tapi urung. "Oh, kamu hubungi adikmu. Bukannya dia sekolah di Jogja? Ariel, 'kan?"

Genggaman Rama pada handle pintu semakin erat. Wajahnya tidak dihiasi senyum lagi, tapi ia tetap mengangguk mengiyakan sambil menggumam.

Tony memang cerdik. Rama menghela napas begitu lelaki yang selalu dipanggilnya Bapak itu pergi dari depan kamarnya. Rama yakin Tony tahu banyak tentang gelagatnya setiap diungkit tentang Ariel.

Kenapa? Pintu kamar ditutup. Tiba-tiba mata Rama panas.

Ariel ... Rama sampai sesak mengingatnya yang selama empat tahun berusaha dipendam pada palung pikirannya.

***

"Apa kabar, Bro?! Gila! Udah berapa tahun kita nggak ketemu, hah??"

Ruang Rindu ArielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang